![]() |
Sumber gambar: islamidia.com |
Khalifah
Harun Al Rasyid tampak sedih. Pasalnya sang putra mahkota jatuh sakit. Sudah
beberapa tabib didatangkan namun tak kunjung ada hasilnya. Menurut diagnosis
para tabib itu penyakit yang diderita oleh putra mahkota sangat sulit dilacak.
Akhirnya Khalifah membuat sayembara.
Dengan
hadiah besar tentu membuat masyarakat berbondong-bondong mengikutinya. Namun
hasilnya juga sama. Nihil. Tak satupun yang bisa memberikan putra mahkota
kesembuhan. Kenyataan ini membuat Khlaifah Harun al Rasyid merasa terpukul.
Hingga pada suatu hari seorang sahabat Abu Nawas memberanikan diri berkata,”
Saya kira bisa mengobati penyakit putra baginda.”
Tentu
tawaran ini membuat Khalifah kaget. Apa bisa Abu Nawas membuat putranya sehat
seperti sedia kala. Namun kemudian raja berfikir. “Ada baiknya usul mustahil
ini dicoba terlebih dahulu,” pikirnya.
Maka
dipanggillah Abu Nawas. Tak lama kemudian Abu Nawas datang. Ia datang dengan
tangan kosong tidak membawa peralatan yang dibutuhkan. Hal ini membuat Khalifah
kembali merenung. “Apa benar Abu Nawas bisa mengobati penyakit putraku ini,”
katanya dalam hati.
Sesaat
kemudian dengan penuh keyakinan Abu Nawas tampak mulai bekerja. Ia kemudian
masuk ke kamar putra mahkota. Dipandanginya wajah calon khalifah itu. Kemudian
Abu Nawas berkata “Saya butuh seorang yang lanjut usia yang masa mudanya sering
mengembara ke pelosok negeri.” Raja yang menunggu kemudian memerintahkan para
pegawainya mencari seseorang yang dimaksud itu. Tak lama kemudian orang tua itu
datang.
“Sebutkan
satu persatu nama-nama desa di daerah selatan,” ucap Abu Nawas kepada orang tua
tersebut. Tatkala orang tua menyebut satu-persatu daerah, kuping Abu
Nawas ditempelkan di dada putra mahkota. Kemudian setelah selesai
menyebutkan nama daerah, Abu Nawas memohon izin mengunjungi salah satu desa di
sebelah utara. Tentu yang dilakukan Abu Nawas membuat Khalifah heran.
“Abu
Nawas, apa yang engkau lakukan,” tanya Khalifah.
”
Maafkan hamba, saya belum bisa menjelaskan alasannya kali ini. Hamba akan pergi
selama dua hari,” ungkap Abu Nawas.
Sekembali
dari desa yang dituju, Abu Nawas langsung menuju istana memnemui putra mahkota
sambil menempelkan telinganya di dada pangeran. Setelah itu ia menemui Khalifah
dan berkata, “Apakah Paduka masih menginginkan sang putra mahkota tetap
hidup?”.
“Apa
maksudmu hingga engkau menanyakan hal seperti itu?”, jawab Khalifah
Kemudian
Abu anwas menjelaskan kondisi putra mahkota. “ Putra paduka sedang cinta pada
seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini,” ungkap Abu Nawas menjelaskan.
“Bagaimana
kau tahu bahwa putraku jatuh cinta pada seorang gadis?”
“Sederhana
saja Tuanku. Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebutkan, tiba-tiba
degup jantungnya biasa saja. Tetapi ketika menyebutkan satu desa degup
jantungnya bertambah keras. Desa itu yang saya kunjungi kemarin. Nampaknya
putra tidak berani mengutarakannya kepada Baginda, maka nikahkanlah mereka,”
ujar Abu Nawas.
“Bagaimana
kalau aku menolak usulmu itu?” ujar Khalifah.
“Cinta
itu buta, Tuanku. Bila kita tidak selekasnya mengobati kebutaannya, maka ia
akan mati,” jawab Abu Nawas. Khalifahpun akhirnya setuju. Dan benar saja putra
mahkota berangsur-angsur pulih dari sakitnya.
Diambil dari islami.co
0 komentar:
Posting Komentar