![]() |
Sumber gambar: kompasiana.com |
Buku-buku
tentang terorisme sudah banyak yang diterbitkan. Berbagai analisis dikemukakan
dalam buku-buku yang sudah diterbitkan. Namun buku yang satu ini mempunyai sisi
menarik, karena merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian yang mengambil fokus tentang Organisasi
Islam Radikal di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dilakukan dengan
mengkombinasikan dua pendekatan, kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan
kuantitatif dengan metoda survai dilakukan di dua wilayah dengan 1.200
responden, dan studi kualitatif dilakukan dengan metoda wawancara ke berbagai
sumber yang relevan. (hal. 4).
Penelitian
yang kemudian menjadi naskah buku ini sejak awal sudah mempunyai tujuan untuk
mengetahui relasi dan transformasi kelompok radikal dengan kelompok teroris,
dan dalam rangka menyusun langkah-langkah deradikalisasi untuk mengikis
radikalisme, memberantas potensi terorisme guna mengokohkan implementasi empat
pilar hidup berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan dan cita-cita
nasional Indonesia. Jadi sejak awal sebelum penulisan buku ini, sudah disadari bahwa
formulasi Empat Pilar Hidup Berbangsa dan Bernegara yang terdiri dari
Pancasila, UUD Negara RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhineka Tunggal Ika sebagai tolok ukur penyelenggaraan negara, tetap saja belum
mampu mengatasi berbagai aksi-aksi radikalisme.
Studi
yang dilakukan pun sejak awal sudah mengembangkan asumsi dasar bahwa
intoleransi adalah titik awal dari terorisme dan terorisme adalah puncak dari
intoleransi. (hal. 187) Bertolak dari asumsi dasar inilah studi dilakukan,
sehingga memang pemikiranpemikiran
mengenai praktik deradikalisasi dan arah deradikalisasi sangat mendominasi
analisis dan pembuktian-pembuktian dari temuan yang merupakan hasil dari studi
ini. Disebutkan bahwa deradikalisasi bukanlah hal baru bagi Indonesia. Dalam
konteks gerakan Islam Radikal, deradikalisasi terhadap eks NII, Komando Jihad,
Mujahidin Kayamanya, Laskar Jihad, dan Jamaah Tarbiyah merupakan contoh dan
pembelajaran bagi kinerja deradikalisasi yang saat ini gencar dilakukan. (hal.
191).
Tontonan Global
Jika
melihat kecenderungan yang terjadi, para pelaku teror berharap, aksi mereka
akan menjadi “tontonan global” yang disaksikan jutaan orang di mana-mana.
Karena, semakin banyak dan gencar media massa menyebarluaskannya, semakin
dahsyat pula efek negatif yang ditimbulkannya. Jika hal itu tercapai, maka para
pelakunya berharap dapat memperoleh “keuntungan politik” (politicus horrobilis)
atau melakukan “pertukaran politik” (political exchange) demi mencapai
tujuannya.
Walter
Laqueur, dalam tulisannya berjudul “Reflections on Terrorism”, yang dimuat di
buku yang berjudul “The Global Agenda, Issues And Perspectives”, menyebutkan
aksi terorisme biasanya melibatkan sejumlah orang, tapi hanya dalam kelompok
kecil saja. Sebagai faham, ia meniscayakan kekerasan sebagai jalan untuk
mencapai tujuan-tujuannya, baik yang bersifat politik, agamis, motif balas
dendam, dan lain sebagainya. Karena itulah ia juga dapat digolongkan sebagai
kekerasan kolektif, sedangkan sebagai kejahatan ia merupakan kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime). Berdasarkan itu, sebenarnya hal yang wajar
jika secara yuridis ia harus diperhadapkan dengan produk hukum yang “luar
biasa” pula.
Dalam
perspektif politik, akar terorisme, salah satunya, adalah ekstremisme.
Orangorang dengan isme ini merasa atau memikirkan dirinya lebih unggul dari
orang-orang lain yang tidak sama atau sekelompok dengan mereka. Sebaliknya,
mereka memandang orang-orang lain jauh lebih rendah atau dengan cara yang
melecehkan. Sebagaimana temuan studi yang ditulis di buku ini, bahwa
intoleransi adalah titik awal dari terorisme, maka kerja-kerja deradikalisasi
tidak cukup hanya diarahkan terhadap mereka yang menjadi teroris tapi juga
terhadap kelompok organisasi radikal, kelompok intoleran, termasuk masyarakat
luas agar tidak mengikuti pandangan-pandangan radikal dan mengalami
transformasi sebagai teroris. (hal. 193).
Hasil
studi memberikan kesimpulan bahwa program deradikalisasi harus diarahkan secara
fokus kepada tiga kelompok. Pertama adalah masyarakat umum, dengan tujuan untuk
melindungi masyarakat agar tidak mengikuti pandangan-pandangan keagamaan yang
ekslusif dan puritan dan agar tidak ikut terlibat dalam aksi-aksi radikal dan
intoleran. Dalam bahasa BNPT, kegiatan semacam ini masuk dalam kategori kontra
radikalisasi. Yang kedua adalah pada kelompok radikal, yang dimaksudkan untuk
menjinakkan sejumlah ideologi radikal yang diyakini oleh mereka dengan
menggunakan counter narative. Salah satu dari ideologi radikal yang harus
dijinakkan adalah ajaran mati syahid yang disalahpahami oleh para teroris. Dan
yang ketiga adalah kelompok jihadis atau teroris. Deradikalisasi dalam konteks
ini dimaksudkan untuk memutus para mantan teroris dari kelompoknya, hingga
mereka tidak kembali melakukan aksi kekerasan.
Menyelamatkan Keluarga
Pada
bagian akhir dari buku ini ditegaskan, bahwa kunci utama dari aktor
deradikalisasi adalah pemerintah. Dengan segenap agenda pembangunan yang
dijalankannya, programprogram pemerintahan yang mendorong pembangunan
masyarakat yang toleran, moderat dan rukun harus diintensifkan sebagai bagian
dari upaya menekan laju radikalisme dan terorisme. (hal. 201). Karena
deradikalisasi tak hanya dimaksudkan untuk menyelamatkan masyarakat luas dari
aksi-aksi radikalisme dan terorisme, melainkan juga dimaksudkan untuk menyelamatkan
keluarga pelaku aksi kekerasan bahkan juga diri pelaku.
Buku
ini mempunyai kekuatan karena merupakan hasil riset di wilayah penelitian yang
memang sarat dengan kasus-kasus terorisme. Deradikalisai adalah jawabannya.
Namun buku ini juga menunjukkan banyak faktor yang menjadikan deradikalisasi
dalam praktiknya akan mengalami banyak hambatan karena yang dihadapi adalah
“menjinakkan” pemikiran. Terlepas dari ini semua, kehadiran buku ini akan
membuka banyak pemikiran bahwa deradikalisasi harus dijalankan tentu dengan
berbagai hambatan yang harus diupayakan bisa diatasi, karena tujuan utamanya
adalah menjaga tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dikutip
dari A. Wahyurudhanto, dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian – PTIK dalam Jurnal
Studi Kepolisian, Ed. 077 (Juni-Desember, 2012)
Agar
pembaca dapat mengulas lebih jauh buku, kami lampirkan versi luring (offline) pdf buku Dari Radikalisme Menuju Terorisme di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar