![]() |
Sumber gambar: islami.co |
Untuk
menyambut bulan Ramadhan, yang di dalamnya semua umat islam diwajibkan untuk
berpuasa, perlu kiranya kita mengetahui apa saja perkara yang membatalkan puasa
dan pahala puasa, agar kita lebih berhati-hati untuk menjauhi hal tersebut.
Dalam
kitab Fathul Qaribul Mujib yang merupakan salah satu kitab fiqh klasik karya
ulama pembesar madzhab Syafi’iyyah yakni Al-Allamah al-Syaikh Muhammad bin
Qasim al-Ghazi (859-918 H). Kitab ini merupakan syarah (penjelas) atas matan
kitab al-Taqrib karangan al-Qadhi Abu Syuja’ al-Asfihani. Dijelaskan di
dalamnya ada sepuluh perkara yang membatalkan puasa:
1. Masuknya benda ke dalam
tubuh dengan sengaja melalu lubang yang terbuka (mulut, hidung, dan lain-lain).
Seperti yang sudah kita
tahu bahwa definisi dari shaum puasa adalah imsak atau menjaga, menahan sesuatu
agar tidak masuk ke dalam tubuh kita. Baik itu berupa makanan, minuman,
obat-obatan, atau segala macam benda lainnya. Sebagaimana dalam Alquran Allah
Swt. berfirman;
Makan dan minumlah sampai
waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam… (QS. Al-Baqarah,
2: 187)
Adapun jika kita melakukan
aktivitas di atas tanpa sengaja, maka kita diwajibkan melanjutkan puasa
tersebut sampai selesai tanpa harus mengqadanya. Hal ini berlandaskan hadis
Rasulullah Saw.;
“Jika lupa sehingga makan
dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah SWT
yang memberinya makan dan minum” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Masuknya benda ke dalam
tubuh dengan sengaja melalu lubang yang tertutup, seperti benda yang masuk ke
otak melalui kepala. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bahwa orang yang
berpuasa wajib mencegah sesuatu yang bisa masuk ke dalam anggota tubuh.
3. Mengobati orang yang sakit
melalui dua jalan (qubul dan dzubur)
4. Muntah dengan sengaja,
namun apabila tidak disengaja maka hukumnya tidak batal. Berlandaskan hadis
Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang terpaksa
muntah, maka tidak wajib baginya menqadha puasanya. Dan barangsiapa muntah
dengan sengaja, maka wajib baginya menqadha puasanya” (Hadits Riwayat Abu Daud
2/310, At-Tirmidzi 3/79, Ibnu Majah 1/536, dan Ahmad 2/498
5. Berjimak, Bersetubuh,
melakukan hubungan seksual dengan sengaja. Namun tidak batal apabila lupa
(kalau sedang puasa) seperti yang disampakan oleh Ibnul Qayyim dalam Kitabnya
(Zaadul Ma`ad 2/66): Alquran menunjukkan bahwa Jima` membatalkan puasa seperti
halnya makan dan minum, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.
Bagi pasangan yang dengan
sengaja melakukan Jimak saat berpuasa, maka diwajibkan baginya membayar kafarat
yaitu memerdekakan budak mukmin. Apabila dia tidak sanggup atau tidak
menemukannya, maka wajib baginya berpuasa di luar puasa Ramadhan selama dua
bulan berturut-turut, dan apabila ia tidak mampu juga maka diwajibkan membayar
fidyah untuk 60 orang fakir atau miskin. Dan bagi tiap-tiap orang miskin
mendapatkan satu mud dari makanan yang mencukupi untuk zakat fitrah.
Apabila ia tidak mampu
semuanya, maka kafarat tersebut tidak gugur dan tetap menjadi tanggungannya.
Dan pada saat ia ada kemampuan untuk membayar dengan cara mencicil, maka
lakukan saja dengan segera.
6. Keluar mani karena
bertemunya dua kulit (antara laki-laki dan perempuan) walaupun tanpa berjima’.
Diharamkan apabila mengeluarkannya dengan tangan, namun tidak diharamkan
seumpama dikeluarkan dengan tangan istrinya atau budaknya (tapi tetap termasuk
perkara yang membatalkan puasa). Adapun keluar mani tanpa disengaja seperti
karena mimpi maka itu tidaklah batal.
7. Haid, yaitu darah yang
keluar dari kemaluan perempuan yang sudah menginjak usia batas minimal 9 tahun.
Adapun waktu haid paling cepat selama sehari semalam (24 jam). Umumnya darah
haid keluar selama satu minggu, dan paling lama masa haid selama 15 hari.
8. Nifas, adalah darah yang
keluar setelah melahirkan. Adapun darah yang keluar sebelum melahirkan atau
bersamaan dengan waktu melahirkan bukan termasuk darah nifas, akan tetapi
disebut darah istihadhah.
Batasan minimal dari darah
nifas adalah setetes dalam waktu sebentar. Apabila setelah itu tidak ada lagi
darah yang keluar, maka ia suci dan harus mandi besar. Dan apabila setelah
melahirkan tidak ada darah yang keluar, maka
status wanita tersebut suci dan
tetap harus mandi besar karena wiladah (keluarnya anak) yang berasal
dari mani suami istri.
Masa nifas biasanya 40
hari. Sedangkan paling lama adalah 60 hari. Dengan demikian wanita yang keluar
darah selama masa nifas maka hukumnya si wanita tidak diperbolehkan melakukan
shalat dan puasa.
9. Hilang Akal. Ada
beberapa ciri orang hilang akal yang masuk dalam perkara yang membatalkan
puasa:
Pertama, gila. Orang hilang
akal yang menyebabkan dirinya tidak bisa membedakan perkara halal dan haram,
Perkara baik dan tidak baik, maka dia dianggap sudah keluar dari kewajiban
(mukallaf) dan dihukumi sama halnya seperti bayi.
Kedua, Mabuk dan pingsan.
Jika disengaja, maka
mabuk dan pingsan membatalkan
puasa biarpun sebentar. Seperti dengan sengaja mencium
sesuatu yang ia tahu
kalau ia menciumnya
pasti mabuk atau pingsan. Jika mabuk dan pingsannya adalah tidak disengaja
maka akan membatalkan
puasa jika terjadi
seharian penuh.
Tetapi jika
dia masih merasakan sadar
walau hanya sebentar
di siang hari
maka puasanya tidak
batal. Misal mabuk kendaraan atau
mencium sesuatu yang ternyata
menjadikannya mabuk atau
pingsan sementara ia
tidak tahu kalau
hal itu akan
memabukkan atau menjadikannya
pingsan. Maka orang
tersebut tetap sah puasanya asalkan sempat tersadar di
siang hari walaupun sebentar.
10. Murtad, yaitu melakukan
sesuatu hal yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam dengan (semisal)
mengingkari keberadaan Allah Swt. sebagai zat tunggal. Jika terjadi di saat ia
sedang melaksanakan ibadah puasa, maka otomatis hal ini masuk dalam perkara
yang membatalkan puasa.
Diambil dari bincangsyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar