![]() |
Sumber gambar: suaraislam.co |
“Tak ada yang lebih
powerful,’ ujar Victor Hugo,” dibandingkan dengan sebuah gagasan yang waktunya
sudah datang. “ All the forces in the world are not so powerful as an idea
whose time has come.”
Apakah waktu bagi
gagasan Islam Nusantara sudah datang? Sehingga gagasan Islam Nusantara tak
hanya berhenti sebagai wacana? Namun ia menjadi sebuah movement yang ikut
mengubah wajah Islam, seberapapun kecilnya? Namun ia juga ikut mengubah
peradaban, seberapapun kecilnya?
Di tahun 2015,
lembaga riset terkemuka berpusat di Amerika Serikat: Pew Reseach Center
mempublikasi temuannya. Diproyeksikan di tahun 2070, agama Islam akan menjadi
agama dengan pemeluk terbesar di dunia. Saat itu pemeluk agama Islam melampaui
tak hanya agama Kristen namun juga melebihi populasi mereka yang tak percaya
agama.
Karena Muslim akan
menjadi mayoritas di dunia, dengan sendirinya baik dan buruk peradaban Islam
akan semakin mempengaruhi peradaban dunia. Akankah warga dunia, termasuk anak
dan cucu kita, mewarisi sebuah peradaban yang semakin cemerlang dan damai? Atau
sebaliknya? Ini juga akan semakin dipengaruhi oleh bagaimana peradaban Islam
tumbuh dan berkembang.
Enam Indikator
Bagaimanakah wajah
peradaban Islam masa kini? Berdasarkan enam indikator yang terukur, kultur
Islam bukan lagi peradaban yang unggul. Enam indikator ini diukur oleh berbagai
lembara riset terkemuka. Data ini juga memberikan informasi mengenai wajah
komunitas Muslim jika dibandingkan dengan sisa dunia.
Dalam tulisan ini,
indikator kekuatan ekonomi diukur oleh International Monetary Fund (IMF)
berdasarkan GDP nominal, di tahun 2014. Indikator politik dengan indeks
demokrasi diukur oleh Economist Inteligence Unit, 2014. Indikator kultural
berupa sumbangan pada ilmu pengetahuan diukur oleh banyak lembaga dan dirumuskan
dalam sebuah laporan di the New Atlantis, 2011.
Indikator kondisi mental populasinya dengan indeks happiness diukur oleh
United Nations Sustainable Development (UNSD), 2013. Indikator penerimaan atas
keberagaman dan toleransi diukur oleh Pew Research Center, 2009. Indikator
Islamicity diukur oleh George Washington University, 2011.
Pertama, dari sisi
kekuatan ekonomi (GDP nominal sebuah negara), negara yang mayoritas populasinya
Muslim bukan kekuatan utama dunia. Negara yang populasi mayoritas Muslim paling tinggi ada di urutan ke 16
(Indonesia), 18 (Turki), dan 19 (Saudi
Arabia).
Negara terbesar di
dunia dari sisi kekuatan ekonomi dari rangking 1 sampai 15 datang dari aneka
benua dan kultur. Di antaranya termasuk negara Amerika Serikat, China, Jepang,
German, Brazil dan Australia.3 Negara yang mayoritasnya Muslim tak ada satupun
yang bertengger di 15 besar dunia.
Kedua, dari sisi
politik, diukur dari indeks demokrasi, negara yang mayoritasnya Muslim juga ada
di urutan papan tengah dan belakang. Urutan 1-48 adalah negara barat, seperti
Norwegia, Swedia, Amerika Serikat. Juga termasuk dalam list itu aneka negara di
Asia: Jepang, Korea Selatan. Ada juga negara dari Amerika Latin: Brazil, Chili,
Portugal. Bahkan ada juga negara di Asia Tenggara: Timor Leste.
Negara yang mayoritas
populasinya muslim yang ada di urutan tertingi untuk kualitas demokrasi adalah
Indonesia (rangking 49), Malaysia (65) dan Mali (83). Tak hanya ekonomi, tapi
juga diukur secara politik dari indeks demokrasi, negara yang mayoritas populasinya
Muslim jauh tertinggal.
Ketiga, dari sisi
sumbangan kepada ilmu pengetahuan, peradaban Muslim juga jauh di belakang.
Rata-rata di negara muslim hanya memiliki sembilan scientists, engineers dan
technicians per-seribu populasi. Sementara rata-rata dunia memiliki 41 orang.
Dari sisi jumlah profesional yang bergerak di dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi, rata-rata dunia memiliki hampir lima kali lipat dibandingkan
rata-rata negara muslim.
Dari total 1,6 milyar
penganutnya, komunitas Muslim hanya menyumbangkan dua penerima hadiah nobel.
Dari 46 negara Muslim hanya menyumbang 1 persen saja kepada literatur dunia.
Total keseluruhan 46 negara Muslim itu bahkan kalah dibandingkan sumbangan
negara India sendiri. Bahkan total 46 negara Muslim itu kalah juga dengan
negara Spanyal sendiri.
Dari tahun 1980-2000,
9 negara Arab hanya mendaftarkan 370 hak paten penemuannya. Sementara hanya
Korea Selatan sendiri, dalam periode yang sama mendaftarkan hak paten sebanyak
16.328, hampir 50 kali lebih banyak dibandingkan 9 negara Arab.
Keempat, diukur dari
sisi kebahagian populasi yang hidup di sebuah negara, negara mayoritas
populasinya Muslim juga tidak unggul.
Rangking tertinggi 1-19 negara yang populasinya paling bahagia di dunia
berasal dari aneka benua dan aneka kultur. Namun negara itu tidak dari
peradaban Islam. Negara dengan rangking kebahagian populasi tertinggi umumnya
di eropa, terutama di aneka negara seperti Swiss, Denmark. Terdapat juga negara
Amerika Latin: Brazil, dan Australia.
Negara yang mayoritas
populasinya Muslim, yang memiliki tingkat indeks kebahagian tertinggi adalah
Emirat Arab (rangking 20), Oman (22), dan Qatar (28). Indonesia terperosok jauh
ke rangking 76.
Kelima, diukur dari
praktek kebebasan agama, gabugan indeks pembatasan pemerintah dan permusuhan
masyarakat satu sama lain, hasilnya tak jauh berbeda. Negara yang paling bebas
dan menerima keberagama datang dari aneka benua dan kultur, seperti Brazil,
Afrika Selatan, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris. Negara yang
mayoritasnya muslim berada di papan tengah bahkan bawah. Termasuk negara yang
dinilai terburuk kebebasan beragama dan toleransinya adalah Pakistan, Iran,
Mesir dan Indonesia sendiri.
Keenam, diukur dari
nilai keislaman sendiri, negara mayoritas Muslim juga tidak utama. George
Washington University mengembangkan Islamicity indeks berdasarkan 113 variabel
mengenai nilai yang dianjurkan AL-QURAN. Aneka variabel ini sudah merangkum
nilai ekonomi, hukum, politik ataupun kebaikan secara umum.
Hasilnya, negara yang
paling islami, yang paling mempraktekkan anjuran nilai Islam, rangking 1- 32
justru bukan negara yang mayoritasnya Islam. Daftar negara dengan islamicity
Indeks terbaik justru negara Eropa seperti Ireland, Denmark, Kanada, Portugal.
Masuk juga dalam list terbaik itu negara dari benua dan kultur lain seperti
Israel dan Singapura.
Negara mayoritas
Muslim yang tertinggi islamicty indeksnya adalah Malaysia (rangking 33), Kuwait
(42), dan Saudi Arabia (91). Negara Indonesia terpuruk ke rangking 140. Dari
enam indikator yang terukur itu, peradaban Islam bukan saja tak unggul. Namun
untuk kasus penerimaan kepada demokrasi dan hak asasi manusia seperti kebebasan
agama, komunitas Islam sangat tertinggal. Bahkan di beberapa wilayah, komunitas
Islam justru unggul dari sisi buruknya seperti kekerasan dan konflik yang
tinggi.
Dengan kualitas
peradaban seperti itu, kawasan Muslim tidak menjadi bagian dari solusi, tapi
bagian dari problem. Bertambah banyaknya penganut Islam berarti semakin tak
nyamannya peradaban. Apalagi jika Muslim menjadi komunitas agama terbesar di
dunia di tahun 2070.
Apa yang salah? What
went wrong?
Ikhtiar
Sejarah menunjukkan
bahwa Islam pernah menjadi penerang dan puncak peradaban dunia. Itu terjadi di
abad 9 - 13, justru ketika dunia barat
masih dalam era kegelapan dan jahiliyah. Pusat ilmu dan riset justru berpusat
di wilayah yang mayoritas populasinya Muslim. Itu adalah era ketika peradaban
Islam justru bersinerji Fakta sejarah di abad itu membuktikan bahwa agama Islam
juga bisa terdepan, menjadi sumbu utama kemajuan peradaban. Yaitu ketika Islam
dipraktekkan dengan interpretasi tertentu. Jika ada masalah dengan Islam
berarti itu problem dengan interpretasi Islam, bukan dengan agama Islam itu an
sich. Solusi terhadap ketertinggalan Islam dengan sendirinya adalah
reinterpretasi Islam.
Walau Islam itu satu,
sebagaimana agama besar lain, namun Islam dalam sejarah sudah dipraktekkan
dengan aneka pemahaman, yang sangat liberal sampai yang sangat konservatif.
Sejarah agama pada dasarnya adalah sejarah interpretasi agama.
Islam yang tumbuh di
Arab Saudi misalnya sangat berbeda dengan Islam yang tumbuh di Amerika Serikat
walau penganutnya mengklaim bersumber pada AlQuran yang sama. Cukup dilihat
satu isu saja soal paham atas peran wanita di dunia wilayah itu.
Di Arab Saudi, ada
aturan wanita dilarang mengemudikan mobil sendirian.10 Larangan ini didukung
oleh kesepakatan ulama. Ini kebijakan pemerintah Arab Saudi yang mendasarkan
segala hal kepada Quran dan Hadits melalui penafsiran ulamanya.
Sebaliknya di
Amerika, peran wanita begitu liberalnya bahkan melampaui apa yang dibayangkan
feminis modern. Muslim Progresive Values misalnya mempraktekkan persamaan hak
wanita untuk juga menjadi Iman Sholat bagi seluruh jamaah, termasuk laki-laki.
Di Amerika Serikat sudah berkali-kali dipraktekkan wanita memimpin sholat di
masjid yang juga dihadiri jemaah lelaki.
Di era yang sama, di
era digital seperti sekarang, di
kalangan penganut Islam yang sama, kita melihat dua komunitas mempraktekan
Islam dengan nilai yang sangat berbeda. Di Arab Saudi, wanita dilarang
mengemudi mobil sendirian. Di Amerika Serikat, wanita menjadi iman sholat untuk
jemaah yang juga ada lelaki di dalamnya.
Islam adalah satu
jika mengacu pada sumber rujukannya: Al-Quran. Namun ketika Islam masuk ke
dalam sejarah kongkret, dengan aneka keberagaman kultur, dengan aneka level
kesadaran, dengan aneka kepentingan, maka ada banyak Islam. Lebih tepatnya ada banyak tafsir dan
interpretasi Islam, mulai dari yang paling kaku dan konservatif hingga kepada
yang paling liberal dan progresif.
Maka Islam Nusantara adalah
bagian dari interpretasi Islam yang progresif itu. Ia menampilkan kembali
essesial teaching atau nilai dasar Islam yang lebih modern. Di abad
keemasannya, Islam bersinerji dengan peradaban Yunani. Kini dalam konsep Islam
Nusantara, Islam ingin disinerjikan dengan prinsip ilmu pengetahuan, hak asasi
manusia, demokrasi dan pancasila.
Lima Nilai Dasar
Islam Nusantara
Pertama, Kami memahami Muslim sebagai
identitas kolektif atas siapapun yang menganggap dirinya Muslim yang meyakini
Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul
(utusan) Allah Swt, terlepas dari perbedaan tafsir atas agama Islam.
Mengenai perbedaan tafsir itu, kami berpandangan biarlah itu urusan individu
yang bersangkutan dengan Tuhannya, yang tak patut diintervensi oleh
negara atau pihak lain.
Kedua, Kami memperjuangankan nilai
esensial Islam yang tidak mendiskriminasi manusia baik atas dasar suku, gender,
ras, disabilitas, paham agama, dan sebagainya. Kami menolak segala bentuk
kebencian baik yang berwujud ucapan (hate speech), tulisan dan tindakan
terhadap suku, gender, ras, disabilitas, agama, aliran, paham keagamaan apapun,
karena bertentangan dengan nilai-nilai esensial Islam.
Ketiga, Berbagai hal yang bertentangan
dengan prinsip hak-hak asasi manusia (HAM) maka potensial bertentangan pula
dengan nilai-nilai esensial Islam yang kami yakini.
Keempat, Berbagai hal yang bertentangan
dengan prinsipprinsip demokrasi dan kearifan lokal di Nusantara, maka potensial
bertentangan pula dengan nilai-nilai esensial Islam yang kami yakini.
Kelima, Berbagai hal yang bertentangan
dengan Pancasila dan pilar-pilar keindonesiaan, maka potensial bertentangan
pula dengan nilai-nilai esensial Islam yang kami yakini.
Dikutip dari buku Islam
Kita Islam Nusantara.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring
(offline) pdf pada link di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar