![]() |
Sumber gambar: anotasi.com |
Peter Ludwig Berger (lahir tanggal 17 Maret 1929) adalah seorang sosiolog
yang dikenal karena pekerjaannya di bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi
agama, penelitian tentang modernisasi
dan kontribusi teoretis pada teori kemasyarakatan. Ia
dikenal dengan bukunya, bersama dengan penulis Thomas
Luckmann, The Social
Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge
(New York, 1966), yang dianggap sebagai salah satu buku yang paling berpengaruh
dalam sosiologi pengetahuan dan berperan sentral dalam pengembangan
konstruksionisme sosial. Buku tersebut dijadikan sebagai buku kelima yang
paling berpengaruh yang ditulis di bidang sosiologi selama abad ke-20 oleh International
Sociological Association. Selain buku tersebut, beberapa buku lain
yang ditulis oleh Berger antara lain Invitation to
Sociology: A Humanistic Perspective (1963); A Rumor of
Angels: Modern Society and the Rediscovery of the Supernatural
(1969) dan The Sacred Canopy: Elements of a Social Theory of Religion
(1967). Berger menghabiskan waktu untuk bekerja sebagai pengajar di The New
School for Social Research, Universitas Rutgers dan Universitas Boston. Sebelum pensiun, Berger
mengajar di Universitas Boston sejak tahun 1981 dan menjadi
pemimpin Institut
Studi Kebudayaan Ekonomi.
Social Construction of Reality (Konstruksi Sosial atas Realitas)
Berger
dikenal luas karena pandangannya bahwa realitas
sosial adalah suatu bentuk dari kesadaran.
Karya-karya Berger memusatkan perhatian pada hubungan antara masyarakat
dengan individu.
Di dalam bukunya The Social Construction of Reality, Berger, bersama Thomas
Luckmann, mengembangkan sebuah teori sosiologis: “Masyarakat sebagai
Realitas Objektif dan Realitas Subjektif”. Analisisnya tentang masyarakat
sebagai realitas subjektif menjelaskan proses dimana konsepsi individu tentang
realitas dihasilkan dari interaksinya dengan struktur
sosial. Ia menulis tentang bagaimana konsep-konsep atau
penemuan-penemuan baru manusia menjadi bagian dari realitas kita, yang
disebutnya sebagai proses obyektivasi. Dalam proses
selanjutnya, realitas ini tidak lagi dianggap sebagai ciptaan manusia melalui
proses yang, oleh Berger, disebut sebagai reifikasi.
Konstruksi
Sosial atas Realitas (Social
Construction of Reality) didefinisikan sebagai proses sosial
melalui tindakan dan interaksi dimana individu atau sekelompok individu,
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami
bersama secara subjektif. Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang
melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh
individu, yang merupakan manusia bebas. Individu menjadi penentu dalam dunia
sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya, yang dalam banyak hal
memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan pranata
sosialnya. Dalam proses sosial, manusia dipandang sebagai pencipta realitas
sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Konstruksi
sosial merupakan teori sosiologi kontemporer, dicetuskan oleh Peter L. Berger
dan Thomas Luckmann. Teori ini merupakan suatu kajian teoritis dan sistematis
mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoritis yang sistematis), bukan
merupakan suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu.
Pemikiran Berger dan Luckmann dipengaruhi oleh pemikiran sosiologi lain,
seperti Schutzian tentang fenomenologi, Weberian tentang makna-makna subjektif,
Durkhemian – Parsonian tentang struktur, pemikiran Marxian tentang dialektika,
serta pemikiran Herbert Mead tentang interaksi simbolik.
Asal
usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme, yang dimulai dari
gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Dalam aliran filsasat, gagasan konstruktivisme
telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, dan Plato
menemukan akal budi. Gagasan tersebut semakin konkret setelah Aristoteles
mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan
sebagainya. Ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, setiap
pernyataan harus dapat dibuktikan kebenarannya, serta kunci pengetahuan adalah
fakta. Ungkapan Aristoteles ?Cogito
ergo sum?, yang artinya ? saya berfikir karena itu saya ada?,
menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme
sampai saat ini.
Seorang
epistemolog dari Italia bernama Giambatissta Vico, yang merupakan pencetus
gagasan-gagasan pokok Konstruktivisme, dalam ?De
Antiquissima Italorum Sapientia?, mengungkapkan filsafatnya ?Tuhan
adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan?. Menurutnya,
hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Ia yang tahu
bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya, sementara itu orang hanya
dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya.
Terdapat
3 (tiga) macam Konstruktivisme, antara lain:
Konstruktivisme Radikal
Hanya
dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita, dan bentuknya tidak selalu
representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan
antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan
bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah
realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan
konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada
individu lain yang pasif.
Realisme Hipotesis
Pengetahuan
adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan
menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
Konstruktivisme Biasa
Mengambil
semua konsekuensi konstruktivisme, serta memahami pengetahuan sebagai gambaran
dari realitas itu. Pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang
dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.
Dari
ketiga macam konstruktivisme terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat
sebagai proses kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang
ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang
di sekitarnya. Kemudian Individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas
yang dilihatnya berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada
sebelumnya, inilah yang disebut dengan konstruksi sosial menurut Berger dan
Luckmann.
Berger
dan Luckman berpendapat bahwa institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan
atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia, walaupun masyarakat dan
institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya semua
dibentuk dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas dapat
terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain, yang
memiliki definisi subjektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling
tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu
pandangan hidup menyeluruh yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk
sosial, serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya.
Menurut
Berger & Luckman, terdapat 3 (tiga) bentuk realitas sosial, antara lain:
Realitas Sosial Objektif
Merupakan
suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan)
gejala-gejala sosial, seperti tindakan dan tingkah laku yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta.
Realitas Sosial Simbolik
Merupakan
ekspresi bentuk-bentuk simbolik dari realitas objektif, yang umumnya diketahui
oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta berita-berita di media.
Realitas Sosial Subjektif
Realitas
sosial pada individu, yang berasal dari realitas sosial objektif dan realitas
sosial simbolik, merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki individu
dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subjektif yang dimiliki
masing-masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses
eksternalisasi atau proses interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah
struktur sosial.
Setiap
peristiwa merupakan realitas sosial objektif dan merupakan fakta yang
benar-benar terjadi. Realitas sosial objektif ini diterima dan
diinterpretasikan sebagai realitas sosial subjektif dalam diri pekerja media
dan individu yang menyaksikan peristiwa tersebut. Pekerja media mengkonstruksi
realitas subjektif yang sesuai dengan seleksi dan preferensi individu menjadi
realitas objektif yang ditampilkan melalui media dengan menggunakan
simbol-simbol. Tampilan realitas di media inilah yang disebut realitas sosial
simbolik dan diterima pemirsa sebagai realitas sosial objektif karena media
dianggap merefleksikan realitas sebagaimana adanya.
Berger
& Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam
pengertian individu-individu dalam masyarakat yang telah membangun masyarakat,
maka pengalaman individu tidak dapat terpisahkan dengan masyarakat. Manusia
sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui 3 (tiga) momen
dialektis yang simultan, yaitu:
Eksternalisasi
Merupakan
usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan
eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai
produk manusia (Society is
a human product).
Objektivasi
Merupakan
hasil yang telah dicapai (baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi
manusia), berupa realitas objektif yang mungkin akan menghadapi si penghasil
itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari
manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang nyata). Pada tahap ini
masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality) atau proses
interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami
proses institusionalisasi.
Internalisasi
Merupakan
penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa, sehingga
subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur
dari dunia yang telah terobjektifikasi akan ditangkap sebagai gejala realitas
diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product).
Eksternalisasi,
objektifikasi dan internalisasi adalah dialektika yang berjalan simultan,
artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu
berada di luar (objektif) dan kemudian terdapat proses penarikan kembali ke
dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan
berada dalam diri atau kenyataan subyektif. Pemahaman akan realitas yang
dianggap objektif pun terbentuk, melalui proses eksternalisasi dan objektifasi,
individu dibentuk sebagai produk sosial. Sehingga dapat dikatakan, setiap
individu memiliki pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran
institusional yang terbentuk atau yang diperankannya.
Gagasan
Berger dan Luckman tentang konstruksi sosial, berlawanan dengan gagasan Derrida
ataupun Habermas dan Gramsci. Kajian-kajian mengenai realitas sosial dapat
dilihat dengan cara pandang Derrida dan Habermas, yaitu dekonstruksi sosial
atau Berger dan Luckmann, yaitu menekankan pada konstruksi sosial.
Kritis Teori Konstruksi Realitas Sosial
Basis
sosial teori konstruksi realitas sosial adalah masyarakat transisi-modern
sekitar tahun 1960-an, dimana pada saat itu media massa belum menjadi sebuah
fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Faktor media massa televisi dalam
konstruksi sosial ini tidak dimasukkan sebagai variabel atau fenomena yang
berpengaruh dalam konstruksi realitas sosial, tidak pernah terpikirkan oleh
Berger dan Luckmann dalam gagasan konstruksi sosialnya, karena pada saat teori
itu dibentuk, konteks sosial tidak melihat bahwa media massa akan berkembang
seperti saat ini. Meskipun sejak semula telah disadari bahwa individu juga
merupakan kekuatan konstruksi sosial media massa yang tetap saja memiliki
kemampuan mengkonstruksi realitas sosial dan keputusan masyarakat. Sehingga
teori ini menjadi kurang relevan ketika fenomena media massa menjadi sangat
substantive dalam proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Realitas
iklan televisi membentuk pengetahuan pemirsa tentang citra sebuah produk.
Keputusan konsumen memilih atau tidak terhadap suatu produk, semata-semata
bukan karena spesifik yang telah terjadi, namun sebenarnya keputusan itu
terjadi karena peran konstruksi sosial media massa yang diskenario oleh
pencipta iklan televisi. Pada kenyataannya konstruksi sosial atas realitas
berlangsung lamban, membutuhkan waktu lama, bersifat spasial, dan berlangsung
secara hierarkis-vertikal, dimana konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan
kepada bawahannya, pimpinan kepada massanya, guru kepada muridnya, orang tua
kepada anaknya, dan sebagainya.
Ketika
masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas
Peter L. Berger dan Luckmann ini memiliki kelemahan, dengan kata lain tidak mampu
menjawab perubahan zaman, karena masyarakat berubah menjadi masyarakat modern
dan postmodern. Dengan demikian hubungan sosial antara individu dengan
kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya
menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan semi sekunder
hampir tidak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern. Dengan
demikian, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger
dan Luckmann menjadi tidak bermakna lagi.
Walaupun
sekarang teori ini menjadi kurang relevan karena mengabaikan media massa yang
memiliki peran semakin substantive, namun sebagai pemikiran yang berakar pada
tradisi fenomenologi, Berger dan Luckmann telah menyumbangkan gagasan yang
signifikan dalam upaya membangun teori-teori sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge) yang
juga dapat dirujuk oleh bidang ilmu Desain.
Dikutip dari Laura
Christina Luzar dalam dkv.binus.ac.id dan id.wikipedia.org/
Agar pembaca dapat mengulas lebih
dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan versi luring (offline) pdf The
Social Construction of Reality karya Peter L. Berger di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar