![]() |
Sumber gambar: jejakimani.com |
Seorang sufi “pemula”
tiba-tiba ingin membuktikan bagaimana Allah menjamin rezeki setiap makhluk di
muka bumi. Maka berkelanalah ia dari kota ke kota, dari hutan ke hutan, untuk
melihat bagaimana “tangan Allah” bekerja, hingga pada suatu pagi yang cerah, ia
sedang berteduh di bawah pohon rindang, ia melihat kejadian yang mengusik
nuraninya.
Seekor
burung cacat terjatuh dari sarangnya. Sang sufi melihat sayap burung tersebut
patah sehingga ia tak mungkin bisa terbang. Sang sufi langsung penasaran. Ia
berpikir, “Bagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung yang cacat ini?”
Lama ia menunggu, berharap menyaksikan suatu peristiwa yang menakjubkan, hingga
secara tiba-tiba seekor burung lain yang sehat wal afiat datang, dan memberikan
makanan kepada burung cacat tersebut.
Sang sufi
merasa mendapatkan pencerahan dari Allah. “Betul kata al-Qur’an,” pikirnya
dalam hati, “Tidak satu pun makhluk bergerak
(bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS.
Hud [11]: 6). Maka kembalilah ia ke khanqah tempat gurunya mengajar dan
menceritakan pengalaman spiritual yang ia alami. “Sekarang saya paham tentang
jaminan rezeki Allah kepada makhluk-Nya,” tuturnya kepada sang guru. “Mulai
sekarang saya akan sibuk beribadah dan tak mau lagi menyediakan ruang dalam hati
untuk memikirkan pekerjaan dan kesibukan duniawi walau sedikit pun. Saya ingin
seperti burung cacat yang pasrah menerima apa pun yang diberikan Allah
kepadanya.”
Sang
guru mengangguk mendengar penjelasan muridnya dan berkomentar, “Jadi kamu
berkelana jauh-jauh dari khanqah hanya untuk bercita-cita menjadi seekor burung
cacat? Mengapa engkau tidak bercita-cita untuk menjadi burung sehat yang bisa
memberi makan dan manfaat kepada burung-burung yang lain? Bukankah itu lebih
baik.
Diambil
dari Muhammad Ma’mun afkaruna.id
0 komentar:
Posting Komentar