![]() |
Sumber gambar: billionairecoach.co.id |
Mengenal F.R.
Ramsey
Seri Filsafat
Analitik menerbitkan terjemahan salah satu artikel yang ditulis oleh Frank Plumpton
Ramsey (22 February 1903 – 19 January 1930). Dia adalah seorang matematikawan
yang, meskipun hanya hidup selama 26 tahun, kontribusi pentingnya tidak hanya
dalam bidang matematika, tetapi juga dalam bidang filsafat dan ekonomi. Dia juga
termasuk teman dekat Ludwig Wittgenstein, dan menerjemahkan Tractatus
Logico-Philosophicus ke dalam Bahasa Inggris. “Fakta dan Proposisi” (1927)
adalah artikel penting Ramsey dalam teori konten pengetahuan dan teori
kebenaran di luar “Kebenaran dan Probabilitas” (1926).
Terbit pertama kali dalam
Suplementary Volume VII Proceedings of the Aristotelian Society, “Fakta
dan Proposisi” berargumen bahwa masalah kebenaran tidak lebih dari kekacauan
linguistik yang muncul karena ketidakmampuan bahasa sehari-hari untuk
mengekspresikan kebenaran sehingga, karenanya, diperlukan pendekatan pragmatis
untuk menjelaskan sikap meyakini dan makna ucapan dengan selalu merujuk ke
peran kausal dari sikap tersebut. Dua gagasan inti tersebut, meskipun mendapat
kritik serius dari G.E. Moore, terutama dalam posisi Ramsey yang dianggap cukup
naif tentang acuan proposisional, berhasil menginspirasi teori kebenaran
redundansi yang di kemudian hari dipegang oleh A. J. Ayer dan W.V.O Quine, dan
teori semantik sukses yang saat ini dikembangkan oleh D.H. Mellor.
Pengantar Fakta
dan Proposisi
MASALAH yang saya
ajukan untuk dipecahkan adalah analisis logis terhadap apa yang disebut dengan
istilah putusan (judgement), keyakinan (belief), dan pernyataan (assertion).
Semisal, pada saat ini saya mengatakan bahwa Caesar dibunuh; maka, berdasarkan
fakta tersebut, kita wajar untuk memisahkan, di satu sisi, pikiran saya, atau
keadaan mental saya saat ini, atau kata-kata atau gambaran dalam pikiran saya, yang
akan kita sebut faktor-faktor mental, dan, di sisi lain, Caesar atau pembunuhan
Caesar, atau Caesar dan pembunuhan, atau proposisi Caesar dibunuh, atau fakta
bahwa Caesar dibunuh, yang akan kita sebut faktor-faktor objektif.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah pertanyaan terkait hakikat
dua himpunan faktor-faktor tersebut dan hakikat relasi di antara keduanya,
pembedaan fundamental di antara elemen-elemen ini nyaris tidak pernah
dipertanyakan. Mari kita mulai dari faktor-faktor objektif; pandangan paling
sederhana adalah hanya terdapat satu faktor, satu proposisi, yang mungkin dapat
benar atau salah, kebenaran dan kesalahan menjadi atribut yang tidak dapat
dianalisis. Pandangan ini pernah dipercayai oleh Tuan Russell, dan di dalam
esainya, “Tentang Hakikat Kebenaran dan Kesalahan,” dia menjelaskan mengapa dia
meninggalkan pandangan tersebut. Secara singkat, alasannya adalah karena
ketidakmungkinan eksistensi objek-objek seperti “bahwa Caesar mati di
ranjangnya,” yang dapat digambarkan sebagai kesalahan objektif, dan hakikat
misterius dari perbedaan, yang dalam teori ini, antara kebenaran dan kesalahan.
Oleh karena itu, Tuan Russell menyimpulkan bahwa sebuah putusan tidak memiliki
objek tunggal, tetapi relasi berlipat antara faktor pikiran atau mental dan
objek yang banyak, yang dapat kita sebut sebagai konstituen proposisi yang
diputuskan (constituents of the proposition judged).
Namun, terdapat
pandangan alternatif untuk mempertahankan bahwa sebuah putusan memiliki objek tunggal,
yang sebaiknya dipertimbangkan dahulu sebelum kita pergi terlalu jauh. Dalam
esai yang disebutkan di atas, tuan Russell menyatakan bahwa persepsi, yang
berbeda dengan putusan yang dia anggap tidak bisa salah, memiliki objek
tunggal, semisal sebuah objek kompleks “pisau-di-sebelah-kiri-buku.” Objek
kompleks ini, saya pikir, dapat diidentifikasi dengan apa yang disebut banyak
orang (dan juga tuan Russell sekarang) sebagai fakta bahwa pisau tersebut
berada di sebelah kiri buku; semisal, kita dapat mengatakan bahwa kita
memersepsi fakta ini. Dan karena kita dapat membentuk sebuah frase koresponden
(corresponding phrase) yang dimulai dengan kata “fakta bahwa” dan
berbicara tentang fakta bahwa Caesar tidak mati di kasurnya, dengan
pertimbangan kita mengambil proposisi Caesar tidak mati di kasurnya, tuan
Russell juga menganggap bahwa setiap proposisi yang benar memiliki
korespondensi dengan sebuah objek kompleks.
Meskipun tuan Russell
berpendapat bahwa objek persepsi adalah sebuah fakta, pada kasus putusan,
kemungkinan kesalahan (the possibility of error) membuat pandangan
tersebut tidak dapat dipertahankan, karena objek putusan bahwa Caesar mati di
kasurnya itu tidak mungkin fakta bahwa dia mati di kasurnya, karena memang
fakta tersebut tidak pernah ada. Namun, jelas bahwa kesulitan tentang adanya
kemungkinan kesalahan ini dapat dihilangkan dengan mempostulatkan, dalam kasus
putusan, dua relasi yang berbeda, yakni antara faktor-faktor mental dan fakta,
bahwa yang satu muncul dalam putusan yang benar, dan yang lainnya muncul dalam
putusan yang salah. Dengan demikian, meskipun putusan bahwa Caesar dibunuh dan
putusan bahwa Caesar tidak dibunuh mungkin memiliki objek yang sama, yaitu
fakta bahwa Caesar dibunuh, relasi antara faktor mental dan objek tersebut
berbeda. Inilah mengapa dalam Analisis Budi, tuan Russell berbicara tentang
keyakinan entah sebagai penunjuk (pointing towards) atau penjauh (pointing
away from) fakta. Namun demikian, menurut saya, pandangan-pandangan
tersebut, entah tentang putusan atau tentang persepsi, tidak akan memadai karena
sebuah alasan yang, jika tepat, akan menjadi sangat penting. Semisal, contoh
yang sederhana, persepsi, dan agar sesuai dengan argumen yang dibangun,
andaikan bahwa persepsi itu tidak dapat salah, kemudian pikirkan apakah “dia
mempersepsi bahwa pisau berada di sebelah kiri buku” dapat benar-benar
menyatakan relasi ganda (dual relation) antara seseorang dan sebuah
fakta. Anggap bahwa saya yang membuat pernyataan tersebut tidak dapat melihat
pisau dan buku yang sedang dinyatakan, bahwa pisau yang saya nyatakan ternyata
sebenarnya berada di sebelah kanan buku; tetapi karena sebuah ketelodaran saya
menganggap bahwa pisau tersebut berada di sebelah kiri dan juga menganggap
bahwa dia mempersepsinya ada di sebelah kiri, sehingga saya secara salah
menyatakan “dia mempersepsi bahwa pisau berada di sebelah kiri buku.” Dengan
demikian, meskipun pernyataan saya salah, pernyataan saya tetap signifikan dan
memiliki makna yang sama sebagaimana jika pernyataan tersebutbenar;
maknainitidakmungkin berarti terdapat relasi ganda antara seseorang dan sesuatu
(sebuah fakta) yang membuat “bahwa pisau berada di sebelah kiri buku” sebagai
nama, karena tidak pernah ada hal tersebut. Situasi ini mirip dengan pernyataan
dengan deskripsi; “Raja Prancis bijaksana” bukan tidak masuk akal, sehingga “Raja
Prancis,” sebagaimana ditunjukkan Tuan Russell, bukanlah nama, melainkan simbol
yang tidak lengkap, dan hal yang sama juga benar untuk “Raja Itali.” Dengan
begitu, “bahwa pisau berada di sebelah kiri buku,” entah pernyataan tersebut
benar atau salah, tidak dapat menjadi nama dari sebuah fakta.
Dikutip dari Pendahuluan
Buku Fakta dan Proposisi.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring
(offline) pdf pada link di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar