 |
Seminar Nasional Al-Quran dan Peradaban Bangsa 2018 di Sport Center UIN Sunan Ampel Surabaya |
Al-Qur’an
adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah oleh kepada umat manusia
sebagai kitab hidayah. Al-Qur’an secara perlahan tapi pasti telah berhasil
merobah cara berfikir masyarakat arab jahili melalui berbagai macam pendekatan.
Pendekatan yang paling efektif dalam merobah tata kehidupan bangsa arab pada
saat itu adalah pendekatan humanis (insani) dengan memperhatikan unsur lokalitas.
Ujaran ujaran Al-Qur’an yang sangat bijak menjadi shock therapy yang positif
bagi kehidupan mereka sekaligus juga menjadi cambuk untuk memulai kehidupan
baru yang penuh dengan penuh keoptimisan.
Pendekatan Kemanusiaan
Al-Qur’an
menggunakan beberapa istilah untuk manusia. Istilah yang paling universal
adalah: 1. Bani Adam: (terulang sebanyak 7x diantaranya 5x dengan
panggilan).Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa semua manusia adalah
keturunan Nabi Adam. 2. Al-Basyar: (terulang sekitar22x). Istilah ini
digunakan untuk memberi pengertian biologis (fisik) manusia yang kelihatan
kulitnya, tidak dibalut oleh bulu sebagaimana binatang lainnya. 3. Al-Insan:
(terulang 296 kali dalam Al-Qur’an. Diantaranya 2x dengan panggilan), Insan (1x),
Al-Ins (5x yang 2x nya dengan panggilan), Ins:(3x): yang
menunjukkan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial yang senang kepada
kedamaian, merasa damai dengan sesama (al-Mufradat:1/94). 4. An Nas
(terulang sebanyak 172x):dari : untuk menunjukkan arti makhluk yang selalu
dinamis, bergerak, karena adanya daya pikir. Pada mereka ada unsur-unsur
kemanusiaan. (Lihat Al-Mufradat:1 /828). Ada 20 kali Allah memanggil mereka
dengan sebutan : “Ya ayyuhannas”.
Nilai
filosofis dari penggunaan istilah-istilah tersebut ialah bisa dirangkai dalam
untaian berikut : “Manusia berasal dari satu diri yaitu Nabi Adam. Manusia
berbeda dengan binatang karena secara biologis kulit manusia kelihatan. Manusia
adalah makhluk social yang cinta damai, tak bisa hidup sendirian. Mereka harus
hidup berdampingan dengan yang lainnya, sehingga saling bahu membahu dalam
menangani semua aspek kehidupan sehingga tercipta rasa tentram dan damai.
Sebagai khalifah di bumi yang telah diberi bekal oleh Allah berupa akal
fikiran, manusia perlu mengaktifkan daya imajinasinya, menjadi makhluk yang
kreatif mampu menciptakan produk kebudayaan, menciptakan sendiri kebutuhan
hidup mereka dari makanan, sandang dan papan. Semuanya dilakukan dalam rangka
beribadat kepada Allah yang mengangkat mereka sebagai Khalifah di bumi”.
Pesan Pesan Kemanusiaan
Sebagai
ujaran samawi yang arahnya adalah hida’i, Al-Qur’an menitikberatkan pada
tiga obyek utama yaitu : Akidah, Syari’ah dan peringatan-peringatan. Dalam
rusan Akidah dan Akhlak yang mempunyai nilai nilai abadi, Al-Qur’an menggunakan
uslub yang Jelas dan tegas. Ayat ayatnya muhkamat. Hal ini berbeda dengan hukum
yang bersifat fleksibel: menggunakan sistim graduasi. Sebagai contoh: kewajiban
salat, zakat, puasa dan haji waktunya tidak bersamaan tapi secara bertahap.
Dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel. Begitu juga dengan penanganan masalah
Khamr, Riba, jihad dan lain lainnya. Al-Qur’an benar benar memanusiakan
manusia. Manusia adalah makhluk yang sangat unik. Al-Ghazali dalam “Ihya’”nya
mengatakan bahwa pada diri manusia ada beberapa unsur yaitu unsur Rabbaniyyah
(ketuhanan), unsur kesetanan (Syaithaniyyah), Sabu’iyyah
(kebuasan) dan unsur kebinatangan. (Ihya’:3/485, Maktabah Syamilah).
Nilai Nilai Universal
Al-Qur’an
membawa pesan pesan Universal
1. Logic
(ma’qul): sesuai dengan akal.
وإلهكم إله
واحد – لو كان فيهما آلهة إلا الله لفسدتا -
2. Transparan:
ajaran ajarannya tidak ada yang di tutup tutupi:
الكتاب المبين
– هذا بيان للناس
روى البخارى
فى صحيحه بسنده إلى أبي جحيفة رضى الله عنه أنه قال: "قلت لعلىّ رضى الله
عنه: هل عندكم شئ من الوحى إلا ما فى كتاب الله؟ قال: لا، والذى فلق الحبة وبرأ
النسمة ما أعلمه إلا فهماً يُعطيه الله رجلاً فى القرآن، وما فى هذه الصحيفة، قلت:
وما فى هذه الصحيفة؟ قال: العقل، وفكاك الأسير، وألاَّ ييُقتل مسلم بكافر".
التفسير والمفسرون - د. محمد حسين الذهبى (2/ 10)
3. Moderat: tawazun:
tidak ekstrim kanan atau kiri :
{وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا} [البقرة: 143]{ وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا
لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67) }
[الفرقان: 67]{وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ (31)} [الأعراف: 31]{وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى
عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29)}
[الإسراء: 29]
4. Adil:
{يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (8)}
[المائدة: 8]{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ } [النساء: 135]
5. Demokratis: tidak
menggeneralisir persoalan.
Asas
musyawarah. Ta’awun dalam semua kebaikan (al-Birr). Al-Qur’an
mengemukakan bagaimana Allah, kalamNya dan rasulNya dicaci maki
sedemikian rupa oleh masyarakat jahili.
{وَشَاوِرْهُمْ
فِي الْأَمْر} [آل عمران: 159] {وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ} [الشورى: 38] {وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ }
[المائدة: 2]
6.
Obyektif: mengetenghakan persoalan apa adanya sesuai dengan kenyataan.
7. Simpel: mudah dalam semua urusan. Bisa dilakukan oleh
siapapun.
{
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } [البقرة: 185]
{مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ } [المائدة: 6] {وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَج} [الحج: 78] {مَا أَنْزَلْنَا
عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2)} [طه: 2]
8.
Tidak ada yang kontradiktif:
{ أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا (82) } [النساء: 82، 83]
9.
Mencakup semua urusan: Dunia-akhirat. Lahir- batin. Pribadi (privat)-
masyarakat. Logika- perasaan.
{وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا}
[القصص: 77]
10.
Menjunjung kemaslahatan dan menolak segala kemafsadatan
وَالْعَصْرِ
(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
Dengan
tawaran yang manusiawi dan nilai nilai universalnya, ajaran Al-Qur’an diterima
secara luas oleh masyarakat arab dan non arab.
Unsur Lokalitas
Dari
perspektif sebab nuzul dan graduasi penurunannya, Al-Qur’an tidak turun pada
masyarakat yang hampa budaya, Al-Qur’an berbeda dengan kitab kitab suci
sebelumnya yang diturunkan sekaligus. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap
selama lebih dari 22 tahun. Pada saat pentahapan ini Al-Qur’an berjalan bersama
dengan kondisi masyarakat.
Bahasa Arab:
Bahasa
Arab sebagai bahasa nasional bangsa Arab dengan segala gramatikanya, nilai
satranya yang unggul, mampu menyerap aspirasi pesan pesan Allah dengan sangat
baik. Dengan menggunakan bahasa Arab, komunitas Arab jahili menerima ujaran
Al-Qur’an dengan baik.
{وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ}
[إبراهيم: 4] {إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
(2)} [يوسف: 2] {لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا
لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ (103)} [النحل: 103]
Dialek: Bangsa Arab mempunyai beragam
dialek. Hampir setiap kabilah mempunyai dialekna masing masing. Dialek kabilah
Tamim di pedesaan berbeda dengan dialek kabilah Quraisy di perkotaan. Fenomena
bacaan Imalah, Idgham (kabir dan shaghir) oleh suku Tamim. Pengucapan hamzah
dengan tahqiq, syiddah oleh suku Tamim. Sementara kaum Quraisy
mengucapkan hamzah dengan di perlunak melalui bacaan tashil, ibdal, naql,
hadzf. Dalam kondisi dan situasi seperti ini Allah memperbolehkan mereka membaca
Al-Qur’an sesuai dengan apa yang mudah bagi mereka. Hadis tentang “Sab’atu
Ahruf” mencerminkan adanya nilai nilai lokalitas di akomodir dalam
pembacaan Al-Qur’an.
Kondisi Sosial Masyarakat Jahili:
Al-Qur’an
dengan sangat baik memotret kondisi social masyarakat jahili dalam banyak
sisinya seperti: penyembahan terhadap berhala, bintang2, berbangga bangga
dengan harta dan keturunan, peminggiran peran kaum wanita dalam kancah sosial,
perzinaan, pembunuhan terhadap bayi/anak perempuan, memakan harta anak yatim,
budaya minum khamr, judi, perang antar kabilah, fanatik yang berlebihan
terhadap kabilah dan lain lainnya. Dengan mengetengahkan sisi kehidupan mereka,
Al-Qur’an betul betul kitab yang membumi, unsur lokalitas dan watak asli
masyarakat arab dengan jelas kelihatan. Al-Qur’an dengan cermatg telah
melakukan pemetaan masalah sebelum memberikan solusi terhadap mas’alah tersebut.
Dalam
menghadapi semua itu Al-Qur’an dengan bijak dan berjenjang. Memerlukan waktu
bertahun tahun untuk menghentikannya.Dalam menghadapi adat istiadat, Al-Qur’an
pada prinsipnya membolehkan selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar
keislaman. Menjadi persoalan yang serius manakala adat istiadat disamakan
dengan ibadat, karena membawa implikasi hukum tersendiri.
Al-Qur’an dan Realitas KeIndonesiaan
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, banyak suku dan bahasa dengan serba serbi
adat istiadatnya. Keberadaan Negara Indonesia di khattul istiwa, dengan alamnya
yang ramah dan sumber daya alamnya yang melimpah, menciptakan adat istiadatnya
tersendiri. Watak asli manusia Indonesia adalah orangnya tenang, bersahaja,
senang berdamai, suka bermusyawarah, suka tolong menolong dengan sesama,
menerima perbedaan dalam segala hal, menghormati kaum pendatang, menghormati
pendapat orang lain, menjunjung tinggi unsur senioritas dalam kancah sosial,
tidak suka bertengkar dan kekerasan, tidak reaktif. Semua watak asli
bangsa Indonesia ini sebenarnya sudah sesuai dengan “al-Qiyam al islamiyyah”.
Para Founding Fathers bangsa Indonesia dengan bijak dan tepat merumuskan konten
konten yang ada pada UUD 45 dan Pancasila. Menjadi persoalan yang serius
manakala penanganan berbagai masalah kemasyarakatan di Indonesia menggunakan
instrumen instrument yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Apa
yang dilakukan oleh Wali Songo di Jawa betul betul adalah cerminan seni
berdakwah dengan selalu memandang kearifan lokal (Local Wisdom). Hasilnya
adalah cepatnya penyebaran islam di tanah jawa khususnya dan Indonesia pada
umumnya.
Kearifan Lokal dan Globalisasi
Globalisasi
benar benar telah membawa pengaruh yang sangat signifikan dalam orientasi
berfikir, perilaku masyarakat. Ada tiga hal yang perlu kita perhatikan dalam
menangani manusia Indonesia yaitu : Pertama: nilai nilai universal yang ada
pada Al-Qur’an. Kedua: arus peradaban barat dengan segala pernak perniknya dan
Ketiga : arus Islamisasi dengan motif arabisasi. Dalam melihat ketiga hal
diatas, yang perlu kita perhatikan dengan sungguh sungguh adalah nilai nilai
universal yang ada pada Al-Qur’an yang perlu dipertahankan. Kearifan local
manusia Indonesia bisa dijadikan landasan untuk berperan dalam kancah dunia.
Nilai nilai luhur pada bangsa arab, seperti al karam (pemurah), asy
syaja’ah (keberanian), ash sharahah (terus terang) Syiddatusysyakimah
(tangguh) ulet, tidak gampang menyerah, sangat percaya diri, dan lain lainnya
atau watak bangsa barat yang menghormati waktu, disiplin dan kerja keras,
semangat penelitian, menghormati kreatifitas dan lain lain, menjadi daya
pendorong manusia Indonesia untuk bisa tampil di kancah dunia dengan style dan
gayanya sendiri.
Ungkapan
bijak : (خذ ما صفا ودع ما كدر) Patut
dijadikan adagium bagi kita dalam menampilkan watak keislaman ala Indonesia
yang khas. Pada prinsipnya jika manusia Indonesia yang muslim, masih tetap
dengan watak keindonesiaannya, dan mengambil apa yang positif dari bangsa lain
akan melahirkan satu bentuk keislaman yang khas yang mempunyai daya tawar
tersendiri. Islam adalah satu tapi cara penampilannya bisa berbeda. (ASM).
PP
Dar Al-Qur’an Kebon Baru
Arjawinangun
Cirebon
18
April 2018