![]() |
Sumber gambar: islami.co |
Rabi’ah dikenal
sebagai sufi pertama yang mendedahkan jalan cinta dalam perjalanan menuju
Allah. Baginya, tidak ada persoalan bagi seorang penempuh jalan-Nya
berada dalam posisi ‘ketakutan’ atau dalam keadaan ‘mencinta’. Yang terpenting
adalah tetap berada di jalan-Nya. Namun ada pula yang menyimpulkan bahwa
Rabi’ah secara implisit sesungguhnya menyerukan kepatuhan kepada Allah tanpa
adanya keterpaksaan. Yang berarti sebisa mungkin di dalam beribadah, orang
jangan sampai ada rasa takut dalam artian merasa terancam oleh-Nya.
Para ‘Arif
Billah memang telah menegaskan, “Allah di luar segala yang ada
dalam benakmu. Maha suci Allah dari yang tergambar oleh akal ataupun rekaan
imajinasimu.”
Bahkan, sayyidina ‘Ali karramallaahu
wajhah mengatakan bahwa orang-orang yang beribadah karena
ketakutan terhadap siksa Allah telah bermental budak, sedangkan mereka yang
memburu kenikmatan surga-Nya adalah para pedagang. Mengapa? Karena selain
menamai diri-Nya dengan Arrahmaan, Arrahiym dan
semacamnya, Allah juga memiliki nama khusus Al-Waduwd alias Dzat yang
maha mencinta.
Rabi’ahlah
sufi pertama yang mengekspose ihwal beribadah kepada Allah lewat jalan cinta
tersebut. Dalam Tadzkiratul ‘Awliya’ Fariduddin Aththar
menjelaskan bahwa laku Rabi’ah yang seperti itu tidak terlepas dari keadaan di
masa kanak-kanak serta pada masa pertumbuhannya. Saat-saat sebelum Rabi’ah
bertobat memiliki arti yang sangat penting dalam perjalanan hidupnya kemudian.
“Aku
mencintai-Mu dengan dua macam cinta; cinta hawa dan cinta karena Engkau memang
sudah seharusnya dicintai. Cinta hawa telah membuatku sibuk dengan pelbagai
persoalan selain-Mu. Sedangkan cinta sejati, tumbuh karena Engkau memang sudah
seharusnya dicintai; cinta yang membuat tirai terbuka hingga aku dapat
melihat-Mu. Maka tiada ungkapan puji dariku dalam bentuk cinta manapun, karena
ia hanyalah cinta untuk-Mu semata.”
Doa-doa Rabi’ah dan karamahnya
Doa
bagi Rabi’ah bukanlah permohonan atas nama dirinya atau yang lain, namun ia
adalah media komunikasi sederhana dengan ‘Sahabat Suci’-nya. Berikut ini adalah
di antaranya.
“Ya
Allah, apa pun yang telah Engkau anugerahkan kepadaku di dunia ini, mohon
limpahkanlah pula kepada musuh-musuhku. Juga apa-apa yang hendak Engkau berikan
kepadaku di akhirat nanti, berikanlah pula kepada ‘sahabat-sahabat’-Mu yang
lain. Bagiku, ridha-Mu saja telah mencukupiku ya Rabb.
Ya Allah, harapan dan keinginanku di
dunia ini adalah berdzikir mengingat-Mu di atas segalanya. Dan, di akhirat
kelak aku harus dapat berjumpa dengan-Mu secara langsung. Inilah yang hendak kusampaikan:
Engkau ridha kepadaku.
Ya Allah, anugerah terbaik-Mu dalam
hatiku adalah harapanku kepada-Mu, kata termanis yang keluar dari lisanku
adalah menyebut-Mu, dan saat terindah buatku adalah ketika bertemu dengan-Mu.
Ya Allah, Tuhanku, aku tidak tahan
jika sampai tidak berdzikir mengingat-Mu di dunia ini, bagaimana mungkin aku
dapat bertahan tanpa menatap-Mu di akhirat nanti?
Ya
Allah, keluhku kepada-Mu adalah bahwa aku seorang musyafir di tengah padang
sahara-Mu ini, dan aku kesepian di tengah hiruk pikuk makhluk-makhluk-Mu.”
Karamah Rabi’ah
yang sangat mengesankan dan sarat dengan simbol dalam Tadzkiratul
‘Awliya’-nya Aththar adalah yang berhubungan dengan ‘syahwat’ Hasan
Basri, sahabatnya. Suatu ketika keduanya sedang berada di tepian sungai. Hasan
membentangkan sajadahnya di atas air sambil berucap, “Rabi’ah, mari kita
bersama-sama salat dua rakaat.”
“Hasan,
perlukah kita mencari popularitas melalui kemampuan spiritual? Hal itu hanya
dibutuhkan oleh orang-orang lemah demi menyombongkan diri.” Rabi’ah berkata
demikian sambil melemparkan sajadahnya ke udara dan ia pun melesat di atasnya.
“Ayo Hasan, sekalian kita terbang bersama agar orang-orang lebih jelas melihat
kita berdua.”
Hasan
yang merasa tersindir hanya diam membisu. Rabi’ah yang sadar telah melukai
perasaan sahabatnya itu pun berusaha menghibur, “Hasan, ikan-ikan dapat
melakukan sesuatu lebih baik dari yang engkau peragakan barusan. Begitupun
burung-burung lebih piawai melakukan apa yang telah aku pertontonkan bukan?”
Diambil dari islami.co
Diambil dari islami.co
0 komentar:
Posting Komentar