![]() |
Sumber gamabr: tebuireng.online |
Sejarah aktivitas dakwah Islam (Islamisasi) di
permukaan bumi diawali di Makah (Arab Saudi), pada abad VII (610 M), sejak Nabi
Muhammad putra Abdullah (40) menerima wahyu Ilahi pertama (Q.S. al-Alaq)
melalui Malaikat Jibril di Gua Hira. Dengan status sebagai Rasulullah, beliau
berkewajiban untuk menyampaikan nilai-nilai kebenaran Ilahi yang bersumber dari
langit (wahyu) kepada umat manusia di seluruh dunia. Dalam pelaksanaan tugas
suci tersebut, langkah pertama yang dilakukan oleh beliau adalah menyampaikan
wahyu itu kepada anggota keluarga dan karib kerabat beliau sendiri.
Kemudian tercatatlah dalam tonggak awal sejarah
Islamisasi, bahwa mereka yang pertama kali menjadi muslim adalah istri Nabi
sendiri yang bernama Khadijah (65), kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi
Talib, anak angkatnya Zaid bin Haritsah, lalu sahabatnya Abu Bakar dan sejumlah
warga Makah lainnya. Tugas suci tersebut dilakukannya selama 13 tahun di Makah,
kemudian dilanjutkan ke Yatsrib (Madinah) selama 10 tahun. Dalam kurun waktu
selama 23 tahun, mereka yang menyatakan dirinya sebagai muslim mencapai ribuan
orang yang tersebar di wilayah Timur Tengah. Keberhasilan beliau dalam
melakukan aktivitas dakwah Islam tersebut, dalam makna kuantitatif dan
kualitatif (Islamisasi) di tengah masyarakat, khususnya di Makah dan Madinah
(610-632 M/13 SH-10 H). Dalam hal ini beliau mendapatkan hidayah Allah, supaya
melakukan pelbagai macam pendekatan (metode dakwah) kepada anggota masyarakat
secara manusiawi (al-hikmah), seperti aktivitas dakwah bi al-hal
(tindak tanduk), bi al-lisan (hadis), bi al amwal (harta), bi
al-qalam (surat), dan bi al-jidal (dialogis). Strategi tersebut
melahirkan sistematika metode dakwah.
Aneka dakwah tersebut di atas merupakan sistematika
metode dakwah Rasulullah. Menurut bahasa, metode berasal dari dua kata yaitu
―meta‖ melalui dan ―hodos‖ (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa
metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Sumber lain menyebutkan, bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica,
artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani berasal dari kata methodos
artinya jalan, yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode berarti cara
yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar
atau ilmuwan adalah sebagai berikut, yaitu menurut pendapat Bakhil Khauli,
dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturanperaturan Islam dengan maksud
memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain. Sedangkan menurut
pendapat Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka
dari perbuatan jelek, agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendapat tersebut juga selaras dengan pendapat
al-Ghazali, bahwa amar makruf dan nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan
penggerak dalam dinamika masyarakat Islam. Di sini makna dakwah dirumuskan
dengan istilah Islamisasi dalam visi kuantitas (pertambahan jumlah umat) dan
kualitas (peningkatan dalam keimanan, keilmuan dan amal ibadah).
Dari pendapat tersebut dapat diambil pengertian, bahwa
metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang dai
(komunikator) kepada umat (komunikan) untuk mencapai suatu tujuan atas dasar
hikmah (bijak) dalam sikap dan tindakan, seperti ucapan, tulisan, santunan,
perbuatan dan lainnya dengan rasa kasih sayang.
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah dan suri teladan
umat dalam pelbagai hal, setelah beliau wafat, maka segala macam bentuk
kebajikan dan kebijakannya, termasuk aneka metode dakwah yang pernah
dilaksanakannya selama ini, hal itu tetap diteruskan para sahabat, tabi’in (generasi
setelah sahabat), tabi’ al-tabi’in (generasi setelah tabi’in) hingga
umat Islam yang masih hidup saat ini. Adapun mereka yang menjadi penerus
perjuangan nabi tersebut, mereka itu dinamakan ulama (pemimpin umat) dan
umara (pemimpin rakyat). Mereka yang berperan sebagai dai dan mubalig
tersebut mendapatkan predikat keagamaan yaitu seperti istilah ustaz, kiai,
syekh, sultan, buya, sunan, imam, habib, tengku, dan lain-lain.
Hasil dari jihad dakwah mereka itu, yang bersambung
terus menerus dari generasi ke generasi dan dari wilayah yang satu ke wilayah
lainnya di permukaan bumi, pernah disiarkan dalam berita nasional di televisi,
bahwa pada awal abad ke XXI (milenium), jumlah umat Islam di seluruh dunia
hampir mencapai 2 miliar orang, yaitu 25 persen dari 7 miliar jiwa penghuni bumi.
Sekarang posisi penganut Islam (kaum muslimin) sudah berada pada level kedua
setelah penganut agama Kristen/Katolik. Informasi ini berdasarkan hasil sensus
global jumlah penganut agama besar di dunia yang dimuat dalam sebuah jurnal
ilmiah di Amerika.
Pada awal mulanya, mereka yang berstatus muslim itu
adalah penganut agama non-Islam, termasuk keluarga Nabi Muhammad SAW sendiri
dan para sahabat Rasulullah di Makah dan di Madinah 14 abad yang silam.
Kemudian anak cucu keturunan mereka secara otomatis menjadi muslim, seperti
Hasan dan Husin putra Ali bin Abi Talib dan Fatimah binti Muhammad. Mereka
tercatat dalam susunan silsilah ahlul-bait sebagai cucu kesayangan
Rasulullah.
Dalam Warna-Warni Islamisasi Serpihan Sejarah
Dakwah, proses Islamisasi Hasan dan Husayn berbeda dengan proses Islamisasi
ayah dan ibunya (Ali dan Fatimah). Kedua cucu Rasulullah tersebut tidak pernah
tercatat dalam sejarah kelompok orang-orang yang masuk agama Islam, atau pindah
keyakinan agama (para mualaf), karena keduanya lahir dari keluarga muslim, yang
sudah dinyatakan muslim sejak lahir. Sedangkan Ali bin Abi Talib adalah tokoh
pelopor para remaja yang masuk Islam, termasuk Fatimah binti Muhammad yang
lahir sebelum turunnya wahyu di Gua Hira.
Maka proses Islamisasi itu dalam arti kuantitas dan kualitas
terbagi dalam dua macam, yaitu:
1) Kelompok orang yang sadar, dan
sengaja memilih agama Islam (menjadi muslim) sebagai pedoman hidupnya, setelah
berstatus penganut agama non-Islam (Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi, Nasrani,
dan lain-lain) atau penganut kepercayaan leluhurnya (Animisme, Dinamisme, dan
lain-lain). Mereka ini adalah kelompok muslim mualaf. Kasus sejarah perpindahan
agama kelompok muslim mualaf tersebut, atas dasar pertimbangan yang beraneka
ragam, seperti mereka berniat untuk menikahi atau dinikahi orang Islam dan
sejumlah alasan lainnya. Sebagian dari mereka itu, atas ketekunannya belajar mendalami
nilai-nilai kebenaran Islam dari pelbagai sumber, kemudian membandingkannya
dengan nilai ajaran agama yang sedang dianutnya, ternyata Islam lebih baik dan
lebih sempurna. Kisah itu berbeda dengan pengalaman para sahabat yang sering
bergaul dengan Nabi Muhammad SAW, seperti Abu Bakar yang menjadi khalifah pertama
setelah nabi wafat.
2) Kelompok orang yang sejak lahir,
bahkan sejak masih dalam kandungan sudah dinyatakan sebagai muslim. Mereka ini
adalah putra-putri dari keluarga muslim yang kemudian menikah dan melahirkan
anak cucu yang berstatus muslim pula. Mereka adalah kelompok muslim keturunan.
Sebagian
dari muslim keturunan tersebut, mereka mendapatkan pendidikan keislaman yang
cukup, baik di lingkungan keluarga maupun di lembaga pendidikan formal Islam,
sehingga mereka itu menjadi muslim yang paham agama, bahkan menjadi tokoh Islam
yang disebut ulama, dengan gelar panggilan syekh, ustaz, kiai, profesor, dan
lain-lain. Mereka yang termasuk kelompok ini sering dinamakan kaum santri,
yaitu muslim yang patuh dan taat pada ajaran agamanya.
Proses Islamisasi kedua kelompok tersebut (muslim
mualaf dan muslim keturunan) telah berjalan sepanjang zaman di seluruh penjuru
dunia. Menurut catatan sejarah Islam, hal itu dimulai sejak zaman jahiliah,
ketika Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasulullah di Makah pada abad ke 7 M.
Sejarah tersebut berlangsung sampai dengan sekarang ini di zaman teknologi
canggih di abad milenium.
Kisah kasus semacam itu, termasuk di dalamnya dalam
sejarah Islamisasi di Nusantara, seperti Islamisasi di tanah Jawa yang
dilakukan oleh Walisongo. Dalam legenda yang menjadi cerita rakyat sampai saat
ini, ulama yang pertama kali datang ke Jawa adalah Syekh Maulana Jumadil Kubra
(Husein Jamaludin) yang dimakamkan di Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Beliau
mempunyai 2 orang anak bernama Syekh Maulana Ishak (1404) dan Syekh Maulana
Malik Ibrahim (1419/882). Maulana Ishak mempunyai anak bernama Raden Paku
(Sunan Giri), sedangkan Maulana Malik Ibrahim mempunyai anak bernama Sunan
Ampel (1423-1484). Kemudian anaknya Sunan Ampel menjadi istri kedua Sunan Giri.
Istri pertama Sunan Giri adalah puteri Sunan Bungkul Surabaya. Sunan Ampel
adalah wali kota pertama di Surabaya (1423-1484). Kisah proses Islamisasi itu
berjalan terus hingga saat ini, khususnya Islamisasi melalui perkawinan (dakwah
bi al-nikah).
Dalam perjalanan waktu selama 5 abad, atas rahmat dan
hidayah Allah SWT, bahwa dari 4 juta warga Surabaya, hanya 10 persen penganut
agama non-Islam (Hindu, Budha, Konghucu, Kristen, dan Katolik). Dengan demikian
berarti sekitar 90 persen adalah muslim. Mereka itu dalam kehidupan sosial
keagamaan terbagi dalam pelbagai kelompok organisasi sosial kemasyarakatan,
seperti menjadi warga Muhammadiyah, Al-Irsyad, Nahdlatul Ulama dan lain
sebagainya.
Buku ini diberi judul “Warna-Warni Islamisasi Serpihan
Sejarah Dakwah”. Di dalam buku ini terkandung informasi tentang tata cara
pengembangan Islam di wilayah nusantara (Indonesia), baik Warna -Warni
Islamisasi Serpihan Sejarah Dakwah dalam hal teknik penambahan kuantitas (jumlah)
maupun teknik peningkatan (kualitas mutu)
umat Islam.
Salah satu dari sistematika metode yang dibahas adalah
metode dakwah bi al-nikah (Islamisasi Via Perkawinan). Maksudnya adalah
dakwah Islam yang dilakukan dengan melalui sistem pembentukan dan pembinaan
keluarga muslim yang sakinah. Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah anak
cucu mereka yang berstatus sebagai muslim, dan kemudian setelah balig, mereka
nikah lagi dengan sesama muslim. Demikian proses selanjutnya tanpa terminal
akhir hingga akhir zaman nanti.
Dalam masalah pernikahan sebagai sunnah rasul, Nabi
Muhammad SAW melakukan poligami. Tercatat dalam sejarah, bahwa beliau mempunyai
14 orang istri, yaitu Siti Khadijah binti Khuwaylid, Saudah binti Sum‘ah,
Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar bin Khattab, Zainab binti Khuzaymah,
Zainab binti Jahasy, Ramlah binti Abu Sufyan, Salamah binti Umayah (Hindun),
Maimunah binti al-Harits, Sofiyah binti Hayi, Juwairiyah binti alHarits bin Abi
Dhirar, Khaulah binti Hakim, Umrah, Aminah binti al-Nukman. Pada saat beliau
wafat, dia meninggalkan 9 orang istri.
Dengan sistem pernikahan ini, hubungan Rasulullah
dengan para sahabat telah membentuk dan menjalin hubungan keluarga muslim yang
kuat, seperti hubungan beliau dengan khulafaurrasyidin, (Abu Bakar, Umar bin
Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Talib) adalah hubungan antara mertua
dan menantu. Dengan itu terwujudlah sebuah keluarga besar kaum muslimin di
Mekah dan di Madinah. Proses pernikahan yang membentuk keluarga muslim di
tengah masyarakat, dan kemudian melahirkan anak-anak yang terdidik dan menjadi
anak yang saleh. Hal ini menunjukkan, bahwa hasil dari pernikahan yang
disunahkan Rasulullah, telah menambah jumlah (kuantitas) umat Islam di muka
bumi.
Pertambahan jumlah umat Islam, dari hasil pernikahan
yang melahirkan anak-anak yang saleh. Hal ini adalah sebuah bentuk dan wujud
dari upaya peningkatan kuantitas dan kualitas umat Islam di muka bumi, yang
mana hal ini berjalan terus sepanjang zaman di seluruh penjuru dunia.
Pelbagai macam metode dakwah Islam, seperti yang
tersebut di atas adalah sebuah sistem dalam metodologi Islamisasi. Metode yang
satu dengan lainnya saling terkait, dan tidak boleh dipisahkan di antaranya.
Pelbagai metode tadi adalah komponen-komponen dari sebuah bangunan besar ilmu
dakwah yang disebut Metodologi Islamisasi.
Dalam hal ini, para cendekiawan muslim, khususnya yang
terlibat dalam aktivitas dakwah Islam, mereka perlu mengetahui dan sekaligus
memahami beberapa komponen yang terdapat dalam metodologi Islamisasi. Buku ini
diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan kajian bagi para mahasiswa
khususnya dan para praktisi dakwah Islam di tengah masyarakat.
Buku ini merupakan hasil penelitian dan pengamatan
penulis di masyarakat selama ini. Penulis melakukan survei dan observasi di
pelbagai wilayah di nusantara, mulai dari Sabang sampai ke Merauke. Penulis
juga mengunjungi Kalimantan Barat, ke kota Seribu Kuil Singkawang yang dikenal
dengan istilah kota Amoy. Hasilnya direkam dalam buku ini yang merupakan
laporan penelitian lapangan ke Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya. Selain itu, ditambahkan hasil penelitian penulis di
Surabaya, Mojokerto, Bojonegoro, dan lokasi lainnya.
Dikutip dari Pendahuluan
Buku Islamisasi Nusantara Dari Islam Hingga Merauke karangan Sheh Sulhawi Rubba
Agar pembaca dapat mengulas lebih
dalam pembahasan di atas, maka kami lampirkan versi luring (offline) pdf Mutiara
Islamisasi Nusantara Dari Islam Hingga Merauke di bawah ini.
Silakan konfirmasi ke penulisnya sebelum upload pdf buku, berkaitan dengan hak cipta. (Sokhi Huda, editor buku)
BalasHapus