![]() |
Sumber gambar: pesantren-antariksa.blogspot.com |
Ilmu
falak banyak mendapat perhatian dari para peneliti dan sejarawan. Salah satu
alasannya karena banyaknya ulama yang berkecimpung di bidang ini sepanjang
sejarah, banyaknya karya-karya yang dihasilkan, banyaknya observatorium
astronomi yang berdiri sebagai akses dari banyaknya astronom serta karya-karya
mereka, banyaknya data observasi (pengamatan alami) yang terdokumentasikan.
Sebut saja peradaban India, Persia dan Yunani yang diyakini sebagai peradaban
yang memiliki kedudukan istimewa. Dari tiga peradaban inilah secara khusus
muncul dan lahirnya peradaban falak Arab (Islam), di samping peradaban lainnya.
Peradaban India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam (Arab).
Dalam melihat perkembangan ilmu falak secara historis, dapat diperiodesasikan
menjadi ilmu falak sebelum Islam, ilmu falak dalam peradaban Islam, ilmu falak
dalam peradaban Eropa, dan ilmu falak di Indonesia.
Seperti
disebutkan oleh Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar dalam bukunya yang berjudul
“Mengenal Karya-Karya Ilmu Falak Nusantara: Transmisi, Anotasi, Biografi” bahwa
terdapat dua buku (turats)
yang cukup berpengaruh untuk perkembangan ilmu falak di Indonesia yaitu “Al-Mathla’ as-Sa’īd fī Hisābāt
al-Kawākib ‘ala Rashd al-Jadīd” karya Syaikh Husain Zaid, seorang
ahli astronomi asal Mesir, serta “Zij
as-Sulthāny” atau yang sering disebut “Zij Ulugh Beg” karya Ulugh Beg, seorang
Sultan Khorasan yang juga ahli di bidang astronomi dan metematika. Ulugh Beg
nama aslinya adalah Muhammad bin Syah Rukh bin al-Amir Taimur.
“Al-Mathla’ as-Sa’īd fī Hisābāt
al-Kawākib ‘ala Rashd al-Jadīd” berisi uraian teoretis-matematis-praktis
tentang astronomi. Buku ini dalam perkembangannya memiliki pengaruh besar bagi
sejarah dan perkembangan ilmu falak di Nusantara. Dalam beberapa waktu, buku ini menjadi
rujukan utama tokoh-tokoh (ulama) falak Nusantara dalam mengkaji dan mendalami
persoalan ilmu falak, khususnya memasuki periode pertengahan abad ke-20 M yang
merupakan fase pembaruan ilmu falak di Nusantara. Karya-karya falak sebagai
ditulis oleh ulama falak Nusantara pada periode ini umumnya merupakan adaptasi
dan modifikasi dari “al-Mathla’
as-Sa’īd”, disamping buku-buku lainnya.
Sebut
saja Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau yang pernah mensyarahi buku ini dalam
karyanya yang berjudul “al-Qaul
al-Mufīd Syarh Mathla’ as-Sa’īd”. Seperti dikemukakan Syaikh Ahmad
Khatib sendiri, motivasi penulisan atas syarahnya ini adalah dalam rangka agar
pemahaman terhadap buku itu tidak hilang dan tidak dilupakan. Begitu pula
Syaikh Jamil Djambek yang pernah mensyarah kitab karya Syaikh Husein Zain
tersebut dan diberi judul “Mukhtashar
Mathla’ as-Sa’īd”
Adapun
“Zij as-Sulthāny”atau “Zij Ulugh Beg” berbentuk tabel-tabel ini memuat data
informatif benda-benda langit, dan berisi empat pembahasan utama. Buku ini
memuat rincian posisi bintang-bintang dan planet-planet di langit dalam satuan
derajat, menit, dan detik. Demikian lagi terdapat data perhitungan gerhana,
perhitungan bintang-bintang pengembara (sayyarāt),
bintang-bintang tetap (tsawābit),
hisab gerak Matahari dan Bulan, data penjelasan lintang dan bujur berbagai
daerah, dan lain-lain. Buku ini sendiri disusun berdasarkan observasi yang
dilakukan Ulugh Bek beserta tim yang ada di dalamnya. Sama halnya dengan “al-Mathla’ as-Sa’īd”
karya ini juga memainkan peranan penting dalam perkembangan ilmu falak di
Nusantara.
“al-Mathla’ as-Sa’īd” dan
“Zij as-Sulthāny”, dalam konteks Nusantara, dapat dinyatakan merupakan buku
induk ilmu falak waktu itu dan yang paling memengaruhi perkembangan ilmu falak
di Nusantara. Dalam perkembangannya tokoh-tokoh (ulama) Nusantara yang memiliki
telaah di bidang ilmu falak melakukan adaptasi dan sintesa kreatif atas
keduanya sehingga lahirlah karya-karya semisal “al-Jawāhir an-Naqiyyah” oleh Syaikh Ahmad
Khatib (w. 1334 H/1915 M), “Natījah
al-‘Umr” oleh Syaikh Thahir Jalaluddin (w. 1376 H/1956 M), “Ad-Durūs al-Falakiyyah”
oleh Syaikh Muhammad Ma’shum Jombang (w. 1351 H/1933 M), “Natījah Abadiyah” oleh
Syaikh Hasan Ma’shum (w. 1355 H/1937 M), “Sullam
an-Nayyirain” oleh Syaikh Muhammad Manshur Betawi (w. 1388 H/1968
M), dan lainnya. Kehadiran “Zij
as-Sulthāny” dan “Al-Mathla’
as-Sa’īd” ini di Nusantara agaknya serupa dengan kehadiran
“Almagest” karya Ptolemeus (dari Yunani) dan “Sindhind” karya Brahmagupta (dari
India) yang menjadi titik awal perkembangan astronomi di dunia Islam abad
pertengahan.
Sumber: dinun.id/
0 komentar:
Posting Komentar