![]() |
Sumber gambar: republika.co.id |
Tak dapat dipungkiri,
Nabi Muhammad saw adalah satu-satunya pemimpin yang berhasil menaklukkan Kota
Mekah tanpa pertumpahan darah setetespun. Padahal, menurut riwayat yang
disebutkan Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, beliau memiliki 10.000
prajurit/muqatila berkekuatan penuh dan bersenjata lengkap. Bahkan, sekiranya
seluruh penduduk Mekah bersatu melawan pasukan muslim, mereka bisa dengan mudah
dihabisi dalam waktu sekejap.
Nabi saw dan pengikutnya
juga punya alasan yang sangat kuat untuk menghancurkan Mekah. Mereka sering
dicaci maki, disakiti, diembargo, dijarah, diusir, bahkan hendak dibunuh oleh
kaum Quraisy Mekah selama lebih dari sepuluh tahun.
Nabi saw menunjukkan
itikad baik membangun hubungan harmonis dengan komunitas oposisi yakni kaum
musyrikin. Meski teror psikis dan tindakan anarkis dilakukan tanpa henti, Nabi
saw tetap mengedepankan prinsip sabar, lemah lembut, dan debat santun. Tanpa
tindakan tersebut, tentu kuantitas komunitas Muslim tidak akan semakin
bertambah dan mampu bertahan selama belasan tahun. Kesantunan dan kepribadian
Nabi saw menggugah kesadaran dan kebenaran misi kenabiannya serta membantah
tuduhan negatif yang diprovokasikan oleh komunitas musyrikin Mekah.
Dalam kitab At-Thabaqat
karya Ibnu Sa’d diceritakan bahwa Nabi saw pernah menyambut hangat kunjungan 60
tokoh Nasrani Najran pada tahun ke 10 Hijriah. Ketika rombongan tersebut sampai
di Madinah, mereka langsung menuju masjid. Saat itu, Nabi saw sedang melaksanakan
shalat Asar berjamaah. Mereka datang dengan memakai jubah dan surban. Ketika
waktu kebaktian tiba, mereka tidak perlu mencari gereja karena Nabi saw
memperkenankan mereka untuk menjalankan kebaktian di masjid.
Dalam kisah ini terdapat
teladan interaksi harmonis antar-agama. Sikap toleransi itu mewujud pada;
Pertama, para tokoh Nasrani Najran mengadaptasikan diri secara busana dengan
mengenakan jubah dan surban sebagai sebuah penghormatan kunjungan kepada Nabi
saw dan komunitas muslim. Kedua, mereka bersedia menunggu Nabi saw hingga
shalat Asar usai. Ketiga, Nabi saw menyambut para tamu dengan hangat di masjid
meski berbeda agama. Keempat, bahkan Nabi saw memberi kesempatan bagi mereka
untuk melakukan kebaktian di masjid.
Interaksi damai yang Nabi
Saw contohkan ini sesuai dengan misi Islam yang menekankan untuk senantiasa membangun interaksi beda agama
atas dasar komunikasi yang damai. Dalam Q.S al-Mumtahanah ayat 8, pembangunan
relasi harmonis dan keadilan terhadap orang lain harus selalu diupayakan selama
ia yang berbeda agama tidak berbuat jahat pada umat Islam.
Sebagaimana dikisahkan
Nuruddin al-Haytsami dalam kitabnya Bughyat al-Bahith ‘an Zawa’id Musnad
al-Harith, ketika mendengar Nabi saw beserta pasukan dalam jumlah besar mulai
memasuki Mekah pada tahun ke-8 Hijriah, para pemuka Quraisy yang dulu pernah
menyakiti Rasul kalang kabut. Kekuatan Mekah kalaupun disatukan tak akan mampu
menghadapi gelombang umat Islam yang datang.
Sementara itu, mereka
tidak mungkin meminta bantuan dari kota lain. Akhirnya, banyak orang Quraisy
melarikan diri dan mencari suaka di tempat lain, tak terkecuali Shafwan ibn
Umayyah yang buru-buru pergi menuju pelabuhan Jeddah. (Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa sebenarnya, ia bukan hendak menuju Yaman namun ingin bunuh
diri dengan menyelam ke dalam lautan).
Shafwan ibn Umayyah
beserta ayahnya (Umayyahh Ibn Khalaf) adalah tokoh penting Quraisy yang sangat
memusuhi Nabi dan pengikutnya. Maka, kekalutan Shafwan sangat masuk akal.
Mengetahui Shafwan pergi, Umair ibn Wahab sepupunya (yang di masa lalu pernah
diperintahkan oleh Shafwan untuk membunuh langsung Nabi saw), segera melapor
kepada sang baginda. Apa kata Nabi? “Sampaikan kepada Shafwan, aku menjamin keselamatannya.”
Umair tidak puas dengan pernyataan tersebut. “Berilah aku sebuah jaminan wahai
Rasul.” Rasulullah saw kemudian menyerahkan sebuah surban. Umair segera
menyusul Shafwan ke pelabuhan di Jeddah. Setelah bertemu, Umair mengajak
shafwan untuk kembali ke Mekah. “Muhammad telah menjamin keselamatanmu,” begitu
paksanya.
Pada mulanya Shafwan
tidak percaya pada perkataan sepupunya itu, namun setelah diberi jaminan berupa
surban Rasul, akhirnya ia mau mengikuti Umair untuk kembali ke tanah Mekah.
Setelah berjumpa dengan Nabi saw, shafwan berkata “Orang ini mengira dirimu
menjamin keselamatanku.” ucapnya sambil menunjuk Umair. Nabi saw menjawab, “Ya.
Umair benar.”
Inilah salah satu hal
penting yang dilakukan Nabi saw dalam upaya menghapus permusuhan yang telah
membakar Jazirah Arab selama lebih dari 20 tahun. Nabi saw membuka pintu maaf
kepada mereka yang dulu pernah menyakitinya. Nabi saw merajut kembali
simpul-simpul persaudaraan, menghapus beban sengketa, dan mewujudkan perdamaian
di bawah panji-panji Islam. Upaya ini memang tidak mudah, tetapi mungkin untuk
dilakukan.
Sumber: https://bincangsyariah.com/kalam/cara-nabi-saw-membangun-komunikasi-dengan-pihak-oposisi/
0 komentar:
Posting Komentar