![]() |
Sumber gambar: dictio.id |
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا
تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan sungguh, inilah
jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain)
yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa. (Q.S. al-An’am [6]: 153)
Jalan”
dalam ayat tersebut berarti metode, sistem pedoman, pola laku, pola tindak dan
pola pikir yang menghantarkan manusia kepada kebenaran. Ayat tersebut
menyerukan manusia untuk selalu berpegang teguh kepada logika Qurani agar tidak
sesat pikir dalam mencapai kebenaran. Untuk mencapai hal tersebut perlu
menelusuri usaha-usaha yang telah dilakukan oleh manusia dalam meluruskan
petunjuk-petunjuk operasional yang bermanfaat dalam menjalankan logika Qur’an.
Mengikat Makna Logika
Logika
berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.
Sebagai
ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir
secara lurus, tepat, dan teratur.1 Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya
adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang
berarti berkata atau berucap.
Ilmu
di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata
logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Sedangkan
logika yang dikatakan sebagai pengertian yang masuk akal, biasanya di dalamnya
terdapat dua penalaran yang saling berlawanan, yakni antara yang betul dan yang
salah. Karena itu, Irving M. Copi mengatakan, “Logika adalah ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran
yang betul dan penalaran yang salah.
Menurut
Syaikh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisy, logika (mantiq) adalah
المنطق
هو قانون تعصم مراعاته بتوفيق الله تعالي الذهن من الخطاء في فكره
“Tatanan
berpikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berpikir dengan pertolongan
Allah Swt”
Adapun
menurut Syaikh Al-Jurjani merumuskan logika sebagai,
آلة
قنونية تعصم مراعاثها الذهن عن الخطاء في الفكر فهو علم عملي آلي
“Suatu
alat yang mengatur kerja otak dalam berpikir agar terhindar dari kesalahan;
selain merupakan ilmu kecermatan praktis”
Sedangkan
menurut Al-Quasini, ilmu logika adalah,
ﻋﻠﻢ
ﻳﺒﺤﺚ ﻓﻴﻪ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻮﻣﺎت اﻟﺘﺼﻮرﻳﺎت واﻟﺘﺼﺪﻳﻘﻴﺎت ﻣﻦ ﺣﻴﺚ أﻧﻬﺎ ﺗﻮﺻﻞ اﻟﻲ ﻣﺠﻬﻮل ﺗﺼﻮري او
ﺗﺼﺪﻳﻖ او ﻳﺘﻮﻗﻒ ﻋﻠﻴﻬﺎ اﻟﺘﻮﺻﻞ اﻟﻲ ذاﻟﻚ
“Ilmu
yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk
mencapai interaksi dari keduanya, atau suatu pemahaman yang dapat
mendeskripsikan tashawur dan tashdiq”
Di
bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi logika antara lain:
1. Ilmu yang
memberikan aturan-aturan berfikir valid.
2. Ilmu mengenai
ketentuan-ketentuan yang dijadikan petunjuk oleh manusia dalam berfikir.
3. Ilmu tentang
undang-undang berfikir
4. Ilmu tentang
cara mencari dalil
5. Ilmu tentang
menggerakan fikiran kepada jalan yang lurus, dalam memperoleh suatu kebenaran.
6. Ilmu yang
membahas tentang undang-undang yang umum untuk fikiran.
7. Ilmu sebagai
alat yang merupakan undang-undang dan bila undangundang itu dipelihara dan
diperhatikan, maka hati nurani manusia dapat terhindar dari fikiran yang salah.
8. Ilmu tentang
hukum berfikir guna memelihara jalan fikiran dari setiap kekeliruan
9. Ilmu pengetahuan
dan kecakapan untuk berfikir lurus atau tepat 10. Filsafat berfikir
10. Teknik berfikir.
Dari
beberapa uraian di atas mengenai pengertian logika, kiranya dapat disimpulkan
bahwa logika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang baik
dan benar dengan menggunakan otak atau akal yang mendapatkan bimbingan dari
Allah Swt. agar terhindar dari kesalahan.
Sejarah Logika
Perkembangan
ilmu logika tidak terlepas dari perjalanan filsafat Yunani dan transformasinya
ke dalam pemikiran dalam kegiatan ilmiah.
Pada
mulanya kegiatan berpikir muncul berbarengan dengan adanya manusia pertama.
Manusia diberi potensi berpiikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu
yang berada di luar dirinya. Namun, mengenai berpikir sistematis (dalam
pengertian secara logika), para penulis Ilmu Logika meyatakan bahwa secara
konsepsional dan sistematis, kegiatan berpikir yang kemudian melahirkan tata
cara berpikir yang dituangkan dalam suatu disiplin ilmu yang disebut Logika,
baru tejadi kira-kira 470 SM. yang dirintis oleh kelompok Sofisme (Sufsathaiyun).
Kelompok inilah yang mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan
akhlak dengan pendekatan akal; benar-salah dan baik-buruk sesuatu diukur dengan
timbangan akal mereka. Sayangnya, kajian mereka kerapkali mengarah pada
kesesatan berpikir, karena belum ada norma berpikir yang baku yang dapat
menuntun mereka ke arah berpikir yang benar dan menjunjung tinggi martabat
kemanusiaan.
Pernyataan
mereka kelihatannya benar, namun membuat penyesatan-penyesatan pemikiran, nilai
dan moral. Di antara penyataan-pernyataan mereka adalah
Kebaikan adalah apa yang Anda pandang
baik.
Keburukan adalah apa yang Anda
pandang buruk.
Apa yang diyakini benar oleh seseorang,
itulah yang benar buat dia.
Apa yang diyakini salah oleh
seseorang, itulah yang salah buat dia
Karena
memperhatikan kenyataan kelompok Sofisme tersebut, muncullah Thales (624 SM-548
SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan
cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta. Dan dimulai dari Thales inilah rumusan ilmu logika
akhirnya tercipta.
Thales
mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau
asas utama alam semesta. Karena itu ia juga mengatakan bahwa bumi ini terapung
di atas air. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Pernyataan
ini tentu saja menolak kepercayaan mayoritas orang Yunani yang mengatakan bahwa
asal segala sesuatu adalah dari dewadewa. Pun demikian, pendapat Thales ini
mendapatkan reaksi keras dari Anaximander yang berkesimpulan bahwa hanya ada
satu asal segala sesuatu yaitu Yang Tak Terbatas, yang ia sebut to operion. Menurut
Aximander bahwa yang menyusun segala sesuatu bukanlah air karena, jika air
adalah asas pertama yang menyusun semesta, maka air harus terdapat di
mana-mana, harus meresapi segala sesuatu termasuk api dan benda-benda kering.
Air begitu terbatas untuk berada di manamana. Air dibatasi oleh lawannya, yaitu
api. Air dan apa pun yang terbatas tidak bisa dikatakan menjadi penyusun segala
sesuatu.
Teori
Aximander itu mengatakan bahwa terciptanya alam semesta berawal dari chaos (kekacauan),
yaitu pada saat terjadi proses perpisahan dari “yang tak terbatas” dengan “yang
terbatas.” Dari yang tak terbatas terlepaslah unsur-unsur yang selalu
berlawanan, yaitu panas-dingin, kering-basah. Kemudian terciptalah hukum
keseimbangan, yaitu suatu hukum yang membuat kedua tetap berpasangan dalam
keberlawanan, yang panas melingkupi yang dingin; keduanya menggumpal menjadi
sejenis bola. Karena panas melingkupi dingin itu mengakibatkan air terlepas
menjadi kabut udara. Udara menekan “bola” itu hingga meletus, letusannya
menghasilkan lingkaran-lingkaran yang masing-masing memiliki satu pusat. Tiap
lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara, tiap lingkaran memiliki satu
lubang yang menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bumi, bulan, matahari dan
planet-planet (bintang-bintang).
Diketahui
bahwa jawaban air yang diberikan oleh Thales terhadap pertanyaan asal segala
sesuatu adalah berdasarkan pengamatan dan logika geometri. Sedangkan Aximander,
mengarahkan cara menjawabnnya dengan menggunakan pikiran. Kemudian pendapat
keduanya diperbaharui oleh Heraklitos (504 SM).
Heraklitos
adalah orang yang pertama secara tegas memperbincangkan Tuhan. Tuhan yang
dimaksud Heraklitos adalah Logos (akal). Logos adalah sesuatu yang
mencakup seluruh dunia seperti siang dan malam, musim salju dan musim panas,
perang dan damai, kelaparan dan kemakmuran. Ia menyatakan bahwa kita hidup di
antara keragaman dan perubahan-perubahan. Asal materi adalah sejenis api yang
bersinar dan meredup, menyala-nyala dan padam yang tunduk pada hukum, bukanlah
air. Tuhan atau logos universal ini menurutnya merupakan sesuatu yang ada dalam
diri kita manusia dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang.
Ada
tiga gagasan Heraklitos yang akhirnya memengaruhi Plato:
1)
Segala sesuatu terus berubah seperti aliran sungai. Ia bilang kita tidak bisa
masuk dua kali ke dalam air aliran sugai.
2)
Hanya ada satu yang benar-benar nyata, yaitu logos. Logos digambarkan dengan
“api” alamiah yang terus menerus menggerakkan perubahan. Logoslah yang menjadi
sebab perubahan terus menerus, dan yang mengatus serta menyatukan perubahan
(keanekaan) tersebut. Oleh karena itu, logos dianggap sebagai sumber
pengetahuan. Melalui logos segala perubahan bisa diketahui maknanya.
3)
Kesatuan dibentuk dari pluralitas dan pluralitas muncul dari kesatuan.
Jika
Empidocles menggabungkan pemikiran Heraklitos dan Parmeneides dengan kesimpulan
bahwa segala sesuatu tidak mungkin berubah menjadi sesuatu yang lain, “Air
tidak akan berubah menjadi tanah, tanah tidak berubah menjadi udara, udara
tidak akan berubah menjadi api, dan seterusnya.” Plato dengan caranya sendiri
berusaha untuk mensintesakan kedua tokoh di atas dengan cara yang lebih
sistematis.
Bagi
Plato:
-
Realita itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah (seperti pemikiran
Heraklitos) dan ada yang tetap (seperti pemikiran Parmeneides)
-
Yang berubah tertangkap oleh indrawi, sedangkan yang tetap tertangkap oleh
pikiran (Noetic, logos).
-
Logos menjadi sebab, pengatus, dan pemersatu segala perubahan. Oleh karena itu
logos menjadi asal yang harus dicari dari perubahan yang nampak
Teori
Tauhid Plato
Ada
|
Penampakan
|
Pure good
(yang tetap, baik, dan sempurna)
|
Alam
yang berubah (baik buruk, sempurna dan tidak sempurna)
|
Asal
dari yang tampak
|
Memiliki
jejak menuju yang tetap
|
Berada
di balik dunia ini
|
Yang
tampak di dunia ini
|
Dipahami
oleh logos
|
Diserap
oleh indra
|
Dikutip
dari Pengantar Buku Logika karya Dr. Khalimi, MA.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring
(offline) pdf pada link di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar