![]() |
Sumber gambar: wahidfoundation.org |
ARKEOLOGI merupakan salah satu ilmu
yang sangat dekat – bahkan lengket – de ngan sejarah, karena keduanya bertujuan
sama: mengungkap kehidupan manusia pada masa lalu. Di masa lalu, pembedaan
antara keduanya lebih banyak pada penggunaan sumber data; sejarah lebih banyak
bersandar pada sumber tertulis, sedangkan arkeologi pada sumber yang berupa
benda atau artefak yang diperoleh antara lain melalui ekskavasi. Namun, seiring
dengan berkembangnya penulisan sejarah sosial yang multidimensional dan multidisiplin,
pembedaan itu menjadi lebih menyempit. Sejarah dengan relatif bebas mengambil
temuan-temuan arkeologi untuk memperkuat argumenargumen tertentu dalam
periwayatan sejarah pada masa-masa awal – juga pada masa sesudahnya. Hal ini
terlihat dari periwayatan sejarah awal Islam di Nusantara yang juga
mengandalkan temuan-temuan arkeologis berupa batu nis an, misalnya di Samudera
Pasai, Leran Jawa Timur dan sebagainya.
Dengan demikian, arkeologi terutama
tentu menjadi tumpuan untuk penelitian prasejarah, tetapi juga pada masa-masa
setelah itu – seperti terlihat dalam kasus sejarah awal Islam di Nusantara. Ada
ahli yang mengatakan bahwa arkeologi adalah “anthropology of the past”,
khususnya sejarah yang berkaitan dengan “material culture” yang, sekali lagi, sangat
penting dalam rekonstruksi “sejarah total” (total history).
Karena itu, dalam konteks sejarah
Indonesia, penggunaan pendekatan arkeologi khususnya, dan juga ilologi,
antropologi, sosiologi, ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial lain merupakan
kombinasi yang sangat baik dan penting dalam penelitian dan penulisan sejarah
total tadi. Apalagi, bukti-bukti tertulis untuk periode sebelum abad ke-9
Masehi yang tersedia masih sangat sulit ditemukan. Cuaca di Indonesia yang
tropis – panas dan lembab – membuat sumber-sumber dan bukti sejarah banyak yang
tidak bisa bertahan dalam per jalanan waktu. Karena itulah, kajian Islam untuk
periode sebelum abad ke-15 M sangat memerlukan dukungan bukti-bukti arkeologis.
Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia, katakanlah dari abad ke-13
sampai abad ke-15 M, masih menyisakan banyak pertanyaan yang memerlukan jawab
an atas dasar berbagai bukti – khususnya arkeologis. Oleh karena itu, sekali
lagi, penggunaan data dan bukti arkeologi untuk pengungkapan sejarah Islam Indonesia
menjadi sangat penting.
Dalam konteks itu, buku Arkeologi
Islam Nusantara, karya pelopor arkeologi Islam Indonesia, Uka Tjandrasasmita,
ini sangatlah penting. Buku ini memberikan perspektif arkeologis dalam
merekonstruksi sejarah Islam Indonesia. Meski Uka Tjandrasasmita pada dasarnya
adalah seorang arkeolog, jelas ia sangat terpengaruh penulisan sejarah yang
multidimensi dan multidisiplin, yang dikembangkan para ilmuwan dan sejarawan
Perancis melalui jurnal Annales. Buku ini mencontohkannya secara sangat baik
tentang penulisan sejarah sosial dengan menggunakan berbagai bahan, data dan
bukti, khususnya arkeologi yang kemudian didukung ilmu-ilmu lainnya.
Karena itu, salah satu kekuatan buku
ini adalah pada penggunaan berbagai macam sumber, hasil ekskavasi arkeologi
yang banyak ditulis dalam bahasa Belanda, sumber-sumber lokal seperti babad,
hikayat dan tambo, catatan perjalanan para pengembara asing, sejarah lisan,
dokumen dan arsip kolonial, observasi, serta buku-buku dan berbagai dokumen
lainnya. Selain itu, buku ini sangat kaya dengan macam-macam materi mengenai
berbagai aspek historis Islam Indonesia.
Atas dasar itu, buku ini merupakan
rujukan yang sangat penting bagi spesialis dan akademisi dalam kajian sejarah
Islam Indonesia; tidak hanya bagi para mahasiswa jurusan sejarah dan jurusan
arkeologi, tetapi juga publik lainnya. Buku Uka Tjandrasasmita ini jelas
memperkaya perspektif kita dalam memahami sejarah Islam Indonesia secara lebih
akurat dan komprehensif
Sumber: Kata Pengantar oleh Prof. Dr.
Azyumardi Azra, M.A, CBE dalam Buku Arkeologi Islam Nusantara karya Uka Tjandrasasmita
Pembaca dapat mengakses Buku
Arkeologi Islam Nusantara karya Uka Tjandrasasmita pada link pdf di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar