![]() |
Sumber gambar: artikula.id |
Diskusi
mengenai studi Al-Qur’an dan hadis Indonesia; tafsir-hadis yang penulisnya,
bahasanya, dan atau ditulis di Indonesia, semakin menemukan identitas dan
signifikansinya beriringan dengan dinamika kerja kesarjanaan dalam mengkaji
kitab-kitab tafsir-hadis di Indonesia. Kajian tafsir-hadis di Indonesia secara
dinamis telah memberi sumbangsih terhadap perkembangan intelektual Islam di
tingkat regional dan global sekaligus. Ini mengindikasikan bahwa sarjana
Indonesia dapat tampil secara signifikan dalam menyemarakkan diskusi
perkembangan tafsir dan hadis di era kontemporer, termasuk yang dilakukan oleh
Prof. Dr. Ahmad Baidowi, M.Si. pada kajiannya yang fokus pada dimensi lokalitas
tafsir dan hadis.
Perbicangan
diskursus tafsir-hadis lokal secara matang didiskusikan, dibahas, dan diteliti
oleh Ahmad Baidowi dalam perjalanan akademiknya. Hal itu terlihat dari karyanya
yang memang fokus mengangkat kitab-kitab tafsir-hadis lokal khususnya Jawa.
Dengan berlatarbelakang sebagai dosen di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ahmad
Baidowi sangat intens mengungkapkan dan menggalakkan dimensi dan sisi lokalitas
dalam berbagai literatur tafsir-hadis. Tujuannya untuk mereaktulisasi
tradisi dan khazanah keislaman berbasis budaya masyarakat lokal, yang dianggap
telah lama terlelap dan belum banyak disinggung oleh sarjana lainnya. Atas
dasar tersebut, hadirlah buku ini untuk merefleksikan gagasan-gagasan Ahmad
Baidowi tentang lokalitas tafsir-hadis melalui karya-karyanya.
Kehadiran
buku ini berfungsi sebagai alat perekat antara pembaca dengan gagasan Ahmad
Baidowi tentang urgensi studi tafsir Al-Qur’an Indonesia. Melalui buku ini,
setidaknya review dari para penulis terpetakan ke dalam lima bagian pembahasan.
Kelima poin tersebut, memberikan semacam konsep besar dalam konstruksi gagasan
Ahmad Baidowi. Kelompok reviewer pertama, melihat relasi antara substansi
estetis dari Al-Iklil dan ekspresi estetis kitab tersebut dalam ruang lingkup
masyarakat Jawa secara lokal. Pada review dari Febry Arianto dan Safira Malia
Hayati, kita temukan dimensi varian tradisi yang muncul ke permukaan melalui
penafsiran KH. Misbah Mustafa. Selanjutnya, review dari Luthfia Shifaul Amanah
Burhani dan Huzaifah meyakini bahwa gagasan Baidowi memunculkan nilai
komunikatif lokal yang memicu adrenalin kawasan tertentu di Nusantara untuk
memperlihatkan kekhasan dari kawasan mereka. Pada review Annisa Fitrah dan
Nafizatul Ummy Al-Amin, berikut dengan Fajriyaturrohmah dan Sherina Wijayanti,
memunculkan nilai kultur masyarakat Jawa yang bersumber dari penafsiran KH.
Mibah Mustafa. Secara keseluruhan pada bagian ini, pembaca akan menemukan
muatan lokal yang terdapat dalam tafsir Al-Iklil dengan warna dan citra
Nusantaranya.
Kelompok
kedua, menunjukkan variasi persepsi dari berbagai sudut pandang tentang
eksistensi Nazm Jawen yang dibangun oleh Ahmad Baidowi. Secara signifikan Ahmad
Baidowi memberikan tawaran-tawaran yang mampu diaplikasikan terkait dengan Nazm
Jawen. M Yusup Agustian dan Yoga Pratama menyimpulkan bahwa Nazm Jawen mampu
menjadi media dakwah bagi khalayak luas khususnya masyarakat Jawa. Sedangkan
Nur Imam Akhmad Yani dan Muhammad Faisal, dan Saichul Anam dan An-Najmi Fikri R
bersepakat bahwa Nazm Jawen mampu menjadi alternatif pedagogi Tajwid-Qira’at
Al-Qur’an di Nusantara. Jauh dari pada pandangan mereka, Alfan Shidqon dan
Thoriqotul Faizah memandang bahwa Nazm Jawen mampu menjadi media dan alat untuk
meresepsi Al-Qur’an di tengah masyarakat. Dengan kata lain, Nazm Jawen
menurutnya menjadi kaca mata terbaru untuk melihat sebuah tradisi yang
berkembang di masyarakat
Dikutip dari Dimensi Lokalitas dalam Tafsir dan Hadis.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring pdf
pada link di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar