![]() |
Sumber gambar: tirto.id |
Bagi sebagian ulama, tak ada waktu
yang mesti terbuang percuma. Di sela kesibukan menulis karya yang serius,
mereka rehat dengan menulis karya lain yang lebih ringan dan menghibur.
Cara para ulama terdahulu dalam melepas kepenatan dan menyegarkan badan
serta pikiran cukup unik. Sambil santai, mereka bisa tetap produktif. Di tengah
kesuntukan dan kesibukan menuliskan karya yang "berat", mereka
berekreasi dengan cara menulis karya yang bobotnya agak ringan.
Salah satu yang menempuh cara ini adalah Syihabuddin Ahmad ibn Salāmah
al-Qulyūbi. Ulama penganggit sejumlah karangan seperti Hasiyyah Al-Qulyūbi
ala Mahalli dan Hasyiyyah Tahrir ini merupakan sosok prolifik yang
memiliki keilmuan interdisipliner.
Ia bukan saja ahli fikih, tapi juga sebagai pakar retorika dengan karya
besar bertajuk Hasiyyah Isaguji, dan pionir dalam ilmu tata gramatika
serta sastra Arab dengan menulis kitab Hasiyyah Syarah Jurūmiyya.
Sejumlah kalangan menjura kepadanya karena ia pakar di bidang ilmu kesehatan
dan kedokteran. Pada dua bidang disiplin ilmu tersebut, ulama yang hidup pada
Abad ke-11 Hijriah ini menulis karya berjudul Al-Jami dan Tazkirah
Al-Qulyūbi.
Di sela-sela kapadatan dan keseriusannya menulis karya-karya tersebut,
al-Qulyūbi juga menulis kitab rekreatif bertajuk An-Nawādir. Kitab ini
berisi himpunan hikayat tentang keanehan dan peristiwa langka. Di dalamnya,
terkandung kisah-kisah yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan hikmah
kebijaksanaan. Tidak jarang ia menyisipkan sampiran bernada humor.
Metode penulisan seperti itu membuat tulisannya bukan saja bernas, tapi
juga tajam dan universal. Tema-tema yang diangkat, selain kisah sehari-hari,
juga kisah-kisah yang umumnya memiliki nilai berdaya tahan lama. Kecerdikan
inilah yang membuat An-Nawādir menjadi salah satu karya cemerlang yang
melambungkan namanya.
![]() |
Sumber gambar: tirto.id |
Hal serupa dilakukan oleh Jalāluddin Abdurrmah bin Abu Bakar As-Suyūthi.
Ulama besar berjuluk Ibnu Kutub ini merupakan penulis produktif yang memiliki
keilmuan mumpuni di banyak bidang. Ia pernah berduet dengan Jalāluddin
Al-Mahalli menulis kitab tafsir yang sampai saat ini laris dipelajari di
pesantren-pesantren di pelosok Indonesia bertajuk Tafsir Jalalain
(Tafsir dua Jalal). Dari tangannya juga lahir kitab terkenal dalam disiplin
kaidah fikih, yakni Al-Asybah wan Nadzāir.
As Suyūthi membunuh kesuntukannya di sela-sela menulis pelbagai buku serius
dengan cara menulis kitab Nawādhirul Aik fi Ma’rifati Naik. Kitab ini
berisi resep-resep mujarab dalam bersebadan. Dengan bahasa yang sangat vulgar
dan lugas, ia menuliskan bagaimana adab, etika, juga resep agar setiap orang
yang berhubungan intim dapat mencapai ekstase dan puncak kenikmatan. Seks yang
bagi banyak kalangan dianggap tabu, di tangan As-Suyūthi menjadi ringan untuk
diperbincangkan.
Cara As-Suyūthi menjatuhkan pilihan berekreasi dengan menuliskan resep
bercinta, sejalan dengan yang pernah dikatakan oleh Junaid Al-Bahgdādi.
Salah satu imam rujukan utama bidang tasawuf tersebut, sebagaimana dinukil oleh
Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin dan juga Ali Al-Jurjawi dalam Hikmah
Tasyri’ wa Falsafatuh, pernah mengeluarkan pernyataan bernada kontroversial.
"Ahtaju ilal jima’ kama ahtaju ilal quut (Aku butuh seks,
laiknya aku membutuhkan makanan)," ungkap Imam Junaid.
Pernyataan Imam Junaid, juga karya As-Suyūthi, menjelaskan satu hal bahwa
perkara seks bagi ulama terdahulu bukan sesuatu yang tabu untuk
diperbincangkan.
Sedot Lemak Berujung Kematian
Karya rekreatif lain ditulis oleh
Abdussalam Muhammad Harun. Ulama kontemporer ini menggandrungi hal-hal unik dan
aneh. Ia menjelajahi pengetahuan-pengetahuan yang aneh dan langka dalam sebuah
kitab bertajuk Kunnasyatun Nawādir.
Di dalam kitab ringkas ini, ia
misalnya menulis tentang praktik sedot lemak. Abdussalam Muhammad Harun
menjelaskan, berdasarkan investigasi ilmiah dan akademiknya terhadap kitab Ishābah
karya Ibnu Hajar Al-Asqalany, praktik sedot lemak pertama kali dilakukan oleh
sahabat Miqdad bin Aswad Al-Kindi.
Lelaki berperut buncit itu dikibuli
oleh budaknya yang berasal dari Romawi. Kepada Miqdad, sang budak menawarkan
jasa keahlian bedah perut untuk mengambil lemak. Namun malang, Miqdad
dikabarkan meninggal pasca operasi itu dan budaknya melarikan diri.
Abdussalam Harun juga berhasil
menemukan fakta unik bahwa tradisi makan dengan menggunakan sendok sudah ada
sejak lama. Dari hasil penelusuran terhadap kitab Ar-Rad ala Syuubiyyah
karya Ibnu Qutaibah, diketahui bahwa bangsa Persia telah lama menggunakan
sendok dan garpu untuk menyantap makanan.
Dalam bidang hiburan ia juga
menemukan hal yang menarik. Menurutnya, berdasarkan sajak Ibnu Jauzy dalam
kitab Nujūmuz Zāhirah, hiburan layar tancap sudah ada sejak abad kelima
masehi.
Demikian contoh sejumlah ulama yang
berekreasi dengan kreatif dan produktif. Mereka tak rela waktu santainya
terbuang percuma. Maka karya lahir di sela kesibukan menulis karya yang lain.
Dikutip dari tirto.id
0 komentar:
Posting Komentar