![]() |
Sumber gambar: www.steemit.com |
Pengajaran bahasa komunikatif dimulai
pada awal perubahan paradigma pengajaran bahasa pada abad 20. Ini dimulai saat
perubahan tradisi pengajaran bahasa di Inggris pada akhir 1960-an. Situational
Language Teaching (SLT) mewakili pendekatan pengajaran bahasa Inggris sebagai
bahasa asing. Pada SLT, bahasa diajar dengan mempraktikkan struktur dasar yang
bermakna pada situasi berbasis aktivitas. Namun, sebagaimana teori linguistik
yang mendasari aliran audiolingual ditolak Amerika pada pertengahan 1960-an. Sekarang
pengajaran bahasa komunikatif juga telah diterima di seluruh dunia. Pengajaran
bahasa komunikatif/ CLT (Communicative Language Teaching) dikenal sebagai
pendekatan daripada metode (Richard & Rodgers, 2001). Namun, untuk
menyatukannya harus menyeluruh berdasar pada sifat bahasa dan pengajaran serta
pembelajaran bahasa.
Ini adalah tanggapan sebagian kritisi
pendukung linguis Amerika, yaitu Noam Chomsky. Chomsky menyatakan bahwa teori
struktural bahasa tidak mampu menghitung karakteristik fundamental bahasa-kreativitas
dan keunikan kalimat-kalimat perorangan. Linguis terapan Inggris menekankan
dimensi fundamental bahasa yang tidak memadai dalam pengajaran bahasa saat ini.
Mereka fokus pada pengajaran bahasa yang komunikatif daripada semata-mata
penguasaan struktur bahasa.
Kompetensi komunikatif mengacu pada
kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. Celce Murcia,
dkk menyatakan bahwa istilah kompetensi komunikatif pertama kali diperkenalkan
oleh Del Hymes pada tahun 1967 dan 1972 dalam artikelnya yang berjudul “On
Communicative Competence”. Isinya berupa pemaparan definisi kompetens
komunikatif, yaitu penguasaan secara naluri yang dipunyai seorang penutur untuk
menggunakan dan memahami bahasa secara wajar (appropriately) dalam
proses berkomunikasi dengan orang lain, dalam hubungannya dengan konteks
sosial.
Menurut Richards (2006) bahwa yang
termasuk aspek kompetensi komunikasi dalam pengetahuan bahasa sebagai berikut:
1.
Mengetahui bagaimana menggunakan bahasa pada tujuan dan
fungsi yang berbeda.
2. Mengetahui bagaimana membedakan penggunaan bahasa sesuai
latar/kondisi dan penutur (misalnya mengetahui penggunaan bahasa formal dan
informal).
3. Mengetahui bagaimana membuat dan memahami jenis-jenis
teks yang berbeda (misalnya teks naratif, report, wawancara, teks percakapan,
dll).
4.
Mengetahui bagaimana memelihara komunikasi meskipun ada
keterbatasan pengetahuan bahasa seseorang (misalnya, karena penggunaan
jenis-jenis strategi komunikasi yang berbeda-beda).
Menurut Swain dan Canale
(1983) mengajukan kerangka teori kompetensi komunikatif yang terdiri dari atas
empat komponen. Keempat aspek kompetensi tersebut adalah.
1. Kompetensi gramatikal (grammatical competence), aspek kompetensi komunikatif yang
meliputi pengetahuan tentang item-item leksikal dan kaidah morfologi,
sintaksis, semantik, tata bahasa dan fonologi. Kompetensi inilah yang disebut
dengan penguasaan kode linguistik sebuah bahasa.
2.
Kompetensi wacana (discource competence) merupakan pelengkap kompetensi
gramatikal, mengacu pada kemampuan mengkombinasikan bentuk-bentuk bahasa dan
makna untuk memperoleh kepaduan wacana dalam berbagao hal (mengaitkan
kalimat-kalimat dalam rentang wacana untuk membentuk makna secara keseluruhan
dari rangkaian ujaran). Cara menyusun gagasan yang lebih dari satu kalimat
sehingga tercipta kohesi dan koherensi dalam pikiran yang tertuang dalam suatu
wacana.
3.
Kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic
competence).
Pengetahuan tentang kaidah-kaidah sosial budaya bahasa dan wacana, tipe
kompetensi ini meniscayakan pemahaman tentang konteks sosial di mana bahasa
digunakan.
4. Kompetensi strategis (strategic competence). Kompetensi strategis sebagai
strategi komunikasi verbal yang bisa dipakai untuk mengimbangi komunikasi yang
stagnan karena kompetensi yang tidak memadai. Swain dalam Brown mengatakan
bahwa kompetensi strategis ini adalah strategi-strategi komunikasi yang bisa
digunakan untuk meingkatkan efektivitas komunikasi maupun mengimbangi stagnasi.
Yule Tarone dalam Brown menyatakan bahwa kompetensi strategis sebagai kemampuan
memilih sebuah sarana efektif untuk menampilkan sebuah aksi komunikasi yang
memungkinkan pendengar/ pembaca mengenali rujukan yang dimaksud. Bahkan,
disebutkan bahwa kompetensi strategis adalah cara kita memanipulasi bahasa
untuk memenuhi tujuan-tujuan komunikatif tertentu.
Berdasarkan
uraian di atas, disimpulkan bahwa kompetensi komunikatif adalah kemampuan
berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan gramatikal,
sosiolinguistik, wacana dan strategis.
Seorang
pakar linguistik Inggris, D.A. Wilkins (1972), mengemukakan definisi fungsional
atau komunikatif bahasa dapat memberikan dasar pengembangan silabus komunikatif
untuk pengajaran bahasa. Kontribusi Wilkin memberikan analisis pengertian
komunikatif bahwa pembelajar bahasa perlu pemahaman dan pengungkapan daripada
penjelasan inti bahasa lewat konsep tata bahasa dan kosakata. Wilkin mencoba
menunjukkan sistem arti yang terdapat dibalik penggunaan komunikatif bahasa.
Menurut Wilkin, ada dua jenis arti, yaitu:
1)
National Categories (konsep seperti waktu, urutan,
kuantitas, lokasi, frekuensi).
2)
Categories of Communicative Function (permintaan, penolakan, penawaran,
komplain).
Para
pakar linguistik terapan Inggris, Widdowson, dkk. Menggunakan dasar teori
pendekatan komunikatif atau fungsional untuk pengajaran bahasa. Istilah
pendekatan komunikatif atau pengajaran komunikatif bahasa (national-functional
approach and functional approach) juga kadang-kadang digunakan. Sejak pertengahan
tahun 1970 cakupan communicative langucage teaching (CLT) telah berkembang,
baik pendukung Amerika atau maupun Inggris melihat CLT ini sebagai pendekatan
bukan metode yang bertujuan:
1)
Membuat kemampuan komunikatif sebagai tujuan dari pengajaran berbahasa.
2)
Mengembangkan prosedur pengajaran untuk empat keterampilan berbahasa yang menjawab
saling ketergantungan bahasa dan komunikasi.
Para
ahli tidak menyebut sebagai metode, melainkan pendekatan komunikatif (Brown,
2001). Pendekatan ini berkembang awal tahun 70-an di Inggris dengan hal yang
membedakannya dari beberapa metode lainnya adalah fungsi bahasa sebagai unsur
pembangun kurikulum dan membedakan dari kurikulum berbasis struktur tata
bahasa. Pendekatan komunikatif berfokus pada bagaimana bahasa diterapkan dalam
komunikasi bermakna (fungsi pragmatik). Kata fungsi berkaitan dengan fungsi
bahasa.
Dikutip dari
Buku Teori Pembelajaran Bahasa: Suatu Catatan Singkat
Agar
pembaca dapat mengulas lebih jauh tema pembahasan di atas, maka kami lampirkan
versi luring (offline) pdf di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar