![]() |
Sumber gambar: islam.nu.or.id |
Berpuasa dan mengisi hari-hari bulan
Ramadhan dengan serangkaian amal ibadah; tarawih, tadarus, taklim, dan amal
ibadah lainya merupakan keinginan setiap orang yang jiwanya dibalut dengan iman
dan takwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Meski Ramadhan tahun ini sedikit
berbeda dengan Ramadhan sebelumnya karena pandemi Covid-19 tetapi antusias umat
Islam di Indonesia tampak tidak berkurang, bahkan bisa jadi tambah semangat
menjemput bulan penuh ampunan (maghfirah) ini.
Ada suatu karya menarik yang membahas
perihal puasa ramadhan secara khusus yakni Syekh Izzuddin bin Abdussalam (w. 660 H), dalam
karyanya berjudul Maqashidus Shiyam.
Profil Syekh Izzuddin bin Abdussalam
(w. 660 H)
Nama
lengkapnya adalah al-‘Allamah alSyaikh al-Imam al-Faqih al-Mujtahid Hujjatul
Islam, Syaikhul Islam Izzuddin Abu Muhammad Abdul Aziz ibn Abdussalam ibn Abu
alQasim ibn Hasan al-Sulami al-Dimasyqi alSyafi‘i. Ia lahir pada 577 Hijriah.
Beliau
belajar kepada beberapa ulama, di antaranya Ahmad al-Mawwazini, Barakat ibn Ibrahim
al-Khusyu‘i, al-Qasim ibn Asakir, Umar ibn Thabrazid, Hanbal ibn Abdullah, dan
beberapa guru yang lain.
Beliau
juga menjadi guru bagi banyak murid yang sebagiannya kemudian dikenal sebagai
ulama yang cukup masyhur, seperti al Dimyathi, Ibn Daqiq al-‘Id, Syihabuddin
ibn Farh, al-Yunaini, Ibn Bahram al-Halabi, dan lain-lain.
Beliau
memiliki riwayat panjang dalam tradisi ilmu dan ijtihad. Juga dikenal istiqamah
dalam memperjuangkan kebenaran dan jihad. Dikenal luas pada zamannya sebagai
salah satu ulama besar mazhab Syafi‘i. Juga dikenal teguh memerintahkan kepada
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Selain itu, dikenal pula sebagai alim
yang warak dan pemberani.
Al-Asnawi
mengatakan, “Syekh Izzuddin ibn Abdussalam adalah syekh Islam yang berilmu dan
mengamalkan ilmunya. Ia menganggap rendah kekuasaan dunia dan para penghamba
dunia. Ia juga bersikap tegas kepada para raja dan bangsawan pada zamannya.”
Berikut
ini beberapa karya tulisnya yang lain: Tafsîr al-Qur’ân—ringkasan atas al-Nukat
wa al-‘Uyûn karya al-Mawardi, Al-Jam‘ bayna al-Hâwi wa al-Nihâyah, Qawâ’id
al-Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm, Al-Qawâ‘id al-Shugrâ, Bidâyah al-Sûl fî Tafdhîl
al-Rasûl, Al-Alghâz fî al-Nahw, Amâlî al-‘Izz, Al-farq bayna al-Islâm wa
al-Imân, Ahkâm al-Jihâd wa Fadhlih, Al-Isyârah ilâ al-Îjâz fî Ba‘dhi Anwâ‘
alMajâz, Al-Anwâ‘, Bayânu Ahwâl al-Nâs Yawm al-Qiyâmah, Targhîb Ahl al-Islâm fî
Suknâ al-Syâm, Syarh Asmâ’ Allâh al-Husnâ, Al-Targhîb fî Shalât al-Raghâ’ib, Al-Radd
‘alâ al-Mubtadi‘ah wa al-Hasyawiyyah, Risâlah fî ‘Ilm al-Tawhîd, Risâlah fî
al-Quthb wa al-Ghawts wa alAbdal wa Ghayruhum, Syarh Hadîts lâ Dharara wa lâ
Dhirâra, Syarh Muntahâ al-Sûl wa al-Amal fî ‘Ilm al-Jadal wa al-Ushul, Milhah
al-I‘tiqâd, Al-Fatâwa al-Majmû‘ah, Al-Fatâwa al-Mishriyyah, Al-Fatâwa
al-Maushiliyyah, Fawâ’id al-Balwâ wa al-Mihan, Al-Fawâ’id fî Ikhtishâr
al-Maqâshid, Qashîdah min 33 Bait min Bahr al-Wâfir fî Madh al-Ka‘bah,
Mukhtashar Shahîh Muslim, Majlis fî Dzamm al-Hasyîsyah, Mukhtashar Majâz al-Qur’ân,
Maqâshid al-Ri‘âyah, Maqâshid al-Shalâh, Maqâshid al-Shiyâm, Manâsik al-Hajj,
Nubdzah Mufîdah fî Adâb al-Shuhbah, Washiyyah al-‘Izz Qabla Mawtihî.
Itulah
beberapa kitab yang ditulis al-‘Izz. Disebutkan bahwa pemuka para ulama ini
meninggal sebagai zahid pada 660 H. Sebagian riwayat lain menyebut 659 H di
kota alMahrusah. Jenazahnya dikuburkan di lembah gunung al-Muqaththam. Di
tempat itu ada pemakaman yang penjaganya tidak mengizinkan siapa pun dikuburkan
di sana kecuali dengan kuburan yang sederhana, tanpa dinding, tanpa hiasan, dan
bentuk kemegahan lainnya. Dengan begitu, sang zahid ini tetap menjadi zahid
hingga akhir hayatnya dan di kehidupan berikutnya. Semoga beliau mendapatkan
surga firdaus, kenikmatan yang paling nikmat, dan taman surga yang paling luas.
Kewajiban Berpuasa
Allah
Swt. berfirman,“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(al-Baqarah: 183). Artinya adalah agar kamu takut kepada neraka dengan
mengerjakan puasa, karena puasa merupakan sebab bagi pengampunan dosa yang
mengharuskan balasan neraka. Dalam Shahih Bukhari-Muslim diriwayatkan dari Nabi
saw. bahwa beliau bersabda,
“Islam dibangun di atas lima hal:
yaitu agar engkau menyembah Allah dan kufur kepada selain Allah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa bulan Ramadhan”. (H.R.
Bukhari [8], Muslim [16], Turmudzi [2609], dan Ahmad bin Hanbal [2/29])
Fadhilah Puasa
Puasa
mengandung beberapa faedah, seperti meninggikan derajat, menghapus kesalahan,
melemahkan syahwat, memperbanyak sedekah, meningkatkan ketaatan, syukur kepada
Allah Yang Maha Mengetahui segala yang tidak tampak, menjauhkan diri dari
bisikan maksiat dan menyimpang (dari syariat). Tentang manfaat meninggikan
derajat, Rasulullah saw. menegaskan:
“Apabila Ramadhan tiba, dibukalah
pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, serta setan-setan
dibelenggu”. (H.R. Bukhari [1799-1800], Muslim [1709], Ahmad [2/357], al-Nasa’i
[4/127])
Kemudian
berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang menceritakan dari Allah Swt,
“Setiap amal anak Adam adalah
untuknya, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang membalasnya.
Puasa adalah perisai, maka jika salah seorang dari kamu berpuasa, maka
janganlah ia berkata kotor pada hari itu dan bertengkar. Jik seseorang
mengumpat atau mengajaknya bertengkar, maka hendaklah ia berkata; ‘Sesungguhnya
aku adalah orang yang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Demi Dzat
yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh busuknya bau mulut orang yang berpuasa
adalah lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat dibanding bau minyak misik.
Orang yang berpuasa memiliki dua kegembiraan: jika berpuasa, ia bergembira
dengan bukanya. Dan ketika bertemu Tuhannya, ia bergembira dengan puasanya”.
(Hadits Qudsi, HR. Bukhari [1805], Muslim [1151], Ahmad [3/273], dan Abdur
Razzaq dalam al-Mushannaf [7891]).
“Setiap amal anak Adam itu
dilipatgandakan. Satu kebaikan mendapat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus
kali lipat.” Allah berfirman, “Kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan
Aku akan membalasnya. Dia tinggalkan syahwat dan makanan karena Aku.” (HR.
Muslim: 1151, Ibnu Majah: 1638, Ahmad: 2/443, dan al-Baihaqi: 4/273)
Puasa
mengandung beberapa faedah, seperti meninggikan derajat, menghapus kesalahan,
melemahkan syahwat, memperbanyak sedekah, meningkatkan ketaatan, syukur kepada
Allah Yang Maha Mengetahui segala yang tidak tampak, menjauhkan diri dari
bisikan maksiat dan menyimpang (dari syariat).
Dan
Beliau saw bersabda,
“Sesungguhnya di dalam surga terdapat
pintu yang disebut dengan ar-Rayyan, yang pada hari kiamat orang-orang yang
puasa akan masuk melaluinya dan tak seorangpun selain mereka masuk bersama
mereka. Dikatakan: manakah orang-orang yang puasa? Merekapun masuk melalui
pintu itu. Dan setelah yang terakhir dari mereka masuk, pintu itupun ditutup
sehingga tak seorangpun masuk melalui pintu tersebut”. (HR. Bukhari, 1797,
Muslim, 1152, an-Nasa’i dalam Bab ash-Shiyam, 142 dan Ibnu Majah, 1640)
Dalam
riwayat lain disebutkan,
“Sesungguhnya di dalam surga terdapat
pintu yang disebut dengan ar-Rayyan, yang diserukan kepada orang-orang yang
puasa. Barangsiapa termasuk orang-orang yang puasa, maka ia memasuki pintu itu
dan barangsiapa memasukinya, maka tidak pernah haus selama-lamanya.” (HR.
Turmudzi: 765 dan ia mengatakan, “Hasanshahih-gharib, dan oleh an-Nasa’i dalam
bab ash-Shiyam: 4/168, serta Ibnu Adi dalam al-Kamil: 4/1612)
Rasulullah
saw. juga bersabda,
“Sesungguhnya orang yang berpuasa itu
didoakan oleh para malaikat ketika ada yang makan di sisinya sampai mereka
selesai.” (HR. Turmudzi: 785 dan ia mengatakan, “Hasan shahih.” Dan
diriwayatkan oleh Ahmad)
Yang
dimaksud dengan dibukanya pintu surga berarti memperbanyak taat yang
menyebabkan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu neraka berarti
sedikitnya maksiat yang menyebabkan ditutupnya pintu-pintu mereka.
Dibelenggunya setan berarti terputusnya bisikan setan terhadap orang-orang yang
puasa, karena mereka tidak bisa berharap agar orang-orang yang puasa mengikuti
ajakan mereka untuk berbuat maksiat. Tentang firman Allah Swt., “Setiap amal
anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku
yang membalasnya,” Allah menisbahkan puasa kepada-Nya sebagai bentuk kehormatan,
karena puasa tidak termasuki oleh riya, karena puasa adalah ibadah yang tidak
tampak, dan karena lapar dan haus tidak pernah digunakan untuk mendekatkan diri
kepada seorang pun di antara raja-raja di bumi. Tidak pula untuk mendekat
kepada berhala.
Firman
Allah, “Dan Aku yang membalasnya,” meskipun Dia-lah yang membalas semua
perbuatan taat, artinya adalah membesarkan balasan (pahala) puasa, karena
Dia-lah yang mengurus pencurahan balasan tersebut. Firman Allah, “Puasa adalah
perisai,” berarti puasa adalah penjaga dari azab Allah.
Kata
al-rafats (الرفث) berarti kata-kata
yang kotor, sedangkan al-sakhab (السخب)
berarti pertengkaran. Firman Allah, Hendaklah ia berkata: “Sesungguhnya aku
sedang berpuasa,” artinya ia mengingatkan diri sendiri bahwa dirinya sedang
berpuasa agar terhindar dari kekeliruan dan pertengkaran. Kemudian firman
Allah, “Sungguh busuknya bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di
sisi Allah pada hari kiamat dibanding bau minyak misik.” Dalam kalimat ini ada
kata yang dibuang. Perkiraannya: “Sungguh pahala bau busuk mulut orang yang
berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dibanding bau misik.” (Dikutip oleh
az-Zabidi dalam al-Ithaf, 4/191. Perbedaan yang terjadi antara ash-Shalah
dan al-Izz bin Abdus Salam adalah tentang apakah harumnya bau busuk itu di
dunia dan akhirat atau di akhirat saja? Ibnu Shalah mengikuti pendapat pertama,
sedangkan Ibnu Abdis Salam kepada pendapat kedua).
Dua
kegembiraan yang dimaksud: pertama, karena mendapat taufik untuk menunaikan
ibadah; kedua, karena balasan Allah saat Dia memberikan balasan.
Firman
Allah Swt.: “Dia tinggalkan syahwat dan makanan karena Aku.” Artinya, karena
dia mendahulukan taat kepada Tuhan daripada taat kepada diri sendiri, disertai
kuatnya syahwat dan hawa nafsu, maka Allah memberi pahala dengan mengurus
sendiri balasan itu. Barangsiapa mendahulukan Allah, Allah mendahulukan orang
itu, karena Allah memosisikan hamba di sisi-Nya sebagaimana si hamba
memosisikan Allah di hatinya. Karena itu, barangsiapa bermaksud melakukan
maksiat kemudian meninggalkannya karena takut kepada Allah maka Allah berfirman
kepada para malaikat pencatat amal,
“Catatlah perbuatan ini sebagai satu
kebaikan, karena ia tinggalkan syahwat tiada lain karena Aku.” (Musnad Imam
Ahmad, 2/42, 316 dan alBukhari, 7501)
Keistimewaan
masuk surga melalui pintu ar-Rayyan: mereka mendapat keistimewaan dengan pintu
tersebut karena keistimewaan dan kehormatan ibadah yang mereka kerjakan. Doa
malaikat untuk orang yang berpuasa jika ada orang yang makan di dekatnya,
karena ia tinggalkan makan padahal ada makanan di dekatnya, berarti
sungguh-sungguh mengekang nafsu. Karena itu, dia berhak mendapat doa para
malaikat. Shalawat malaikat itu berarti doa agar ia mendapat rahmat dan
ampunan.
Dikutip
dari Maqashidus Shiyam karya Syekh Izuddin bin Abdussalam (w. 660 H), Sulthanul
Ulama dan Penulis Syajaratul Ma’arif.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring
(offline) pdf pada link di bawah ini.