![]() |
Sumber gambar: toriolo.com |
Proses Masuknya Agama Islam
Keberhasilan proses Islamisasi di
Indonesia sebagai agama pendatang memaksa Islam untuk mendapatkan simbol-simbol
kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat
yang akan dimasukinya. Langkah ini merupakan salah satu sifat dari agama Islam
yang plural yang dimiliki semenjak awal kelahirannya.
Kedatangan agama Islam di berbagai
daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan
daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan sosial-budaya
yang berbeda. Sementara itu, sumber-sumber pendukung masuknya Islam di Indonesia
di antaranya adalah:
1.
Berita dari Arab
Berita ini bersumber dari para
pedagang Arab yang melakukan aktivitas perdagangan orang-orang Melayu. Pedagang
Arab diyakini telah datang ke Nusantara sejak masa Kerajaan Sriwijaya yang
kurang lebih pada abad ke-7 M. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang
menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah Nusantara bagian barat,
termasuk Selat Malaka pada waktu itu. Kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara dalam
upayanya memperluas kekuasaannya ke Semenanjung Malaka sampai Kedah dapat
dihubungkan dengan bukti-bukti prasasti 775, berita-berita Cina dan Arab abad
ke-8 sampai ke-10 M. Hal ini erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat
Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.
Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd,
Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh Muhammad Naquib AlAttas dalam bukunya yang
berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam
di Indonesia, seperti halnya Hamka dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka dengan
keras menuduh bahwa teori yang mengatakan bahwa Islam datang dari India adalah
sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara itu
tidak murni.
2. Berita dari Eropa
Berita dari Eropa ini berasal dari
Marcopolo tahun 1292 M. Marcopolo adalah orang Eropa yang pertama kali
menginjakan kakinya di Indonesia (Nusantara waktu itu), ketika ia kembali dari
Cina menuju Eropa melalui jalur laut. Pada saat itu, Marcopolo mendapat tugas
dari Kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembahkan kepada Kaisar
Romawi. Dalam perjalanannya itu, Marcopolo singgah di Sumatra bagian utara. Di
daerah ini, ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudera dengan
ibukotanya Pasai. Di antara sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch
Hurgronye, W.F. Stutterheim, dan Bernard H.M. Vlekke.
3. Berita dari India
Berita ini menyebutkan bahwa para
pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran agama
dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena di samping mereka datang untuk
berdagang, mereka juga aktif mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada
setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang terletak di
daerah pesisir pantai. Teori ini lahir selepas tahun 1883 M, dibawa oleh C.
Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, di antaranya adalah Dr. Gonda, Van
Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.
4. Berita dari Cina
Berita dari Cina ini bersumber dari
catatan dari Ma Huan. Ia adalah seorang penulis yang mengikuti perjalanan
Laksamana Cheng-Ho. Ma Huan dalam tulisannya menyatakan bahwa sejak
kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat
tinggal di pantai utara Pulai Jawa. Begitu juga dengan T.W. Arnol yang
menyatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, saat
itu mereka mendominasi perdagangan barat-timur sejak abad-abad awal Hijriah
atau abad ke-7 dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina yang lain disebutkan bahwa
pada abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah permukiman
Arab-Muslim di pesisir pantai Sumatra yang disebut dengan Ta’shih.
5. Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber berasal dari
dalam negeri yang menerangkan tentang berkembangnya pengaruh Islam di
Nusantara. Keterangan tersebut berdasarkan pada penemuan sebuah batu bersurat
di Leran, kabupaten Gresik. Batu bersurat tersebut dituliskan dengan
menggunakan huruf dan bahasa Arab. Walaupun sebagian tulisannya telah rusak,
tetapi dari batu tersebut dapat menceritakan tentang meninggalnya seorang
perempuan yang bernama Fatimah binti Maimun, yang berangka tahun 1028. Sumber
lain yaitu makam Sultan Malik Al-Saleh di Sumatra Utara yang meninggal pada
bulan Ramadan tahun 676 H atau tahun 1297 M. sementara itu, makam Syekh Maulana
Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M juga menjadi bukti bahwa
masuknya Islam telah terjadi di masa itu.
Kedatangan Islam ke wilayah Nusantara
dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan
secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam, yaitu:
1. Saluran Perdagangan
Dari berbagai jalan Islamisasi di
Nusantara pada taraf permulaannya, banyak yang sepakat bahwa Islam datang dan
berkembang melalui perdagangan. Hal ini sesuai dengan kondisi akan adanya
kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 sampai abad ke-16, yang saat itu
terjadi perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur
benua Asia. Di lokasi-lokasi tersebut, pedagang-pedagang Muslim baik dari Arab,
Persia, maupun India turut serta mengambil bagiannya di Nusantara.
Proses Islamisasi melalui perdagangan
ini sangat menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan jalinan di antara masyarakat
Melayu dan pedagang Muslim terjalin dengan tidak adanya suatu paksaan. Proses
Islamisasi melalui saluran perdagangan tersebut dipercepat lagi dengan situasi
dan kondisi politik dari beberapa kerajaan yang adipatiadipati pesisir berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan
dan perpecahan.
Secara umum, proses Islamisasi yang
dilakukan oleh para pedagang melalui perdagangan mungkin dapat digambarkan
sebagai berikut: Mula-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat
perdagangan dan kemudian di antaranya ada yang tinggal, baik untuk sementara
maupun untuk menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi
perkampungan-perkampungan. Perkampungan golongan pedangan Muslim dari
negeri-negeri asing itu disebut dengan pekojan.
2. Saluran Pernikahan
Pernikahan adalah salah satu dari
jalan proses terjadinya Islamisasi yang paling mudah. Hal itu dikarenakan dalam
ikatan pernikahan akan terjadi ikatan lahir batin, tempat mencari kedamaian di
antara dua individu yang berbeda jenis. Kedua individu, (suami dan istri) akan
membentuk sebuah keluarga yang posisinya adalah bagian dari inti masyarakat. Dalam
hal ini berarti pernikahan pedagang/ saudagar Muslim dan wanita pribumi akan
membentuk masyarakat Muslim. Melalui pernikahan inilah akan terlahir seorang
Muslim. Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang
lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama
putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar dari
pedagang Muslim, dengan tujuan meningkatkan nilai harkat dan marabat keluarga
dalam masyarakat.
Sebelum wanita pribumi menikah dengan
para pedagang Muslim, mereka harus diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka
mempunyai kerturunan, maka anak mereka pun akan menjadi Muslim seperti ayahnya
hingga akhirnya akan membentuk generasi-generasi Muslim selanjutnya dan
lingkungan mereka semakin luas. Dengan semakin banyaknya keluarga Muslim yang
tercipta, maka akhirnya timbul kampung-kampung dengan mayoritas berpenduduk
Muslim, yang meluas menjadi daerah-daerah dan kerajaankerajaan Muslim.
3. Saluran Tasawuf
Tasawuf merupakan salah satu jalan
yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi
dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia. Perkembangan Tasawuf dapat dilihat dari
peninggalan bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan
ke-18. Hal itu berkaitan langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam
praktiknya, para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha
menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah
masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya diyakini memiliki keahlian untuk
menyembuhkan penyakit dan lain-lain.
Jalur tasawuf merupakan proses
Islamisasi dengan mengajarkan teosoi dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya,
bahkan ajaran agama yang ada ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih
dahulu dimodiikasi dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan
diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, Syeh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Bahkan ajaran tasawuf
dikaitkan dengan ajaran mistik. Walaupun demikian, ajaran tasawuf seperti ini
masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 ini.
4. Saluran Pendidikan
Para ulama, dan guru agama berperan
besar dalam proses Islamisasi. Mereka menyebarkan agama Islam melalui jalur
pendidikan, yaitu dengan mendirikan surau-surau atau pondok-pondok pesantren
yang merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya, di
pondok pesantren ini diajar oleh guru-guru agama, kiai-kiai, atau ulama-ulama.
Di tempat tersebut, para santri belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab.
Setelah keluar dari suatu pesantren tersebut, mereka akan kembali ke
masing-masing kampung atau desanya untuk menjadi tokoh agama atau menjadi ulama
yang mendirikan dan menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal ulama
yang mengajarkan tersebut, maka semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya
akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.
Di pesantren-pesantren ini, para santri
diajarkan berbagai materi kajian yang menggunakan referensi kitab kuning. Kitab
kuning adalah sebutan untuk buku atau kitab tentang ajaran-ajaran Islam atau
tata bahasa Arab yang dipelajari di pondok pesantren yang ditulis atau dikarang
oleh para ulama pada abad pertengahan dalam hurup Arab. Disebut kitab kuning
karena biasanya dicetak dengan kertas berwarna kuning yang dibawa dari Timur
Tengah
5. Saluran Kesenian
Proses Islamisasi juga dilakukan
melalui seni, seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, seni
musik, dan seni sastra. Pada seni bangunan, tampak arsitektur Islami, misalnya
pada Masjid Kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, Masjid Agung
Banten, Masjid Baiturrahman di Aceh, masjid di Ternate, dan masjid lainnya di
Nusantara. Contoh lain dalam proses Islamisasi melalui seni adalah lewat
pertunjukan wayang yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang
itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang
masyarakat untuk datang melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya, pertunjukan
seni tersebut disisipi dakwah keagamaan Islam saat masyarakat telah berkumpul.
6. Saluran Politik
Pengaruh kekuasan raja kepada rakyat
sangat besar dalam proses Islamisasi. Ketika seorang raja memeluk agama Islam,
maka dengan otomatis rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya. Pada saat itu
rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi kepada rajanya. Raja dianggap
sebagai panutan, bahkan menjadi teladan bagi rakyatnya. Seperti yang terjadi di
Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya
memeluk agama Islam terlebih dahulu. Dengan bukti dan teori ini, maka dapat
dikatakan bahwa pengaruh politik raja benar-benar sangat membantu tersebarnya
Islam di daerah tersebut.
Pengaruh kedatangan agama Islam ke
Nusantara mendatangkan kecerdasan dan kebudayaan bangsa. Agama Islam pada
gilirannya mengangkat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya, baik secara
lahiriah maupun batiniah. Kebudayaan lahiriah tampak pada benda-benda budaya
Islam seperti bangunan masjid-masjid dan surat yang tersebar luas di seluruh
Indonesia. Mimbar-mimbar masjid serta ukiran-ukiran berupa hiasan pada mimbar,
kaligrai yang sangat disenangi kaum Muslimin, serta busana yang dikenal sebagai
busana muslim juga merupakan kebudayaan lahiriah yang lahir karena pengaruh
agama Islam.
Sementara itu, kebudayaan batiniah
yang muncul sebagai akibat masuknya agama Islam antara lain berupa adat
istiadat dan budi pekerti yang terformat dari ajaran Islam yang membentuk
kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa, Pancasilam dan butir-butir
yang terdapat di dalamnya sebetulnya adalah manifestasi dari ajaran Islam.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa seorang Muslim adalah juga seorang
Pancasilais sejati. Akidah Islam yang tertanam dalam dada seorang Muslim
menimbulkan semangat patriotisme untuk membela bangsa dari cengkeraman
penjajah. Sejarah dapat membuktikan semangat yang terpencar dari akidah Islam
ini. Perang Aceh, Perang Banjar, Perang Diponegoro, Perang Padri, begitu pula
patriotosme Fatahillah serta pasukan Demak untuk menghalau Portugis tahun 1527
adalah gambaran dari patriotisme bangsa untuk mengusir penjajah. Perang Aceh
(1873–1905) dan Perang Banjar (1859-1905) yang dapat bertahan sangat lama dan
menghabiskan tenaga dan pikiran bangsa Belanda itu karena masyarakat pribumi
termotivasi oleh akidah Islam. Sehubungan dengan inilah Dr. Setia Budi (E.F.E.
Douwes Dekker 1879-1952) pernah mengatakan dalam salah satu ceramahnya di
Yogyakarta menjelang akhir hayatnya, yang antara lain mengatakan:
“Jika tidak karena pengaruh dan
didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat
seperti yang diperlihatkan oleh sejarah bangsa Indonesia hingga mencapai
kemerdekaan.”
Jalinan pelayaran antara
negeri-negeri Islam di Timur Tengah dengan orang-orang di Nusantara sudah
berkembang sejak masa kebesaran khalifah abad ke- 9. Pada waktu itu, tidak ada
kapal-kapal lain yang melayari rute tersebut kecuali bangsabangsa dari Islam.
Sehubungan dengan ini, Al-Mas’udi, seorang pengarang, ahli sejarah, pelaut, dan
pengeliling benua yang wafat pada 246 H atau 957 M, mengatakan dalam bukunya
Murujul Zhahab atau Padang Luas Bertaburan Emas:
“Sangat luas kerajaan maharaja Jawa
itu, bala tentaranya tidak terhitung banyaknya. Dua tahun habis waktu jika
hendak menjalani kerajaannya. Sangat cukup pula berbagai hasil tumbuh-tumbuhan
dan kayu-kayuan yang wangi dan minyak wangi. Kapur barus, cengkih, dan cendana
datang dari negeri itu dan lain-lain lagi. Di sebelah sana terbentang jalan
luas lautan besar jalan ke negeri Cina.”
Mas’udi adalah seorang Arab keturunan
Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Nabi saw. Pada tahun 309 H setelah
dia mengelilingi Parsi dan Kirman, dia mengelilingi India dan Srilanka, dan
dari sana mengarungi samudra berlayar ke Cina. Dia beberapa kali mengadakan
pelayaran antara Cina dan Madagaskar.
Namun demikian, Mas’ud bukan
satu-satunya orang Arab yang melayari rute ini, tetapi yang jelas bahwa abad
ke-3 H, Mas’udi telah singgah di Nusantara. Pada abad ke-2 H atau abad ke-9 M,
telah terjalin hubungan antara Arab dengan dataran Cina. Adalah hal yang sangat
mungkin bahwa hubungan dengan Nusantara pun telah ada pada abad ke-2 H di
pesisir Cina yang gudangnya terletak di Canton.
Pada tahun 758 M, terjadi keributan
di Canton dan menyebabkan gudang perdagangan itu dirampok orang. Pada abad itu
telah terbentuk jemaah masjid di Canton. Jika pada abad ke-2 H telah terbentuk
jemaah dan masyarakat Muslim, hal itu berarti bahwa agama Islam telah masuk ke
Cina sebelum abad itu, karena terjadinya sebuah masyarakat Muslim memakan waktu
yang cukup lama. Dengan demikian, dapatlah dipastikan bahwa Islam telah masuk
ke Cina pada abad ke-2 H.
Pelayaran antara Arab-Cina cukup jauh
dengan kapal layar, oleh sebab itu Nusantara adalah satu-satunya tempat
persinggahan selama menunggu datangnya angin baik untuk dapat melanjutkan
pelayaran ke negeri Cina. Kalau Islam masuk ke negeri Cina pada aabd ke-2 H,
hal itu sangat mungkin sekali Islam masuk ke Nusantara ini pada abad pertama
Hijriah atau abad 7-8 M.
Menurut pendapat Ir. Moens dalam
bukunya “De Noord Sumatraanse Rijken der Parfums en Specerjen in voor Moslimse
Tijd”, yang dikutip oleh MD. Mansur, mengatakan bahwa kerajaan Samudra Pasai
telah berdiri sejak lama dan pada abad ke-5 M telah menjadi pusat perdagangan
yang resmi antara India dan Cina. Sementara itu, Sir homas Arnold dalam bukunya
“Preaching of Islam” mengatakan bahwa di pantai barat pulau Sumatra telah
terdapat satu kelompok perkampungan orang Arab, yaitu pada zaman pemerintahan
Yazid dari Dinasti Umayyah tahun 684 M.
Dari dua pendapat ini dapatlah
ditarik suatu kesimpulan bahwa Islam telah masuk sekitar abad 7-8 M. Hubungan
antara pedagang India dan Arab sudah lama terjalin dan tidaklah mustahil bahwa
pedagang India itu juga termasuk di antaranya pedagang Arab yang telah bermukim
di India. Umumnya, setiap pedagang Arab juga berfungsi sebagai mubalig, yang di
mana mereka itu menetap, maka di situ pula Islam berkembang.
Masuknya agama Islam ke Nusantara
tidaklah bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam di Nusantara ini. Tidak
pernah terjadi dalam sejarah kedatangan agama Islam langsung mendirikan
kerajaan Islam. Antara datangnya agama Islam dengan berdirinya sebuah kerajaan
Islam melintasi waktu yang cukup lama. Sementara itu, sebelum agama Islam
masuk, telah berdiri kerajaan yang mendapat pengaruh agama Hindu dan Buddha.
Karena itulah tentunya agama baru yang masuk melalui proses yang lama baru
dapat diterima oleh masyarakat sebagai agama.
Sumber: Kata Pengantar Buku Ensiklopedia
Kerajaan Islam di Indonesia
Pembaca dapat mengakses Buku Kata
Pengantar Buku Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia pada link pdf di bawah
ini
0 komentar:
Posting Komentar