![]() |
Sumber gambar: Humas UIN Sunan Kalijaga |
Istilah Moderasi Islam (Islam
Wasathiyah) kian naik daun di tengah dentuman kelompok “radikal” yang dalam
mengartikulasikan ajaran Islam kadang memantik aksi-aksi intoleran dan
kekerasan. Tak dapat dipungkiri bahwa ekstremisme beragama acap kali disebabkan
oleh interpretasi dan mindset ekstrem (tatharruf) dalam mengolah
cita rasa teks-teks keagamaan (Alquran dan Hadis) secara rigid, tidak
mempertimbangkan dinamika konteks dan maqashid. Tulisan sederhana ini mencoba
menelisik akar-akar pemikiran Tafsir Maqâshidi secara historis-kronologis
sebagai argumentasi dan basis epistemik untuk meneguhkan dan mengembangkan
moderasi Islam. Pertanyaannya, bagaimana akar-akar historis dan kontsruksi
logis Tafsir Maqashidi, baik secara ontologis maupun epistemologis?
Dengan menggunakan pendekatan
historis-filosofis (historical-phisophical approach), penulis beragumen
bahwa Tafsir Maqashidi secara historis cukup memiliki cantolan epistemik
yang kuat dalam tradisi Islam, sejak zaman Nabi Saw, sahabat dan para ulama. Dengan kata lain, Tafsir
Maqashidi adalah “anak kandung” yang lahir dari peradaban Islam sendiri. Secara
ontologis tafsir maqashidi dapat dipetakan menjadi tiga macam, yaitu Tafsir Maqashidi sebagai
filsafat tafsir (as philosophy), Tafsir Maqashidi sebagai metodologi (as
methodology) dan Tafsir Maqashidi sebagai produk tafsir (as product).
Ketiga hirarkhi ontologis yang saling terkait dan berkelindan tersebut penting
dikemukakan, sehingga body of knowledge dari Tafsir Maqashidi menjadi clear
and distinct.
Penulis juga beragumen bahwa secara
epistemologis, Tafsir Maqashidi dapat menjadi salah satu alternasi dalam
meneguhkan kembali moderasi Islam, ketika kita harus berdialektika antara teks yang
statis dan konteks yang dinamis. Tafsir Maqâshidi adalah bentuk wasathiyah
(moderasi) antara kelompok tekstualis-skriptualis, hingga seolah ‘menyembah
teks’ (ya’budûn al-nushûsh) dan kelompok liberalis-substansialis, hingga
mendesakralisasi teks (yua`th-thlûn al-nushûsh). Tafsir Maqashidi ingin
menggali maqashid (tujuan, hikmah, maksud, dimensi makna terdalam dan
signifikansi) yang ada di balik teks,
dengan tetap menghargai teks (yahtarim al-nushûsh), sehingga tidak terjebak
pada sikap de-sakralisasi teks (ta’thîl
al-nushûsh) di satu sisi dan ‘penyembahan teks (`ibadat al-nushûsh)
di sisi lain. Pertimbangan terhadap dinamika konteks dan maqashid secara
cermat-kritis dalam rangka merealisasikan kemaslahatan dan menolak kemudlaratan
(tahqîq al-mashlahah wa dar’ almafsadah) itulah fundamental structure
dari Tafsir Maqashidi.
Disadur dari abstrak pidato pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Agar
pembaca dapat mengulas lebih dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan
versi luring (offline) pdf Pidato Pengukuhan Guru Besar di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar