![]() |
Sumber gambar: dream.co.id |
Kata zakat
ditinjau dari sisi bahasa arab memiliki beberapa makna, di antaranya berkembang,
berkah, banyaknya kebaikan, menyucikan dan memuji.
Sedangkan dalam istilah fiqih, zakat memiliki arti sejumlah harta tertentu yang
diambil dari harta tertentu dan wajib diserahkan kepada golongan tertentu (mustahiqqin).
Zakat
dijadikan nama untuk harta yang diserahkan tersebut, sebab harta yang dizakati
akan berkembang dan bertambah. Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad
al-Hishni berkata:
وسميت بذلك لأن المال ينمو ببركة إخراجها ودعاء الآخذ
“Disebut zakat karena harta yang
dizakati akan berkembang sebab berkah membayar zakat dan doa orang yang
menerima.” (Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul
Akhyar, Surabaya, al-Haramain, cetakan kedua, 2002, halaman 104)
Allah
berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Artinya:
“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Ruum : 39)
Terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kapan zakat diwajibkan. Di dalam
kitab Hasyiyah al-Jamal dijelaskan bahwa Zakat mal mulai diwajibkan di bulan
Sya’ban tahun kedua hijriah bersamaan dengan zakat fitri. Ada yang berpendapat
bahwa zakat diwajibkan sebelum baginda Nabi hijrah ke Madinah.
Namun,
menurut pendapat yang masyhur di kalangan para pakar hadits, zakat mal
diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri
diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa
Ramadhan. (Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, Beirut,
Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2003, jilid dua, halaman 96)
Tidak
diragukan lagi betapa besar hikmah di balik kewajiban zakat. Hikmahnya begitu
tampak jelas bagi siapa pun yang mau merenungkannya. Di antara hikmah zakat
yang paling nampak jelas adalah mengentaskan kemiskinan. Di dalam kitab Syarh
Yaqut an-Nafis fi Madhab Idris, Habib Muhammad bin Ahmad Bin Umar asy-Syathiri
menjelaskan sebagian dari hikmah di balik kewajiban zakat.
أما حكمة الزكاة فمعروفة وظاهرة وتبدو في هذا العصر
أكثر، فمن شأنها التعاطف والتراحم، ولو أخرجت الزكاة ووزعت على وجهها الصحيح
الشرعي لما بقي على وجه الأرض فقير أبدا. لأن ربنا جعل في أموال الأغنياء ما يكفي
الفقراء
Artinya: “Adapun
hikmah zakat, maka sudah diketahui dan tampak jelas. Dan semakin tampak di masa
sekarang. Termasuk dampak positif dari zakat akan terjalin kasih sayang dan
saling mengasihi. Seandainya zakat dibayarkan dan dibagikan sesuai dengan cara
yang benar secara syar’i, niscaya selamanya di muka bumi tidak akan ada orang
yang miskin. Karena sesungguhnya di dalam harta para orang kaya, Tuhan kita,
Allah Swt telah menetapkan sebagian hak yang bisa mencukupi para faqir.” (Habib
Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh Yaqut an-Nafis, Beirut,
Dar al-Minhaj, cetakan ketiga tahun 2011, halaman : 259)
Sungguh
benar apa yang telah beliau sampaikan ini. Seandainya kita kira-kirakan jumlah
kaum Muslimin di dunia ini kurang lebih satu miliar. Coba kita melihat pada
zakat fitri saja. Ukuran zakat fitri yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang
Muslim adalah satu sho’ (kurang lebih 2,8 kg). Dan zakat fitri wajib dibayar
oleh setiap orang yang memiliki makanan pokok yang lebih untuk sehari semalam
di Hari Raya Idul Fitri. Seandainya kita kira-kirakan uang yang dihasilkan dari
setiap sho’ kurang lebih Rp25.000, lalu berapa yang dihasilkan dari
kelipatannya dengan jumlah orang islam yang wajib membayar zakat? Bayangkan
saja betapa banyaknya!
Belum lagi
zakat tijarah (perdagangan). Berapa banyak para pedagang Muslim yang
memiliki aset dagang ratusan juta atau bahkan miliyaran rupiah. Jika
masing-masing dari mereka mengeluarkan zakat 2,5 persen, maka betapa banyak
zakat yang terkumpul.
Kemudian di
dalam Islam masih ada lagi kewajiban zakat pertanian, zakat peternakan, zakat
emas dan perak, dan zakat pertambangan. Dan perlu diingat bahwa semua
zakat-zakat ini wajib dibayarkan setiap tahun.
Syariat juga
telah mengajarkan bagaimana cara membagi zakat yang benar. Jika orang yang akan
diberi zakat dinilai ahli berdagang, maka ia diberi modal untuk berdagang. Jika
ahli bertani, maka diberi modal pertanian. Jika ahli dalam keilmuan, maka
diberi bekal untuk mencari ilmu agar bermanfaat bagi orang banyak. Jika kreatif
dalam membuat usaha, maka diberi modal untuk membuka usaha. Dan jika tidak ahli
mengembangkan harta, maka diberi harta yang bisa dimanfaatkan seperti sawah
yang bisa disewakan dan seterusnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam
kitab-kitab mu’tabarah, di antaranya di dalam kitab al-Majmu’ Syarh
al-Muhadzdzab (Lihat Imam an-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Beirut,
Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2001, jilid keenam, halaman : 194)
Kita lihat
bagaimana Allah menata dan mengatur sedemikian rupa agar manusia di muka bumi
ini menjadi baik dan sejahtera. Namun sayangnya, mungkin karena kurangnya
pengetahuan terhadap aturan yang benar di dalam mengelola zakat, atau faktor
lain, hingga seakan zakat tidak begitu mewarnai dalam kehidupan perekonomian
kaum Muslimin.
Sumber:
nu.or.id
Berikut kami lampirkan link versi
luring (offline) di bawah ini
0 komentar:
Posting Komentar