![]() |
Sumber gambar: muslim.obsession.com |
“Duhai
suamiku Ibrahim”, suara Ibunda Hajar menghiba. “Apakah engkau akan meninggalkan
kami, sedang di lembah ini tidak ada seorangpun dan tidak pula ada makanan
apapun?”
Laki-laki
kekasih Allah tidak menoleh. Jiwa suami dan keayahannya tentu tidak akan rela
meninggalkan mereka dalam keadaan seperti itu. Tapi ini semua adalah perintah
dari Allah swt dan Ibrahim yakin bahwa Allah lebih mengetahui segala rahasia
dan hikmah setiap perintah.
“jawablah
suamiku, apakah engkau akan meninggalkan kami dalam keadaan seperti ini?
“Ibunda hajar berupaya menyentuh hati suaminya sekali lagi. Bahkan diulangnya
lagi dan lagi. Tapi kaki laki-laki kekasih Allah tetap melangkah. Ibunda Hajar
tertatih mengikuti di belakangnya. Ibrahim tetap melangkah. Sampai ketika
ibunda berhenti dan terdiam beberapa saat. Lalu bertanya, “Wahai suamiku, ?”
Mendengarnya,
nabi berbalik badan dan menatap istrinya, “Benar,” ucap beliau.
“kalau
begitu, kami tidak akan disia-siakan oleh Allah swt”. Yakin ibunda Hajar seraya
berpaling meninggalkan Ibrahim, kembali ke lembah Makkah.
Di
Palestina. Dalam perpisahan dengan istri dan anak, dalam rindu yang membuncah,
Nabi Ibrahim senantiasa melangitkan harapan dan doa kepada Allah swt:
“Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia pasti memberi petunjuk
kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak yang shalih.” (Q.S. Al
Shaff: 99-100)
Selanjutnya,
Allah swt benar-benar tidak menyia-nyiakan perjuangan keluarga Nabi Ibrahim.
Ismail yang hidup hanya bersama ibunya, tumbuh menjadi anak yang shalih. Tidak
hadirnya sosok ayah dalam kehidupannya, tak menghalanginya untuk tumbuh sebagai
laki-laki yang baik akhlaknya. Allah sebaik-baik penjaga. Allah sebaik-baik
pembimbing. Dia telah mencahayai keluarga Hajar di sebuah lembah tandus yang
malam-malamnya gelap gulita. Dialah pemberi cahaya, cahaya petunjuk, kebaikan
dan kasih saying-Nya tak tertandingi bahkan oleh seorang ibu dan ayah kandung
sekalipun.
Kisah
Nabi Ibrahim ini menjadi pengantar mengaji kita kali ini. Khususnya bagi orang
tua yang demi mencari nafkah harus meninggalkan keluarga sejenak, sehari,
seminggu bahkan berbulan-bulan lamanya. Ambillah setidaknya dua pelajaran
berharga. Pertama, Nabi Ibrahim meniatkan kepergiannya untuk Allah swt. Maka
kita pun, jangan pernah melangkahkan kaki meninggalkan rumah melainkan
benar-benar dalam keadaan niat karena Allah swt. Ucapkankanlah, “Saya pergi
meninggalkan anak istri, Karena Allah menyuruh saya menafkahi mereka dengan
harta halal”. Yakinlah Allah mendengar apa yang kita katakana, seyakin Nabi
Ibrahim saat mengucapkannya.
Kedua,
jangan lupakan doa. Tirulah doa Nabi Ibrahim, “Rabbi habli minasshalihiin”. Ya
Tuhanku jadikan bagiku anak-anak yang shalih”. Dalam tarikan gas motor atau
mobil yang melaju ucapkan doa ini. Dalam lelahnya kerja, rehat shalat dhuhur
dan Ashar di kantor, ucapkan doa ini. Dalam kemacetan jalan sepulang kerja,
ucapkan doa ini. Allah mendengar dan tidak pernah menyia-nyiakan permohonan
hamba-Nya.
Nabi
Ibrahim telah mendapat janji Allah kepadanya. Beliau menanam amal di
Yerussalem, Palestina, dan panennya Allah turunkan pada keluarganya di Mekkah.
Kita pun demikian bila bersedia mengikuti millah (jalan) Ibrahim. Tanam amal di
tempat kerja, Insya Allah panen keberkahannya, Allah turunkan ke dalam rumah
tangga Insya Allah. Wallahu A'lam Bis shawab
0 komentar:
Posting Komentar