![]() |
Sumber Gambar: nu.or.id |
Relasi
Antara Muslim Dengan Non Muslim, sejarah tentang hubungan Nabi Muhammad dan umat
Islam dengan kaum Nashrani dan Yahudi. Nyata bahwa Islam mengakui pluralitas
agama dan tidak melakukan pemaksaan dalam berdakwah. Islam tidak datang untuk
menghabisi dan memusnahkan agama lain, melainkan agar para pemeluk agama saling
hidup damai berdampingan dan bekerja sama. Terlebih dalam masalah interaksi
sosial (mu'amalah)
dan
pergaulan sehari-hari dengan orang kafir, Islam mengajarkan keluwesan dan sikap
saling menghargai.
“Jangan
melakukannya di lobang tanah, yang kemungkinan terdapat hewan hidup di
dalamnya.” Demikian salah satu etika buang air besar dan kecil, seperti yang
diterangkan oleh al-Imam Abu Syuja' dalam karyanya yang monumental, Ghayah al-Taqrib.
Kitab
yang merupakan 'konsumsi wajib' para santri di hampir seluruh pesantren di
pulau Jawa, memiliki banyak kitab syarh atau kitab yang menjadi penjelasnya dan yang
mengomentarinya, seperti al-Iqna', al-Tadzhib, dan Fath al-Qarib. Bahkan Fath al-Qarib sendiri memiliki kitab syarhnya sendiri,
seperti Hasyiyah
al-Bajuri, Kifayah al-Akhyar, dan Tausyikh.
Syaikh
Nawawi al-Bantani, seorang ulama Indonesia yang mendapat julukan sayyid ulama' al-hijaz (maha guru
ulama tanah Hijaz), mengomentari ungkapan di atas, “Bisa jadi di dalam lobang itu terdapat hewan
yang lemah. akibatnya hewan tadi menjadi terganggu dan tersakiti. Mungkin juga
di dalamnya terdapat hewan yang kuat, maka kita yang justru akan terganggu dan
tersakiti. Atau bahkan lobang tersebut merupakan tempat tinggal Jin…
Dalam
Surat al-Anbiya ayat 107 dinyatakan, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Dengan lugas dinyatakan bahwa Islam
merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam
semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin. Kezaliman terhadap binatang, akan
dipertanggungjawabkan di akhirat. Dalam sebuah hadis dinyatakan, Siapa yang membunuh burung kecil, tanpa alasan
yang dibenarkan ('abast), maka burung itu akan melayangkan 'somasi' di hadapan
Allah berupa tuntutan: Ya Tuhanku, orang itu telah membunuhku tanpa alasan, ia
membunuhku tanpa kemanfaatan.
Senada
dengan Hadis di atas, Shahabat Abdullah bin 'Amr berkata bahwasanya Rasulullah
pernah bersabda, “Siapa yang membunuh burung, atau hewan lain
yang lebih kecil darinya tanpa hak, maka Allah akan meminta pertanggungjawaban
kepadanya.”Rasulullah saat ditanya tentang hak burung
tersebut, beliau bersabda, “Burung tersebut memiliki hak untuk disembelih
untuk kemudian dimakan, bukan dipotong lehernya untuk kemudian dilempar (tersia-sia).”
Sungguh,
hak hewan dihormati oleh Islam. Apapun bentuk kesewenang-wenangan dan kezaliman
terhadap hewan, akan mendapat kecaman dari Agama. Dalam sebuah hadis
diriwayatkan, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda: Seorang
wanita disiksa sebab seekor kucing yang dikurungnya. Ia tidak memberinya makan,
hingga akhirnya kucing itu mati karena kelaparan. Ia juga tidak melepaskannya,
hingga kucing tadi bisa mencari makan dengan sendirinya". Rasulullah
menambahkan,“Wanita tadi dihukum masuk Neraka”.
Masih
dalam konteks menghormati hak hewan, Nabi Muhammad menyuruh kita untuk
menajamkan pisau yang digunakan dalam penyembelihan. Hal ini dimaksudkan agar
hewan yang disembelih tidak terlalu lama merasakan sakitnya penyembelihan.
Sabda beliau, “Ketika kalian menyembelih (hewan ternak), maka
perbaguslah penyembelihanmu. Hendaknya pisau penyembelihan ditajamkan, dan
hewan sembelihan dibuat merasa 'nyaman'.
Al-Imam
Yahya bin Syaraf al-Nawawi mengomentari kata 'nyaman' pada hadis di atas, “Hendaknya menajamkan pisau penyembelihan dan
mempercepat proses penyembelihan. Dianjurkan untuk tidak menajamkan pisau di
hadapan hewan yang akan disembelih, dan tidak melakukan penyembelihan seekor
hewan di hadapan hewan lain yang juga akan disembelih. Demikian seterusnya.”
Demikian
sebagian penghormatan yang diberikan Islam terhadap semut, burung, kucing, dan
hewan-hewan lainnya. Sesungguhnya masih banyak lagi hak-hak hewan yang dijaga
dan dipelihara oleh Islam. Sikap menghormati ini juga berlaku pada semua
makhluk Allah Ta'ala, termasuk tetumbuhan dan jin.
Dibandingkan
dengan perlakuan terhadap hewan dan tetumbuhan, Islam lebih menghormati dan
menghargai manusia. Penghormatan ini dengan jelas dinyatakan Allah Ta'ala dalam
al-Quran surah al-Isra ayat 70, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak
Adam…”. Yang
patut digaris bawahi dari ayat ini, adalah bahwa penghormatan ini tidak
terbatas kepada orang-orang Islam, melainkan juga kepada mereka yang tidak
beragama Islam, atau yang seterusnya akan kita sebut sebagai non muslim. Karena
baik mereka yang beragama Islam maupun mereka yang non muslim, kesemuanya
merupakan "anak-anak Adam".
Namun
karena tipologi orang-orang Islam dan non muslim tidak sama, bahkan tipologi
non muslim pun berbeda-beda. Maka perlakuan dan penghor-matan Islam kepada
mereka juga berbeda. Bentuk hubungan ini mensyaratkan adanya pemahaman yang baik dan saling
menghormati keyakinan dengan yang lain. Dalam aspek inilah, hubungan yang
diistilahkan dengan mu’amalah dalam arti luas ini harus
dijelaskan dalam kaitannya dengan legitimasi hukum Islam.
Hal ini
sangat jelas dipraktekkan langsung oleh Baginda Nabi Muhammad Saw. Praktik nabi
berinteraksi dan bermu’amalah dengan umat beragama yang lain merupakan sebagai
bentuk ajaran dan pengajaran kepada umat Islam. Beberapa contoh seperti ketika
Nabi menggadaikan baju zirah (perang) nya kepada seorang Yahudi. Dan Nabi
Muhammad Saw sendiri memiliki seorang mertua yang beragama Yahudi. Namun meskipun
Nabi menjalin hubungan harmonis dengan non muslim serta saling tolong-menolong
bersama mereka dalam hal muamalah sehari-hari, bukan berarti Nabi mengikuti
akidah dan ibadah mereka. Ketika orang-orang non muslim Quraisy datang dan
mengajak Nabi untuk menyembah tuhan mereka selama setahun dan merekapun akan
menyembah Allah selama setahun, maka dengan tegas Nabi mengucapkan, “lakum
dinukum waliyadin” (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Q.S. Al-Kafirun : 6).
Setidaknya beberapa atas cukup bagi kita untuk membuktikan bahwa ternyata Islam
dan umatnya tidak seeksklusif yang disangkakan oleh sebagian pihak, khususnya
dalam menjalin relasi dengan pihak yang berbeda keyakinan dengan mereka. Islam
sangat menghargai perbedaan dan tidak menjadikannya sebagai penghalang.
Terwujudnya
kerukunan antara kaum muslimin dengan mereka dalam hal muamalah, bukan dalam
hal akidah ataupun ibadah. Di sinilah letak prinsip dasar ajaran Islam yang
menjadi rahmat bagi sekalian alam. Artikel ini mengulas beberapa tema yang
berkaitan dengan relasi muslim dan nonmuslim. Misalnya seperti bagaimana hukum
orang non-muslim memasuki masjid, ikut merayakan hari raya non-muslim, hukum
menerima beasiswa dari non-muslim dan sebagainya. Endingnya adalah
pemahaman kita semakin meningkat dan tidak jumud dalam menyikapi relasi muslim
dan non-muslim dari pendapat fikih yang dikenal sangat plural dan beragam
dengan kekhususan model penggalian hukumnya.
Sumber:
Andi
Rahman, “Relasi Antara Muslim dan Non Muslim”, Kordinat: Jurnal Komunikasi
Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, No. 2, Vol. XV, (2 Oktober, 2016), 217-220.
Jurianto
dan Yunal Isra, Relas Muslim dan Non Muslim (Jakarta: El Bukhari Institute,
t.t)
Berikut kami sertakan link buku Relasi Muslim
dan Non Muslim di bawah ini:
0 komentar:
Posting Komentar