![]() |
Sumber gambar: mandiriamalinsani.or.id |
Perkembangan
institusi wakaf saat ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Islam di tanah
Nusantara. Wakaf, khususnya berupa wakaf
tanah, sudah ada dan dilakukan semenjak lahirnya komunitas-komunitas muslim di
beberapa daerah di Nusantara. Lembaga wakaf muncul bersamaan dengan lahirnya
masyarakat muslim sebagai sebuah komunitas keagamaan yang pada umumnya
memerlukan fasilitas-fasilitas peribadatan dan pendidikan untuk menjamin
kelangsungannya. Fasilitasfasilitas itu dapat terpenuhi dengan cara berwakaf, baik
berupa wakaf tanah, bangunan, maupun aset wakaf lainnya. Gambaran tentang
praktik wakaf di Indonesia dilukiskan, seperti fenomena Masjid sebagai sebuah
harta wakaf. Harta wakaf tersebut tidak boleh diperjualbelikan, digadaikan,
diwariskan, dan dihadiahkan. Hal ini, disebabkan masjid itu mempunyai sifat
wakaf yang abadi dan langgeng. Artinya, masjid itu selama-lamanya harus
digunakan untuk beribadah umat Islam. Sebuah Mesjid tidak boleh dibongkar
kecuali dengan tujuan pembongkaran dan tidak boleh dipindahkan. Jika ada sebuah
tempat yang memiliki masjid kemudian ditinggalkan oleh penduduknya sehingga
masjid itu tidak digunakan lagi untuk beribadah, maka dilarang juga untuk
dibongkar.
Fenomena
awal perkembangan perwakafan di Indonesia sebagaimana gambaran di atas masih
menguat hingga sekarang. Walaupun sudah mulai berkembang beberapa nazhir atau
lembaga pengelola wakaf yang ada, tetapi perkembangan wakaf saat ini terasa
tidak sebanding dan sangat kurang dengan harapan dan misi utama wakaf sendiri.
Harapan itu adalah dapat berkontribusi untuk pengembangan dan pemberdayaan
sosial ekonomi masyarakat. Setelah dikaji, ternyata ada beberapa masalah yang
dihadapi dalam pengembangan perwakafan di Indonesia saat ini, antara lain
adalah tentang pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf, pengelolaan dan
manajemen wakaf, serta keberadaan benda yang diwakafkan dan kelembagaan nazhir.
Problematika
pengembangan wakaf pertama, yaitu pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf.
Pada umumnya, masyarakat masih memahami hukum wakaf lebih bersifat tradisional,
baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf.
Memahami rukun wakaf bagi masyarakat sangat penting karena dengan memahami
rukun wakaf, masyarakat bisa mengetahui siapa yang boleh berwakaf, apa saja yang
boleh diwakafkan, untuk apa dan siapa wakaf diperuntukkan, bagaimana cara
berwakaf, dan siapa saja yang boleh menjadi nazhir, dan lain-lain. Pada saat ini, cukup banyak masyarakat yang
memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak,
seperti tanah, bangunan, dan lain-lainnya. Dengan demikian, peruntukannya sangat
terbatas, seperti untuk masjid, mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah,
dan sejenisnya. Masyarakat mewakafkan tanah mereka mayoritas untuk pembangunan
masjid karena masjid dianggap sebagai simbol untuk beribadah. Walaupun wakaf
untuk masjid penting. namun akan lebih bermanfaat jika wakaf mewakafkan
hartanya untuk hal-hal yang lebih produktif sehingga dapat dipergunakan untuk
memberdayakan ekonomi umat. Dengan demikian, wakaf yang ada hanya terfokus
untuk memenuhi kebutuhan peribadatan dan sangat sedikit wakaf yang berorientasi
untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat. Jika dilihat dari
sejarah wakaf pada masa lampau, baik yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. maupun
para sahabat, selain masjid, tempat belajar, cukup banyak harta wakaf berupa
kebun yang produktif yang hasilnya diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan.
Problematika
kedua dalam pengembangan wakaf adalah tentang tata kelola wakaf. Kelola wakaf
yang belum maksimal dan salah urus berdampak pada adanya harta wakaf yang
terlantar, bahkan ada harta wakaf yang hilang. Dampak tersebut disebabkan
antara lain wakaf tidak dikelola secara profesional dan produktif. Umat Islam (wakif)
pada umumnya hanya mewakafkan tanah atau bangunan sekolah saja sehingga kurang
memikirkan biaya operasional aset wakaf tersebut bahkan upaya untuk menciptakan
keuntungan dari kelola aset wakaf tersebut. Oleh karena itu, kajian mengenai
manajemen pengelolaan wakaf ini sangat penting dalam upaya untuk memberdayakan
sosial ekonomi umat.
Problematika
pengembangan wakaf yang ketiga adalah tentang eksistensi nazhir. Nazhir adalah
salah satu unsur penting dalam perwakafan. Berfungsi atau tidaknya intitusi
wakaf sangat tergantung pada kemampuan nazhir. Di beberapa negara yang telah
mengembangkan wakaf dengan profesional, wakaf dikelola oleh nazhir yang
profesional. Di Indonesia, pengelolaan wakaf masih dalam proses pengembangan
dan pada umumnya wakaf dikelola belum maksimal. Akibatnya, dalam berbagai kasus
ada sebagian nazhir yang kurang memegang amanah, sehingga mereka melakukan
penyimpangan dalam pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf, muncul sengketa
wakaf antara beberapa pihak dan kecurangan-kecurangan lainnya.
Paparan
dan penjelasan di atas dimaksudkan bahwa fenomena pengembangan dan pengelolaan
perwakafan di Indonesia masih banyak mengalami kendala mulai dari pemahaman
tentang hukum wakaf, kelembagaan nazhir, manajemen dan sebagainya.
Persoalan-persoalan penting dalam gambaran pengelolaan wakaf di atas tentu
membutuhkan perhatian dan penanganan serius. Selama penanganan problem wakaf
belum diatasi dengan baik, maka institusi wakaf tidak mampu memberikan
kemanfaatan bagi mauquf ‘alaih sebagaimana misi utamanya. Bahkan hal itu akan memberikan
kesulitan sendiri bagi nazhir sebagai pengelola wakaf. Karena itu, buku ini
berusaha mencari sumbangsih untuk mengurai permasalahan perwakafan dengan
mengambil bagian dari benang kusut problem perwakafan, yaitu hukum wakaf dan
manajemen atau tata kelola wakaf.
Meskipun
demikian, di sisi lain, potensi pengembangan institusi wakaf di Indonesia
sangat besar. Hal ini terlihat dari data yang dihimpun Kementerian Agama RI
melalui Direktorat Pemberdayaan Wakaf tahun 2009. Jumlah tanah wakaf di
Indonesia mencapai 2.719.854.759,72 meter persegi (dua milyar tujuh ratus
sembilan belas juta delapan ratus lima puluh empat ribu tujuh ratus lima puluh
sembilan koma tujuh puluh dua meter persegi) atau 271.985 hektare (dua ratus
tujuh puluh satu ribu sembilan ratus delapan puluh lima hektare) yang tersebar
di 451.305 lokasi di seluruh Indonesia. Jumlah tanah wakaf di Indonesia yang
begitu besar juga dibarengi dengan sumber daya manusia (human capital)
yang sangat besar pula, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki
jumlah penduduk mayoritas muslim.
Belum
lagi adanya potensi wakaf bersumber dari donasi masyarakat yang disebut dengan
wakaf uang (cash waqf). Jenis wakaf ini membuka peluang besar bagi
penciptaan investasi dalam pe-ngelolaan wakaf yang hasilnya dapat dimanfaatkan
pada bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Wakaf jenis ini lebih
bernilai benefit daripada wakaf benda tak bergerak, seperti tanah. Jenis wakaf
ini dalam konteks kelembagaan dan perkembangan ekonomi syari’ah sejalan dengan
tumbuhnya model-model instrumen dan institusi ekonomi syari’ah, seperti Bank
Muamalah Indonesia (BMI), Bank Syari’ah Mandiri, Unit Usaha Syari’ah (UUS) yang
terdapat dalam perbankan konvensional, Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) Syariah dan
lembaga keuangan mikro syari’ah, seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan
lainnya.
Berkaitan
dengan aspek-aspek penting dalam perwakafan ini, maka sangat mendesak untuk
berupaya menata dan memberikan soluasi khususnya dalam aspek pemahaman dan
tatakelola wakaf tersebut. Banyak tantangan dan hambatan dalam mengembangkan
wakaf, seperti pemahaman hukum wakaf dalam masyarakat. Begitu juga dalam aspek
kelola wakaf baik dalam aspek menghimpun atau mengumpulkan harta wakaf dari
sumber-sumber masyarakat umum, aspek investasi atau produktivitas aset wakaf
yang diperoleh maupun dalam aspek pemberdayaan hasil-hasil wakaf. Karena itu
dibutuhkan usaha dan program yang tepat dalam mengembangkan wakaf, seperti
pengalaman beberapa nazhir di Indonesia yang terus mencoba mengembangkan wakaf
dengan berbagai model dan karakteristiknya.
Dikutip
dari pendahuluan buku Mengalirkan Manfaat Wakaf; Potret Perkembangan Hukum dan
Tata Kelola Wakaf di Indonesia.
Agar
Pembaca dapat mengulas tema di atas lebih dalam, kami lampirkan versi luring
(offline) beberapa pdf buku terkait pada link di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar