![]() |
Sumber gambar: dintahripcileri.com |
Sebuah Biografi
Fazlur
Rahman dikenal sebagai sosok pemikir muslim yang sangat intens merumuskan
identitas Islam di tengah tantangan modernisme. Ia dilahirkan di daerah Hazara
yang terletak di sebelah barat Laut Pakistan pada tanggal 21 September 1919.
Ayahnya bernama Maulana Sahab ad-Din, seorang alim terkenal lulusan Doeband
yang sangat memperhatikan pendidikan anaknya. Terbukti pada usia 10 tahun,
Rahman telah menghafalkan al-Qur’an secara keseluruhan.
Rahman
dibesarkan dalam keluarga Muslim yang taat beragama dengan tradisi mazhab Hanafi,
sebuah mazhab sunni yang lebih bercorak rasional daripada mazhab sunni lainnya,
seperti mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Meskipun Rahman dibesarkan di
kalangan mazhab Hanafi, namun sejak berumur belasan tahun ia telah melepaskan
diri dari lingkup pemikiran yang sempit dalam batas mazhab sunni. Tidaklah
mengherankan jika pemikiran Rahman berkembang secara bebas karena di daerahnya
banyak pemikir bebas seperti Syah Waliyullah al-Dahlawi, Amir Ali, M. Iqbal dan
Sayyid Ahmad Khan.
Pendidikan
pertamanya dimulai dari madrasah tradisional di Deoban, kemudian Rahman
melanjutkan ke sekolah modern di Lahore pada 1933. Pendidikan tingginya
ditempuh di Departemen Ketimuran, jurusan Bahasa Arab, Punjab University, dan
selesai dengan gelar B.A. pada 1940. Kemudian dua tahun berikutnya pada tahun
1942, ia berhasil menyelesaikan Gelar Master di Departemen yang sama dan di
Universitas yang sama juga.
Empat
tahun kemudian, pada tahun 1946, Rahman berangkat ke Inggris untuk melanjutkan
studinya di Universitas Oxford di bawah bimbingan Prof. S. Van Bergh dan H.A.R.
Gibb. Ia menyelesaikan program Ph.D nya pada tahun 1949, dengan desertasi
tentang Ibnu Sina. Kemudian pada tahun 1951, desertasi tersebut diterbitkan
oleh Oxford University Press dengan judul Avecinnas Psychology dan pada tahun
1959 karya suntingan Rahman dari Kitab
An-Nafs karya Ibnu Sina diterbitkan oleh penerbit yang sama dengan
judul Avecinnas De Anima.
Adapun
karir mengajarnya dimulai pada tahun 1950 sebagai dosen studi Persia dan
filsafat Islam di Durham University, Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1958,
Rahman diangkat sebagai associate professor pada Institute of Islamic
Studies di McGill University di Montreal. Pada tahun 1961, Rahman diminta
menjadi profesor tamu pada Central Institute of Islamic Research oleh
Presiden Pakistan yaitu Ayub Khan. Tahun berikutnya, Rahman menjabat sebagai
direstur pusat studi tersebut sekaligus merangkap sebagai dewan Penasihat
Ideologi Islam.
Rahman
meninggal pada tanggal 26 Juli 1988, di Amerika Serikat pada usia 69 tahun.
Beliau meninggalkan banyak karya dalam bentuk tulisan, diantaranya: (1). Prophecy in Islam: Philosophy and
Ortodox, diterbitkan pertama kali pada tahun 1975 oleh State
University of NewYork, (2) Major
Themes of the Quran diterbitkan dalam edisi pertama pada tahun 1980
oleh Bibliotheca Islamica, Minneapolis, Chicago, (3) Islam and Modernity: Transformation
of an Intelectual Tradition diterbitkan oleh The University of
Chicago Press pada tahun 1982. 94 (4) Health
and Medicine in the Islamic Tradition: Change and Identity
diterbitkan pertama kali oleh Crossroad, New York pada tahun 1987. (5) Avecinna’s Psychology,
(6) Avecinna’s De Anima
(7) Phylosophy of Mulla
Sadra Shirazi, (8) Islamic
Methodology in History, (9)
Islam.
Diskusi Pemikiran
Pagi
itu (28/02), Laboratorium Studi Al-Qur’an dan Hadis (LSQH) UIN Sunan
Kalijaga bekerjasama dengan Penerbit Mizan menggelar sebuah diskusi buku Tema-tema
Pokok Al-Qur’an karya Fazlur Rahman, salah satu raksasa pemikir yang dimiliki
Islam. Tema-tema Pokok Al-Qur’an sendiri adalah buku yang diterjemahkan oleh
penerbit Mizan pada awal bulan Februari 2018 dari judul asli Major Themes of
The Qur’an. Bertempat di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta yang
disesaki ratusan mahasiswa yang tertarik mengikuti kajian pemikiran keislaman.
Diskusi
buku tersebut dipandu Lien Iffah Naf’atu Fina, M.Hum dengan menghadirkan Dr.
Haidar Bagir (pendiri Gerakan Islam Cinta), Dr. Moh. Nur Ichwan (Koor. Program
Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga) dan Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif
atau Buya Syafi’i (Profesor bidang filsafat yang juga murid Fazlur Rahman).
“Jika
kita membaca Major Themes of The Qur’an tanpa mengetahui penguasaan
Fazlur Rahman pada Ilmu-ilmu keislaman, kita bisa salah melihat ini sebagai
buku yang ditulis oleh seorang Kiai atau Ulama Tradisional,” ungkap Haidar.
Menurut
Haidar, jika ditelisik Rahman adalah sosok pemikir yang memulai karirnya dari
bidang Filsafat. Ibnu Sina dan Mulla Sadra adalah dua tokoh filsafat yang
ditekuni oleh Fazlur Rahman. Kendatipun filsafat memiliki pengaruh pada
pemikiran Fazlur Rahman, di sisi lain “Salafisme” Ibn Taimiyah juga memiliki
ruang yang mengisi Fazlur Rahman.
Lebih
lanjut, Haidar menjelaskan bahwa Major Themes of The Qur’an adalah salah
satu dari magnum opus Fazlur Rahman, selain Islam Methodology in
History. Selain itu, menurutnya “Tema-tema Pokok Al-Qur’an (Major Themes
of The Qur’an) adalah kristalisasi dari bekerjanya dua pengaruh yang saling
bertentangan, yaitu pengaruh filsafat dan pengaruh “salafisme” Ibn Taimiyah.
Bagi Haidar buku Major Themes of The Qur’an merupakan closure
dari pengembaraan keilmuan Fazlur Rahman.
Moch.
Nur Ichwan menelisik Fazlur Rahman dari sisi Hermeneutik. Menurutnya, Rahman
adalah orang pertama yang memperkenalkan hermeneutika dalam tradisi Islam,
mengadopsi istilahnya dan kemudian mengembangkannya. Rahman tertarik pada
Gadamer, Namun ia juga mengkritiknya karena too subjektif. Lalu, Rahman
mengambil jalan tengah dengan mengembangkan teorinya, double movement.
Double movement
milik Rahman, menurut Moch. Nur Ichwan sama halnya seperti qiyas , di mana
ideal moralnya tidak jauh beda dengan maqashid , yaitu untuk sebuah
kemaslahatan umat.
Syafii
Maarif menjadi narasumber pemungkas dalam diskusi, menuturkan perihal interaksi
dirinya dengan Fazlur Rahman antara tahun 1988-1992 di Universitas Chicago. Ada
banyak kengan dan ilmu yang Syafii dapat dari Rahman, satu di antaranya adalah
nasihat Rahman untuk menimbang segala sesuatau dengan al-Qur’an. ‘Apapun yang
anda baca, pikir dan renungkan timbang dengan al-Qur’an. Karena al-Qur’an
adalah hudan linnas dan furqon’ ujar Sayfii menirukan Rahman.
Menurut
Syafii, karya-karya Rahman tak bisa dibaca hanya sekali. Buku-buku dan tulisan
Rahman harus dibaca berulang-ulang kali untuk dapat memahaminya dengan baik.
Bukan saja karena materinya yang rumit, tapi juga bahasa Inggis yang digunakan
Rahman, menurut Syafii, canggih sekali.
Unifikasi Interpretasi Kitab Suci
Bagi
Rahman, bagian dari tugas untuk memahami pesan al-Qur’an sebagai suatu kesatuan
adalah mempelajarinya dengan sebuah latar belakang. Maksudnya adalah aktivitas
Nabi Muhammad SAW sendiri dan perjuangannya selama dua puluh tiga tahun dibawah
bimbingan al-Qur’an. Selanjutnya, ia menawarkan metode penafsiran yang
—menurutnya— tepat untuk menafsirkan al-Qur’an.
Dalam
artikelnya berjudul “Toward Reformulating the Methodology of Islamic Law:
Shaikh Yamani on Public Interest in Islamic Law” Rahman menyebut metode ini
dengan the systematic
interpretation method, kemudian dengan the correct method of interpreting the Quran (metode
yang tepat untuk menafsirkan al-Quran). Pada akhirnya, metode ini
disempurnakan dalam karyanya Islam
and Modernity: Transformation of an intellectual Tradition dengan
a double movement (suatu
gerakan ganda). Proses penafsiran yang Rahman tawarkan merupakan
gerakan ganda (double
movement), dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan
kembali lagi ke masa kini. Berikut ungkapannya:
“Proses penafsiran yang diusulkan di
sini terdiri dari suatu gerakan ganda, dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an
diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Al-Qur’an adalah respons ilahi,
melalui ingatan dan pikiran Nabi, kepada situasi moral sosial Arab pada masa
Nabi, khususnya kepada masalah-masalah masyarakat dagang masyarakat Makkah pada
masanya”.
Jadi,
menurut Rahman, al-Qur’an turun untuk menjawab problem-problem yang terjadi
pada masyarakat Arab, sehingga untuk mengkontekstualisasikannya pada masa kini
diperlukan pengetahuan historis yang menjadi latar belakang turunnya suatu
ayat. Tidak hanya itu, situasi Mekah sebelum Islam datang pun memerlukan
pemahaman yang mendalam. Di dalamnya juga mencakup perihal pranata-pranata
sosial, kehidupan ekonomis, dan hubungan-hubungan politik. Peran penting suku
Quraisy dan pengaruh kekuasaan dikalangan orang-orang Arab harus difahami.
Gerakan pertama dalam metode double
movement yang diusung Rahman sebagaimana pernyataannya:
“Gerakan pertama yang terdiri dari
dua langkah yaitu: pertama, orang harus memahami arti atau makna dari suatu
pernyataan dengan mengkaji situasi atau problem historis dimana pernyataan
al-Qur’an tersebut menjadi jawabannya. Sehingga akan menghasilkan pemahaman
makna al-Qur’an sebagai suatu keseluruhan di samping dalam batas-batas
ajaran-ajaran khusus yang merupakan respons terhadap situasi-situasi khusus.
Kedua, adalah menggeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan
menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan
moral-sosial umum yang dapat disaring dari ayat-ayat spesifik dalam sinaran
latar belakang sosio-historis dan rationes legis yang sering dinyatakan oleh
ayat sendiri. Yang harus diperhatikan selama langkah ini adalah ajaran
Al-Qur’an sebagai keseluruhan, sehingga setiap arti yang ditarik, setiap hukum
yang disimpulkan dan setiap tujuan yang dirumuskan koheren satu sama lain. Ini
sesuai dengan klaim Al-Qur’an sendiri bahwa ajarannya tidak mengandung
kontradiksi-dalam dan koheren secara keseluruhan. Langkah ini juga bisa dan
selayaknya dibantu oleh pelacakan terhadap pandangan-pandangan kaum muslim
awal. Menurut Rahman, sampai sekarang sedikit sekali usaha yang dilakukan untuk
memahami Al-Qur’an secara keseluruhan.”
Gerakan
pertama Rahman terdiri dari dua langkah, yakni memahami suatu ayat sesuai
dengan konteksnya pada masa al-Qur’an turun
(asbab al-nuzul), sehingga dengan hal ini akan dihasilkan
penafsiran yang obyektif. Dan selanjutnya hasil pemahaman tersebut
degeneralisasikan. Ia menggunakan konsep “al-ibrah
biumūm al-lafz lā bi khusūs al-sabab”. Selanjutnya mengenai gerakan
kedua, Rahman menyatakan:
“Sementara gerakan yang pertama mulai
dari hal-hal yang spesifik lalu ditarik menjadi prinsip-prinsip umum dan
nilai-nilai moral jangka panjang, maka gerakan kedua ditempuh dari prinsip umum
ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan ke dalam
kehidupan sekarang. Artinya, ajaran-ajaran yang bersifat umum harus ditubuhkan (embodied) dalam konteks
sosio-historis yang kongkrit di masa sekarang. Ini sekali lagi memerlukan adanya
kajian yang cermat atas situasi sekarang sehingga situasi sekarang bisa dinilai
dan dirubah sesuai dengan prioritas-prioritas moral tersebut. Apabila kedua
momen gerakan ini ditempuh secara mulus, maka perintah Al-Qur’an akan menjadi
hidup dan efektif kembali. Momen gerakan kedua ini juga berfungsi sebagai alat
koreksi terhadap momen pertama, yakni terhadap hasil-hasil dari penafsiran.
Apabila hasil-hasil pemahaman gagal diaplikasikan sekarang, maka tentunya telah
terjadi kegagalan baik dalam memahami Al-Qur’an maupun dalam memahami situasi
sekarang. Sebab, tidak mungkin bahwa sesuatu yang dulunya bisa dan
sungguh-sungguh telah direalisasikan ke dalam tatanan spesifik di masa lampau,
dalam konteks sekarang tidak bisa”.
Selanjutnya,
gerakan kedua harus bisa membaca situasi masa kini dengan cermat dan menerapkan
apa yang dihasilkan dalam gerakan pertama ke dalam situasi masa kini. Jika
hasil pemahaman gagal diterapkan, maka letak kesalahan bisa jadi pada gerakan
pertama dalam memahami al-Qur’an maupun dalam memahami situasi masa kini.
Dikutip
dari islami.co
Agar
pembaca dapat mengulas lebih jauh pembahasan di atas, maka kami lampirkan versi
luring (offline) pdf beberapa karya Fazlur Rahman di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar