![]() |
Sumber gambar: fajrifm.com |
Waktu
terus bergulir meniti setiap detik masa tanpa mampu kembali ke belakang.
Semakin jauh waktu berjalan, semakin berkurang kesempatan kita hidup di dunia.
Al-waqtu huwal hayah, waktu adalah kehidupan. Waktu itu sama berharganya dengan
kehidupan, karena dalam bentangan waktu itulah kita hidup, berkarya, beramal
dan melakukan segalanya. Jika waktu telah habis, maka habis pula kehidupan.
Dalam bentangan waktu yang terbatas itulah manusia dituntut untuk menunjukkan
kualitas dirinya di hadapan Allah. Di antara mereka ada yang diberi kesempatan
waktu yang panjang, ada pula yang hanya sebentar. Namun, persoalan pentingnya
bukan terletak pada durasi, tetapi pada keberkahan hidup yang dijalani dalam
ruang lingkup waktu yang telah diberikan oleh Allah. Ada ungkapan dalam bahasa
Arab
“Yang
penting bukan banyak, tetapi berkah.”
Sayyid
Quthb pernah mengatakan, “Usia bukanlah bilangan waktu, tetapi bilangan kesadaran
dan prestasi.” Artinya, bukan menjadi persoalan seberapa panjang usia
seseorang, tetapi yang penting adalah dengan apa dia mengisi setiap detik
hidupnya untuk menjadi pribadi Muslim yang lebih baik. Sebagai contoh, shahabat
Rasulullah yang bernama Saad bin Muadz hanya diberi kesempatan hidup oleh Allah
hingga usia 37 tahun. Padahal dia baru masuk Islam pada usia 31 tahun. Jadi,
hanya enam tahun dia menjalani hidupnya sebagai seorang Muslim. Tetapi ketika
dia wafat Rasulullah bersabda tentangnya “Sungguh Arsy Allah Yang Rahman
bergetar dengan berpulangnya Saad bin Muadz.” (Hr. Muslim)
Hanya
dalam waktu enam tahun dia telah menempatkan dirinya sebagai pribadi agung yang
dapat mengguncang Arsy Allah. Sungguh hidup yang penuh dengan keberkahan.
Demikian pula keberkahan telah menghiasi masa-masa kepemimpinan Umar bin Abdul
Aziz. Meskipun berkuasa hanya dalam waktu kurang lebih dua setengah tahun, Umar
bin Abdul Aziz telah berhasil memenuhi bumi ini dengan keadilan. Sungguh,
kepemimpinan yang berkah selalu dipenuhi kebaikan dan kemudahan dalam
menjalankannya.
Berkah
selalu berkaitan dengan kebaikan. Keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana definisi yang disampaikan oleh para ulama,
bahwa berkah itu adalah tumbuh, berkembang, dan bertambah kebaikan (ziyadatul
khair). Maka, jika semua hal yang kita hadapi, kita dapatkan dan kita lakukan
semakin menambah kebaikan pada diri dan ketaatan pada Allah, itu pertanda bahwa
keberkahan sedang mengiringi kehidupan kita. Lalu jika kebaikan yang kita
lakukan mendorong kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan berikutnya, itu juga
berarti kita berada dalam keberkahan. Setelah kebaikan mendominasi seluruh
aktivitas, maka selanjutnya suasana yang tercipta adalah ketenangan hati dan
jiwa. Karena hakikatnya kebaikan itu adalah sesuatu yang dapat menenangkan hati
dan jiwa. Sebagaimana sabda Rasulullah,
“Kebaikan
itu adalah apa yang membuat jiwa dan hatimu tenang” (H.R. Ahmad).
Jika
jiwa dan hati telah tenang, maka kita akan merasa ringan menghadapi semua
tantangan dan dinamika hidup. Tidak ada rasa takut dan khawatir. Agar
keberkahan senantiasa menyertai kehidupan kita dalam keterbatasan waktu yang
kita miliki, maka kita perlu mengawali semua hari yang dilalui dengan kebaikan.
Karena awal yang baik akan berpengaruh pada aktivitas kita selanjutnya.
Bangunlah di waktu fajar, lalu lakukan kebaikan-kebaikan di dalamnya, maka
Allah akan hadirkan keberkahan untuk mengiringi waktu-waktu kita.
Berikut
kami sertakan link khutbah jumat waktu dan keberkahan hidup di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar