![]() |
Sumber gambar: tirto.id |
Pada sampul buku The
Canon of Medicine, tergambar seorang gadis sedang diperiksa denyut
nadinya oleh seorang tabib dan tabib lainnya mempersiapkan obat untuk seorang
pemuda. Ilustrasi tersebut melukiskan legenda Ibnu Sina—lebih dikenal di Barat
sebagai Avicenna—yang pernah mengobati pangeran muda Gurgan di daerah Laut
Kaspia.
Pemuda ini jatuh sakit, tak seorang pun bisa
menyembuhkan. Ibnu Sina memeriksa denyut nadi si pemuda dan meminta seseorang
untuk menyebutkan nama-nama kota di provinsi itu. Saat orang itu menyebutkan
alamat tertentu, denyut nadi si pangeran berdetak lebih kencang.
Barulah diketahui bahwa orang ini ternyata jatuh cinta
pada gadis yang tinggal di wilayah itu. Alih-alih mengobati, Ibnu Sina meminta
si pemuda untuk menikah dengan si gadis.
Kasus tersebut menunjukkan teori Ibnu Sina bahwa sakit
tak melulu disebabkan oleh fisik yang lemah, tapi bisa juga karena kejiwaan
yang bermasalah. Berkat sederet penemuan penting, ia menjadi pelopor ilmu
kedokteran eksperimental (Danielle Jacquart, Islamic Pharmacology in the
Middle Ages: Theories and Substances, 2008:27).
Selain soal pengaruh kesehatan emosional terhadap fisik,
kontribusi buku ini bagi kedokteran modern meliputi temuan beberapa penyakit
menular, salah satunya tuberculosis (TBC). Dia juga dokter pertama yang
mendiagnosa meningitis, bagian mata, dan katup jantung, serta temuannya saraf
yang terhubung dengan nyeri otot.
Dua karyanya yang paling berpengaruh, ensiklopedia
filsafat Kitab al-Shifa
(Buku Penyembuhan) dan The Canon of Medicine, menjadi warisannya bagi
dunia kedokteran yang diakui oleh dunia Barat. The Canon of Medicine—atau Al Qanun fi Tibb—menjadi
buku kedokteran eksperimental paling penting yang pernah ditulis dalam sejarah
dan menjadi kanon pengobatan dalam dunia Muslim dan Eropa hingga abad ke-17.
Selain menuai pujian, Canon juga menjadi sasaran kritik
oleh ilmuwan Renaisans. Salah satu kritik datang dari dokter Abad Pertengahan,
Arnold dari Villanova. Ia mengkritik Avicenna sebagai "juru tulis
profesional yang telah membuat dokter Eropa bingung karena salah tafsirnya
terhadap Galen." Galen adalah dokter Yunani yang hidup di abad ke-2.
Namun, pernyataannya itu tak bisa memungkiri kenyataan bahwa karya Ibnu Sina
telah bertahan berabad-abad.
Buku Canon
justru dipakai oleh para pengajar medis di Barat untuk memperkenalkan prinsip
dasar sains pada mahasiswanya, karena memuat praktik dan teori kedokteran
seperti penjelasan dalam teks-teks Yunani-Romawi. Melalui buku itu, ia
berkontribusi pada kemajuan ilmu anatomi, ginekologi, dan pediatri dan dokter
pertama yang melakukan uji klinis dan pengenalan farmakologi klinis (Erica
Fraser, The Islamic World to 1600, 1998).
Penemuan mengenai penyakit yang sekarang populer semacam
kanker, tumor, diabetes dan efek placebo hingga bedah tumor juga dibahas dalam
buku itu. Temuan Ibnu Sina itu sempat ditolak oleh dunia medis Barat selama
ratusan tahun. Namun, setelah mikroskop ditemukan, teori Ibnu Sina tentang
beberapa penyakit itu akhirnya bisa diterima.
Dalam buku tersebut, Avicenna juga udah menyebutkan
mengenai manfaat olahraga untuk menjaga kesehatan.
Isi buku itu juga membahas rangkuman 760 obat sederhana
dan senyawa patologi dari Galen. Buku ini terbagi dalam lima bagian, salah
satunya berisi empat risalah yaitu mengulas empat elemen (bumi, udara, api dan
air) yang berhubungan dengan empat cairan (darah, dahak, empedu kuning, dan empedu
hitam) yang dibahas Galen.
Selain Galen, dokter Yunani Hippokrates juga
mempengaruhi pendekatan medis Ibnu Sina, terutama soal mengatasi kelainan
tulang belakang dengan teknik reduksi. Pendekatan ini telah disempurnakan oleh
dokter dan ahli bedah Yunani, Paul of Aegina.
Ibnu Sina melibatkan penggunaan tekanan dan daya tarik
untuk meluruskan atau memperbaiki kelainan tulang dan sendi. Teknik itu tidak
digunakan lagi pada 1896 setelah dokter bedah Perancis Jean-François Calot
memperkenalkan teknik baru.
Avicenna juga menyarankan anggur sebagai pembalut luka yang diterapkan di Eropa abad pertengahan. Dia juga mendiagnosis penyakit "api Persia" yang saat ini dikenal sebagai antrak, mengkorelasikan rasa manis urine sebagai gejala penyakit diabetes, dan penyakit cacing guinea/ Guinea Worm Disease (infeksi yang disebabkan cacing guinea).
Avicenna juga menyarankan anggur sebagai pembalut luka yang diterapkan di Eropa abad pertengahan. Dia juga mendiagnosis penyakit "api Persia" yang saat ini dikenal sebagai antrak, mengkorelasikan rasa manis urine sebagai gejala penyakit diabetes, dan penyakit cacing guinea/ Guinea Worm Disease (infeksi yang disebabkan cacing guinea).
Dalam bidang fisika, Robert Briffault dalam bukunya The Making of Humanity
menjelaskan bahwa termometer pertama ditemukan oleh Ibnu Sina pada abad ke-11.
Termometer dalam bentuk paling sederhana ini berupa alat untuk mengukur panas
dan dingin udara sekitar dengan tabung.
Di bidang psikologi, jauh sebelum Carl Jung dan Sigmund
Freud, ternyata Ibnu Sina telah menemukan dasar-dasar psikologi modern.
Avicenna telah mempelopori psikofisiologi, psikosomatik, dan neuropsikiatri,
dan temuannya ini dituliskan dalam jurnal. Beberapa penyakit yang dibahas dalam
jurnal tersebut diantaranya halusinasi, insomnia, mania, demensia, dan vertigo.
Meski karyanya diakui dunia Barat, Ibnu Sina justru
dianggap oleh kalangan muslim tak mempercayai Tuhan alias ateis karena menganut
aliran Mu’tazilah. Aliran ini menjadi fondasi bagi lahirnya filsafat Islam
dengan tokoh-tokohnya yang dikenal setelahnya seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan
Ibnu Sina.
Aliran Mu'tazilah kurang diterima oleh sebagian penganut
Sunni karena beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi.
Penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Alquran secara
lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim (Robert Wisnovsky, Avicenna's
Metaphysics in Contexts, 2003).
Padahal, Avicenna mengintegrasikan gagasan dan
metodologi Aristoteles, neoplatonisme, dan filsafat Yunani lainnya dengan
tradisi monoteistik Islam. Ia mengadopsi teori neoplatonisme, tapi dia membuat
membedakan antara Tuhan dan ciptaan untuk menghindari kecenderungan neoplatonis
terhadap panteisme.
Dia adalah salah satu filsuf pertama yang menerapkan
logika filsafat terhadap teologi Islam, dan tulisannya memicu reaksi keras dari
para teolog Islam belakangan. Meski demikian, seperti dicatat New World Encyclopedia, karyanya
menjadi buku teks standar di madrasah-madrasah.
Sebagai salah satu ilmuwan berpengaruh di abad
pertengahan masa kejayaan Islam, Ibnu Sina telah membaca Alquran dan sastra
sejak umur 10 tahun. Dia dilahirkan dari pasangan Setareh dan Abdullah pada 980
Masehi di Uzbekistan.
Dibimbing oleh Natili, Ibnu Sina belajar logika dasar
dan pada usia 16 tahun mempelajari ilmu pengobatan. Saat Sultan Bukhara jatuh
sakit, Avicenna-lah yang berhasil menyembuhkannya. Sebagai ucapan terima kasih,
seperti ditulis Encyclopedia Britannica, sang
sultan membuka perpustakaan kerajaan Samanid untuknya.
Sejak itu, ia mulai menulis pada usia 21 tahun dan
menghasilkan 240 tulisan. Karya-karyanya melintasi bidang-bidang matematika,
geometri, astronomi, fisika, kimia, metafisika, filologi, musik, dan puisi.
Laki-laki yang dikenal tidak pernah menikah hingga akhir
hayatnya ini sulit diketahui catatan mengenai kehidupan pribadinya.
Satu-satunya sumber dari otobiografi yakni catatan yang didiktekan pada anak
didiknya, al-Juzjani.
Dituliskan dalam otobiografi itu, Ibnu Sina tetap
memiliki banyak kawan dari berbagai kalangan meski tetap dimusuhi dan difitnah
oleh golongan Islam puritan, bahkan sempat dipenjara. Ia mencintai kehidupan,
memiliki selera makan yang besar, sangat tertarik pada musik, anggur, dan seks.
Terlepas dari itu semua, kecerdasan karya-karyanya
sebagai dokter muslim pertama memberikan pengaruh mendalam terhadap
sekolah-sekolah medis Eropa hingga abad ke-17.
Akhir hidup filsuf eksentrik ini berakhir di bulan
Ramadan 1037 Masehi, saat dalam perjalanan menemani Ala al-Dawla menuju
Hamadan. Ia meninggal karena sakit perut, mengalami luka parah, dan tidak bisa
bertahan hingga menghembuskan napas terakhir.
Pada 1913, dokter dan profesor kedokteran Kanada, Sir
William Osler menyebut Ibnu Sina sebagai "penulis buku teks medis paling
terkenal yang pernah ditulis sepanjang sejarah." Osler, seperti terpacak
pada laman Britanicca, menilai sosoknya
sebagai seorang praktisi kedokteran yang sukses sekaligus berperan sebagai
negarawan, guru, filsuf dan tokoh sastra.
Makam Ibnu Sina di kota Hamadan, sebelah tenggara
Teheran, Iran, pada 1950 diperbarui dan diubah menjadi museum yang dilengkapi
dengan perpustakaan dengan ribuan koleksi buku. Tokoh muslim ini disebut mampu
mengembalikan kejayaan ilmuwan Islam abad pertengahan dan karyanya masih diakui
hingga sekarang.
Dikutip dari tirto.id
0 komentar:
Posting Komentar