![]() |
Sumber gambar: fimela.com |
Tak dapat dipungkiri bahwa
berhubungan seksual merupakan aktivitas yang “paling menyenangkan” bagi banyak
orang. Selain meningkatkan keharmonisan rumah tangga, hubungan seksual juga
meningkatkan kesehatan anggota tubuh, terutama jantung. Akan tetapi, aktivitas
ini kadang terhenti karena istri menstruasi. Sebenarnya, bagaimanakah hukum
menggauli istri saat menstruasi?
Dalam kitab Matnul Ghayah wat
Taqrib, Abu Syujak menyebutkan, menstruasi (haid) adalah darah yang keluar
dari kemaluan perempuan dengan cara sehat, bukan karena melahirkan. Warnanya
hitam kemerah-merahan, dan menyengat (terasa panas).
Sedangkan dalam dunia medis,
menstruasi adalah proses keluarnya darah dari dalam rahim yang terjadi karena
luruhnya lapisan dinding rahim bagian dalam yang banyak mengandung pembuluh
darah dan sel telur yang tidak dibuahi. Proses ini tidak jarang dibarengi
dengan nyeri perut, akibat dari kontraksi otot perut ketika mengeluarkan darah
dari dalam rahim.
Al-Qur’an menggambarkan hakikat
menstruasi dalam surat Al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang
haid. Katakanlah: ‘Haid itu adalah suatu kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa
menstruasi merupakan kotoran, karenanya kita disuruh untuk menjauhkan diri dari
istri di waktu menstruasi. Dari sini, para ulama sepakat keharaman menyetubuhi
(jimak/penetrasi) istri.
Hanya saja, para ulama berbeda
pendapat jika seorang suami menggauli istrinya yang sedang menstruasi, dengan
cara bersenang-senang pada selain vagina. Atau dalam bahasa lain, para ulama
berbeda pendapat tentang anggota tubuh istri yang harus dijauhi saat
menstruasi.
Pertama, Imam Ibnu Abbas dan Abidah Al-Salmani mengatakan,
seorang suami harus menjauhi seluruh anggota tubuh istrinya saat menstruasi.
Artinya, ia tidak boleh menggauli istrinya dengan cara apa pun. Mereka
berpedoman pada generalitas (keumuman) ayat di atas. Ayat itu secara umum
memerintahkan menjauhi istri ketika menstruasi, dan tidak menyebutkan secara
rinci anggota tubuh mana yang harus dijauhi.
Kedua, mayoritas ulama, meliputi Imam Malik, Imam Syafi’i,
Imam Auza’i dan Imam Abu Hanifah menegaskan bahwa anggota tubuh istri yang
harus dijauhi adalah anggota tubuh antara lutut dan pusar. Dengan demikian,
suami boleh menggauli istri pada selain anggota tubuh dimaksud. Mereka
berpegangan pada hadits riwayat Malik dari Zaid bin Aslam:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا يَحِلُّ لِي مِنَ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ ؟ فَقَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: (لِتَشُدَّ عَلَيْهَا إِزَارَهَا
ثُمَّ شَأْنَكَ بِأَعْلَاهَا)
Bahwasanya seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata:
Apakah yang dihalalkan bagiku dari istriku yang sedang haid? Beliau bersabda:
“Hendaklah engkau kencangkan sarungnya, kemudian dibolehkan bagimu bagian
atasnya.” (Al-Muwaththa’, Nomor 143).
Mereka juga berpedoman pada hadits
Maimunah riwayat Muslim:
عَنْ مَيْمُونَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
Dari Maimunah, ia berkata:
“Rasulullah saw. menggauli istri-istrinya di atas sarung, sedangkan
mereka dalam keadaan haid.” (Shahih Muslim, Nomor 294).
Ketiga, Imam Tsauri, Muhammad bin Al-Hasan, dan sebagian
ulama mazhab Syafi’i menyatakan, anggota tubuh istri yang harus dijauhi adalah
tempat keluarnya darah menstruasi, yaitu farji. Artinya, suami boleh menggauli
istri pada selain farjinya.
Mereka berpegangan pada hadits
riwayat Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
"Kerjakanlah segala sesuatu
kecuali nikah." (Shahih Muslim, Nomor 455).
Di samping itu, mereka juga
berpedoman pada perkataan Aisyah:
عَنْ مَسْرُوْقٍ قَالَ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ: مَا يَحِلُّ
لِي مِنِ امْرَأَتِيْ وَهِيَ حَائِضٌ؟ فَقَالَتْ: كُلُّ شَيْءٍ إِلَّا الْفَرْجَ
Dari Masruqin, ia berkata: Aku
bertanya kepada Aisyah: Apakah yang dihalalkan bagiku dari istriku saat dia
sedang haid? Ia berkata: “Segala suatu kecuali farji”. (Lihat: Muhammad bin
Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Beirut: Muassasah
Al-Risalah, 2006, juz 3, halaman 483-484).
Dari ketiga pendapat di atas,
tampaknya pendapat kelompok kedua merupakan pendapat yang kuat, yaitu pendapat
yang menyatakan bahwa anggota tubuh istri yang harus dijauhi saat menstruasi
adalah anggota tubuh antara lutut dan pusar. Artinya, suami boleh
bersenang-senang dengan istrinya pada anggota tubuh selain antara lutut dan
pusar. Pendapat ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam hukum Islam,
sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali Assabuni:
إِنَّ السَّمَاحَ بِالْمُبَاشَرَةِ فِيْمَا بَيْنَ
السُّرَّةِ إِلَى الرُّكْبَةِ قَدْ تُؤَدِّيْ إِلَى الْمَحْظُوْرِ، لِأَنَّ مَنْ
حَامَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ، فَالْاِحْتِيَاطُ أَنْ
نُبْعِدَهُ عَنْ مَنْطِقَةِ الْحَظَرِ
“Sesungguhnya memperbolehkan
menggauli anggota tubuh antara pusar dan lutut dapat membawa kepada hal yang
dilarang. Karena siapa yang berada di sekitar batasan yang diharamkan,
ditakutkan akan terperosok ke dalamnya. Maka untuk kehati-hatian, kita
menjauhkannya dari daerah larangan.”
Akan tetapi, jika keharaman
melakukan hubungan seksual (penetrasi) saat menstruasi dilanggar, maka menurut
mayoritas ulama meliputi imam Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i, ia harus
bertaubat dan memperbanyak membaca istighfar. Sedangkan menurut imam Ahmad bin
Hanbal, ia harus membayar kafarah sebanyak satu dinar atau setengah dinar. Satu
dinar setara dengan 4,25 gram emas. (Lihat: Ali Al-Shabuni, Rawai’ul Bayan,
Damaskus: Maktabah Al-Ghazali, 1980, juz 1, halaman 299).
Adapun hikmah diharamkannya hubungan
seksual saat menstruasi, sebagaimana dituturkan oleh Laura Berman, PHD, seorang
pakar seks dan terapis dari Northwestern University Chicago, bahwa hubungan
seks saat menstruasi berpotensi menimbulkan penularan berbagai virus, terutama virus
HIV dan hepatitis, bagi perempuan, dan berpotensi mengakibatkan infeksi saluran
kencing, sperma, dan prostat, bagi laki-laki.
Dari sini, kita jadi semakin yakin
betapa ajaran Islam merupakan sumber kebahagiaan umat manusia di dunia maupun
di akhirat. Wallahu a’lam.
Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus Yayasan Mamba’ul
Ma’arif Denanyar Jombang.
Dikutip dari nu.or.id
0 komentar:
Posting Komentar