![]() | |
Sumber gambar: tongkronganislami.net |
Mempunyai
nama lengkap Imam Al-Hafidz Syamsyuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin
Utsman bin Kimaz bin Abdullah At-Tarkimani, ulama ahli hadis ini kerap disapa
dengan Adz-Dzahabi. Nama Adz-Dzahabi sendiri berarti emas. Konon nama
tersebut didapat karena beliau adalah anak pengrajin emas dan ia sendiri pernah
berprofesi sebagai pengrajin emas. Berangkat dari hal ini, kemudian nama
Adz-Dzahabi lebih dikenal hingga sekarang daripada nama asli beliau. Di samping
itu, beliau memang pantas disebut dengan nama “Adz-Dzahabi” karena berharganya
ilmu dan jasa beliau selama hidup, bahkan melebihi berharganya “emas”.
Ia
lahir pada bulan Rabiul Akhir 673 H/1274 M di Kafarbatna, sebuah desa yang
terletak di dataran padang hijau Damaskus. Keluarganya berasal dari
Turkmenistan yang secara kewalian mengikuti kabilah Bani Tamim dan mereka
menetap di kota Mayyafarqin dari daerah Bani Bakar. Al Dzahabi, salah satu
murid Ibn Taimiyah, adalah seorang sejarawan agung, periwayat sanad Al Qur’an,
dan pakar ilmu Hadits terkemuka. Kepakaran al Dzahabi terutama dalam ilmu
rijal, yaitu pengenalan yang kritis dan mendalam terhadap biografi rawi Hadits
Adz-Dzahabi
tumbuh di tengah keluarga yang cinta ilmu dan agama. Ayahnya bernama Ahmad bin
‘Ustman, seorang yang pernah mempelajari kitab Shahih Bukhari pada tahun
666 H dari Miqdad bin Hibbatillah Al-Qaysi.
Pencarian
ilmunya dimulai sejak usia dini, ketika berusia 18 tahun beliau menekankan
perhatian pada ilmu-ilmu al-Quran dan Hadist Nabawi. Semangat beliau dalam
mencari ilmu sangatlah tinggi, beliau menempuh perjalanan ke Syam, Mesir, dan
Hijaz guna mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri tersebut. Beliau
juga memiliki Mu’jam Asy-Syuyukh (daftar guru-guru) yang jumlahnya mencapai
3000-an ulama. Dari seluruh ulama tersebut, setidaknya ada tiga ulama yang
banyak memberikan pengaruh terhadap kepribadian Adz-Dzahabi.
Pertama,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang ditempatkan paling awal dari
deretan guru-guru yang memberikan ijazah dalam kitab Mu’jam Asy-Syuyukh.
Sebagaimana ungkapan kegagumannya, “Ibnu Taimiyah lebih agung jika aku yang
menyifatinya, seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka sungguh
aku akan bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak
demi Allah, bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal
keilmuan”.
Kedua,
Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Abdurman Al-Mizzi rahimahullah, sebagaimana
ungkapan beliau, “Al-Mizzi adalah sandaran kami jika kami menemui
masalah-masalah yang musykil.”
Ketiga,
Al-Hafizh Alamuddin Abdul Qasim bin Muhammad Al-Birzali rahimahullah, beliaulah
yang memberinya semangat untuk mempelajari ilmu hadis, sampai Adz-Dzahabi
mengungkapkan: “Al-Birzali-lah yang menjadikanku mencintai ilmu hadits.”
Selain
tiga ulama tersebut, ada juga para ulama lain yang menjadi guru Adz-Dzahabi,
yaitu: Umar bin Qawwas, Ahmad bin Hibatullah bin Asakir, Yusuf bin Ahmad
Al-Ghasuli, Abdul Khaliq bin Ulwan, Zainab bintu Umar bin Kindi, Al-Abuqi, Isa
bin Abdul Mun’im bin Syihab, Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu Muhammad Ad-Dimyathi, Abul
Abbas Azh-Zhahiri, Ali bin Ahmad Al-Gharrafi, Yahya bin ahmad Ash-Shawwaf,
At-Tauzari.
Di
akhir hayatnya Adz-Dzahabi mendapat cobaan, yakni tujuh tahun mengalami
kebutaan. Beliau wafat malam Senin 3 Dzulqa’dah 748 H/ 1348 M, di makamkan di
Bab ash-Shaghir, sebuah tempat yang berada di Damaskus. Beliau meninggalkan
banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu, yaitu: Al-‘Uluw Lil ‘Aliyyil
Ghaffar, Tarikhul Islam, Siyar A’lamin Nubala’, Mukhtashar Tahdzibil Kamal,
Mizanul I’tidal Fi Naqdir Rijal, Thabaqatul Huffazh, Al-Kasyif Fi Man Lahu
Riwayah Fil Kutubis Sittah, Mukhtashar Sunan Al-Baihaqi.
Selain
itu, beliau juga menulis Halaqatul Badr Fi ‘Adadi Ahli Badr, Thabaqatul
Qurra’, Naba’u Dajjal, Tahdzibut Tahdzib, Tanqih Ahaditsit Ta’liq, Muqtana Fi
Al-Kuna, Al-Mughni Fi Adh-Dhu’afa’, Al-‘Ibar Fi Khabari Man Ghabar, Talkhish Al-Mustadrak,
Ikhtishar Tarikhil Kathib, Al-Kaba’ir Tahrimul Adbar, Tauqif Ahli Taufiq Fi
Manaqibi Ash-Shiddiq, Ni’mas Samar Fi Manaqib ‘Umar, At-Tibyan Fi Manaqib
‘Utsman, Fathul Mathalib Fi Akhaar Ali Bin Abi Thalib, Ma Ba’dal Maut,
Ikhtishar Kitabil Qadar Lil Baihaqi, Nafdhul Ja’bah Fi Akhbari Syu’bah.
Para
muhaddisin pun telah mengakui perihal kelebihan dan keutamaan ilmunya,
sebagaimana ungkapan Ibnu Hajjar al-Asqalani, “saya meminum air zam-zam dengan
bertujuan untuk naik pada derajatnya Adz-dzahabi di dalam kelebihan
hafalannya.”
Imam
As-suyuti dalam kitab thobaqotul huffadz menyatakan, “sesungguhnya para
ahli hadis zaman sekarang, mengambil rujukan mengenai ilmu bidang hadis seperti
ilmu rijal dan lainnya kepada empat imam yakni Imam Al-mizzi, Al-Iroqi,
Adz-Dzahabi, dan Ibnu Hajjar”.
Wallahu
A’lam.
Dikutip
dari islami.co
Agar
pembaca dapat mengulas lebih dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan
versi luring (offline) pdf Kitab karangan Adz Dzahaby di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar