![]() |
Sumber gambar: okezone.com |
Pada
saat malam takbiran, Ali bin Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum
dan kurma. bersama istrinya, Sayyidah Fathimah Az-Zahra, Ali menyiapkan tiga
karung gandum dan dua karung kurma. terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum,
sementara istrinya Fathimah menuntun Hasan dan Husein. mereka sekeluarga
mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.
Esok
harinya tiba salat ‘Idul Fitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti salat
jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah ‘Id selesai, keluarga
Rasulullah Saw. itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.
Sahabat
beliau, Ibnu Rafi’i bermaksud untuk mengucapkan selamat ‘Idul Fitri kepada
keluarga putri Rasulullah Saw. Sampai di depan pintu rumah, alangkah tercengang
Ibnu Rafi’i melihat apa yang dimakan oleh keluarga Rasulullah itu.
Sayyidina
Ali, Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein yang masih
balita, dalam ‘Idul Fitri makanannya adalah gandum tanpa mentega, *gandum basi*
yang baunya tercium oleh sahabat Nabi itu. Seketika Ibnu Rafi’i berucap
istighfar, sambil mengusap-usap dadanya seolah ada yang nyeri di sana. Mata
Ibnu Rafi’i berlinang butiran bening, perlahan butiran itu menetes di pipinya.
Kecamuk
dalam dada Ibnu Rafi’i sangat kuat, setengah lari ia pun bergegas menghadap
Rasulullah Saw. Tiba di depan Rasulullah, “Ya Rasulullah, ya Rasulullah, ya
Rasulullah. Putra baginda, putri baginda dan cucu baginda,” ujar Ibnu Rafi’i.
“Ada apa wahai sahabatku?” tanya Rasulullah. “Tengoklah ke rumah putri baginda,
ya Rasulullah. Tengoklah cucu baginda Hasan dan Husein.” “Kenapa keluargaku?” “Tengoklah
sendiri oleh baginda, saya tidak kuasa mengatakan semuanya.”
Rasulullah
Saw. pun bergegas menuju rumah Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra R.A Tiba di teras
rumah, tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidatuna
Fathimah dan kedua anaknya. Mata Rasulullah pun berlinang. Butiran mutiara
bening menghiasi wajah Rasulullah Saw. nan suci.
Air
mata Rasulullah berderai, melihat kebersahajaan putri beliau bersama
keluarganya. Di hari yang Fitri, di saat semua orang berbahagia, di saat semua
orang makan yang enak-enak. Keluarga Rasulullah Saw. penuh tawa bahagia dengan
gandum yang baunya tercium tak sedap, dengan makanan yang sudah basi.
“Ya
Allah, Allahumma Isyhad. Ya Allah saksikanlah, saksikanlah. Di hari ‘Idul Fitri
keluargaku makanannya adalah gandum yang basi. Di hari ‘Idul Fitri keluargaku
berbahagia dengan makanan yang basi. Mereka membela kaum papa, ya Allah. Mereka
mencintai kaum fuqara dan masakin. Mereka relakan lidah dan perutnya mengecap
makanan basi asalkan kaum fakir-miskin bisa memakan makanan yang lezat.
Allahumma Isyhad, saksikanlah ya Allah, saksikanlah,” bibir Rasulullah berbisik
lembut.
Sayyidatuna
Fathimah tersadar kalau di luar pintu rumah, bapaknya sedang berdiri tegak. “Ya
Abah, ada apa gerangan Abah menangis?” Rasulullah tak tahan mendengar
pertanyaan itu. Setengah berlari ia memeluk putri kesayangannya sambil berujar,
“Surga untukmu, Nak. Surga untukmu.”
Demikianlah,
menurut Ibnu Rafi’i, keluarga Rasulullah Saw. pada hari ‘Idul Fitri senantiasa
menyantap makanan yang basi berbau apek. Ibnu Rafi’i berkata, “Aku
diperintahkan oleh Rasulullah Saw. agar tidak menceritakan tradisi keluarganya
setiap ‘Idul Fitri. Aku pun simpan kisah itu dalam hatiku. Namun, selepas
Rasulullah Saw. wafat, aku takut dituduh menyembunyikan hadits, maka aku
ceritkan agar jadi pelajaran bagi segenap kaum Muslimin.” (Musnad Imam Ahmad,
jilid 2, hlm. 232).
Ya
Rasulullah, begitu mulianya hati baginda bersama keluarga. Siapa gerangan yang
tak malu? Siapa orangnya yang tak kelu? Kami di hari nan fitri, makanan kami
lezat-lezat, makanan kami enak-enak. Harus kami apakan diri ini, ya Rasul? Kami
malu.
Ya
Rasulllah, teteskan kemuliaan jiwa baginda kepada kami, teteskan walau hanya
setitik, agar jiwa kami semua tiada tandus dari kasih. Ya Rasulallah, berikan
kedermawanan jiwa baginda dan keluarga kepada kami dan keluarga kami. Lapangkan
dada kami untuk tidak terpukau oleh kemilau dunia sementara kaum fakir-miskin
menderita. Luaskan hati kami untuk bisa mencintai kaum papa sebagaimana baginda
telah memberikan teladan yang begitu sangat mulia. Allâhumma shalli wa sallim
‘ala Sayyidinâ Muhammad wa ‘ala Ali Sayyidina Muhammad.