![]() |
Sumber gambar: magdalene.co |
“Bila
Sejarawan Mulai Membisu,
Hilanglah
Kebesaran Masa Depan Generasi Bangsa”
-
Ahmad Mansur Suryanegara -
PENULIS
dan Sejarawan Senior, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara penulis buku Api Sejarah setebal
584 halaman, sejarawan senior yang masih aktif berkarya. Usia beliau 74 tahun
dengan kalender Masehi dan dapat "bonus " tiga tahun bila memakai
kalender Hijriah.
Buku
Api Sejarah yang ditulis Ahmad Mansur Suryanegara (selanjutnya disingkat AMS)
sangat menarik untuk diperdebatkan. Perdebatan yang pertama tentu tentang
sumber yang dipakai (kritik sumber jelas sesuatu yang mesti dilakukan sejarawan
dalam bekerja) dan kedua tentang perspektif yang digunakan. Beberapa topik
dalam buku ini sudah pernah muncul dalam buku Menemukan Sejarah, Wacana
Pergerakan Islam di Indonesia, 1995.
Buku
AMS menggunakan sumber sekunder. Tentu sejarawan tidak mengambil kesimpulan
dari sebuah sumber saja, apalagi sumber yang tidak jelas. AMS menyatakan bahwa
Sisingamangaraja XII beragama Islam dengan mengutip seseorang bernama Sukatulis
yang terbit tahun 1907. Siapa Sukatulis, apa judul buku karya dia, tidak
diperoleh informasi sedikitpun pada buku AMS, baik yang sekarang maupun yang
terdahulu.
Di
dalam karya AMS terkesan ia mencoba menggambarkan seorang tokoh yang dipilihnya
secara "lebih islami " seperti halnya Kartini. Dalam pembacaan saya
selama ini, Kartini adalah seorang perempuan Jawa beragama Islam secara
abangan. Tentu saja boleh hal ini dilakukan sepanjang sumber yang digunakan
memang sahih dan akurat. Saya sudah pernah membandingkan tulisan AMS dengan
opini penulis Kristen Protestan, Katolik, Buddha dan Komunis yang masing-masing
memperebutkan "agama " Kartini.
Pada
buku Api Sejarah dalam uraian tentang suatu peristiwa ditemukan padanan
penanggalan tahun Masehi dengan tahun Hijrah. Kalau akan dihafalkan oleh siswa
jelas itu menambahkan kerepotan.
Bahwasanya
agama Islam yang masuk ke Indonesia langsung dari Arab atau melalui Persia,
India (Gujarat), dan Cina, menurut hemat saya, semuanya mungkin benar dan
melalui perkembangan waktu yang panjang (bersamaan atau tidak bersamaan). Di
dalam buku Menemukan Sejarah dikemukan tiga teori tentang masuknya Islam ke
tanah air, tetapi pada buku Api Sejarah, teori itu sudah bertambah menjadi
empat, baguslah. Hanya perlu dibedakan, kalau kita ingin menentukan tanggal
atau periode masuknya Islam ke nusantara, pengertian tentang a. datang (de
komst), b. diterima (receptie), c. berkembang (uitbreiding). Datang (terdapat
bekas Islam di suatu tempat), diterima dan berkembang (sudah ada masjid),
muncul sebagai kekuatan politik (sultan memerintah). Penyebaran dan penerimaan
agama Islam itu terkait pula dengan berbagai motif (ekonomi, religius, dan
politis).
Buku
ini terdiri atas empat bab yaitu 1. Pengaruh Kebangkitan Islam di Indonesia, 2.
Masuk dan Perkembangan Agama Islam di Nusantara Indonesia, 3. Peran Kekuasaan
Politik Islam Melawan Imperialisme Barat, dan 4. Peran Ulama dalam Gerakan Kebangkitan
Kesadaran Nasional (1900-1942).
Menurut
pandangan saya, kedatangan dan pengaruh Islam di nusantara tidak terlepas dari
pengaruh luar yang sudah sebelum dan sesudahnya. Penduduk asli nusantara
menganut animisme sebelum kedatangan -- meminjam istilah Denys Lombard -- empat
nebula (mega budaya) yang berasal dari India (Hindu/Buddha), Arab (Islam), Cina
(Konghucu) dan Eropa (Kristen/Katolik). Keempat nebula ini berinteraksi dengan
warga dan budaya lokal di samping sesama megabudaya itu sendiri. Percampuran
keempat nebula misalnya dapat digambarkan pada seorang Jawa yang beragama Islam
dari kalangan ningrat berpendidikan Barat tetapi masih suka membakar kemenyan
atau menaruh sesajen bagi arwah leluhur.
Identitas
yang bersangkutan bagai kulit bawang yang setelah dikupas satu per satu
kelihatan penanda yang berbeda, paling luar yang tampak adalah pria berdasi
direktur bank yang pada kolom agama KTP tertulis Islam, memakai bahasa Jawa
kromo yang mengandung hierarkis itu di rumah dan percaya kepada kesaktian
kerisnya.
Identitas
berlapis adalah konsekuensi dari faktor globalisasi budaya yang memasuki
nusantara sejak berabad-abad silam. Itulah sebabnya dalam sejarah perkembangan
Islam di nusantara itu selalu ada upaya pada suatu kalangan untuk
"memurnikan " agama dan di pihak lain ada keinginan untuk
membaurkannya dengan unsur lokal.
Pelurusan sejarah Islam
Agama
Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian. Daripada menyerang atau
menjelekkan agama lain, kiranya lebih baik memperbaiki diri sendiri lebih
dahulu. Kalau Islam dipojokkan atau dijadikan kambing hitam, tentu kita harus
bereaksi bahkan melawan.
Pada
masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Benny Murdani ada upaya untuk
membesarkan bahaya "ekstrem kanan " (EKA) atau Islam radikal seperti
tergambar dalam Museum Waspada Purba Wiwesa yang diresmikan tahun 1987. Memang
ada kalangan muslim yang "keras " tetapi pada umumnya penganut Islam
di tanah air bersifat moderat. Saya menentang penyamaan Islam dengan terorisme
atau radikalisme.
Buku
Sintong Panjaitan yang baru terbit beberapa waktu lalu menyebutkan keberhasilan
melumpuhkan pembajak pesawat Garuda "Woyla " di Bangkok. Para
pembajak ini dikaitkan dengan kelompok keras Islam. Terdapat keanehan dalam
operasi Woyla yang dipimpin Sintong. Sebelum berangkat ke Bangkok mereka sempat
berlatih di bandar udara Kemayoran dengan menggunakan pesawat Garuda yang
sejenis. Setiba regu pembebas di Thailand mereka sekali lagi melakukan latihan
penyelamatan dengan memakai pesawat serupa di Pelabuhan Udara Don Muang.
Terlihat jelas bahwa ini mirip upacara bendera atau kegiatan kesenian, sebelum
"pertunjukan " yang sesungguhnya ditampilkan di pentas sudah
dilakukan dua kali geladi kotor dan geladi resik. Berapa orang pembajak yang
ditembak dan berapa yang masih hidup juga menjadi tanda tanya.
Kasus
Talangsari Lampung juga menjelekkan citra Islam. Beberapa buku yang ditulis
mengenai masalah tersebut terkesan "dipesan " oleh tokoh yang
ditengarai terlibat dalam penyerbuan bersenjata di desa tersebut. Ada buku yang
merupakan karya akademis mengenai kasus Usroh ini yang ditulis Abdul Syukur
pada pascasarjana UI. Buku ini diluncurkan oleh Kontras yang dipimpin almarhum
Munir. Juga perlu diluruskan uraian pada buku Sejarah Nasional Indonesia (edisi
pemutakhiran diterbitkan Balai Pustaka, 2008) yang jilid 6 disunting oleh Saleh
Djamhari yang menimpa umat Islam Tanjung Priok. Kasus ini dianggap sebagai
perbuatan radikalisme.
Jadi,
sebetulnya ada berbagai cara untuk meluruskan sejarah umat Islam di Indonesia.
Ahmad Mansur Suryanegara telah mencoba memetakan permasalahnya dalam puluhan
subbab yang ditulis belum lengkap. Tugas para sejarawan di Jawa Barat untuk
mengisinya secara utuh dengan menggunakan sumber yang sahih. Karena kita bisa
menemukan api sejarah apabila menggunakan sumber yang benar. Bila yang dipakai
sumber yang tidak jelas, yang dijumpai hanya abu sejarah.
Dikutip
dari Asvi Warman Adam, Ahli Peneliti Utama LIPI dalam lipi.go.id
Agar
pembaca dapat mengulas lebih dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan
versi luring (offline) pdf Api Sejarah di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar