![]() |
Sumber gambar: popbela.com |
Suamiku
berprofesi sebagai insinyur mesin, Aku mencintainya karena sifatnya yang tegar,
dan perasaan hangat dan nyaman saat Aku bersandar di bahunya yang bidang.
Tiga
tahun berhubungan, dan sekarang sudah dua tahun kami menikah, aku harus
mengakui, aku mulai lelah dengan semua ini. Alasan-alasanku mencintainya,
sekarang telah berubah menjadi penyebab kelelahanku.
Aku
perempuan yang sangat sentimental, dan sangat, sangat sensitif tentang hubungan
cinta dan perasaanku, aku sangat mendambakan momen-momen romantis dalam
hidupku.
Suamiku, adalah orang yang sangat berlawanan sifatnya denganku, dan
ketidakmampuannya membuat momen romantis dalam pernikahan kami telah menghancurkan
perasaan cintaku kepadanya.
Suatu
hari, akhirnya aku memutuskan untuk menyatakan keputusanku kepadanya. Aku ingin
bercerai. “Kenapa?” tanyanya, kaget. “Aku lelah. Gak semua hal di dunia
ini harus ada alasannya kan?!” Jawabku.
Suamiku
hanya diam semalaman, sepertinya ia tenggelam dalam pikirannya, dan merokok
sepanjang malam. Perasaan kecewaku hanya bertambah besar melihatnya seperti
itu. Disana terlihat laki-laki yang bahkan tidak dapat mengekspresikan
kekecewaannya, apa lagi yang aku harapkan dari dia? Akhirnya suamiku bertanya
kepadaku.
“Apa
yang bisa Aku lakukan untuk mengubah pikiranmu?”
Sepertinya
yang orang-orang bilang itu benar, susah untuk mengubah kepribadian seseorang,
dan kurasa, aku telah kehilangan kepercayaan dan cintaku kepadanya.
Aku
melihat dalam ke matanya, dan perlahan ku jawab: “Aku punya pertanyaan, kalau
Kamu bisa menjawabnya, dan meyakinkanku, Aku mungkin mengubah pikiranku. Seandainya
ada bunga yang terletak di tepi jurang, dan mengambilnya bisa membahayakan
nyawamu, maukah Kamu mengambilnya untukku?”
“Akan
Aku jawab besok” Jawabnya, singkat.
Harapanku
hancur mendengar jawabannya.
Keesokan
harinya aku terbangun, dan dia sudah tidak ada. Kutemukan sepucuk surat dengan
tulisan tangannya yang jelek, dibawah segelas susu di meja makan dekat pintu
depan. Aku baca perlahan kata-katanya.
“Sayangku,
Aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi biarkan Aku menjelaskan
alasanku..”
Baru
kalimat pertama, tapi kekecewaanku semakin bertambah padanya. Kulanjutkan
membaca.
“...
Ketika kamu menggunakan komputer, kamu selalu bermasalah dengan
program-programnya, kemudian Kamu menangis di depan monitor. Aku harus menjaga
jariku, jadi aku bisa tetap membantumu memperbaiki programnya. Kamu selalu lupa
membawa kunci pintu kalau keluar rumah, jadi Aku harus menjaga kakiku untuk
berlari pulang agar Kamu bisa segera masuk ke dalam rumah. Kamu suka
jalan-jalan, tapi Kamu selalu tersasar di tempat yang baru, jadi Aku harus
menjaga mataku agar bisa memberitahu jalan yang benar. Kamu selalu keram setiap
bulan saat “teman baikmu” datang, jadi Aku harus menjaga tanganku untuk
mengelus perutmu dan meredakan rasa keram itu...”
“...
Kamu selalu suka untuk tetap di rumah, dan Aku khawatir Kamu tidak memiliki
teman. Jadi Aku harus menjaga mulutku, agar bisa terus menceritakan
cerita-cerita lucu untuk menghilangkan kebosananmu. Kau selalu suka menatap
komputer, dan itu buruk untuk matamu. Jadi Aku harus menjaga mataku, agar kalau
kita tua nanti, aku bisa membantu memotong kukumu, dan membantumu menyibak
ubanmu yang mengganggu, jadi Aku bisa memegang tanganmu, sambil memandang
pantai berdua. Jadi kamu bisa menikmati sinar matahari, dan pasir yang indah...
Jadi Aku bisa menceritakan kepadamu warna dari bunga-bunga, seperti rona
wajahmu saat Kamu masih muda... Jadi, Sayangku, kecuali aku yakin ada orang
lain yang mencintaimu lebih dari Aku... Aku tidak bisa memetik bunga itu, dan
mati...”
Air
mataku mengalir membasahi suratnya, dan merusak tinta di tulisannya sepanjang
aku membaca...
“...
Sekarang Kamu sudah selesai membaca jawabanku. Kalau kamu puas dengan
jawabanku, tolong buka pintu depan, karena aku sedang berdiri menunggumu sambil
membawa roti dan susu segar kesukaanmu...”
Aku
bergegas menarik pintu, dan melihat wajahnya yang penasaran, memeluk erat botol
susu dan roti dengan tangannya.
Sekarang
aku sangat yakin, tidak ada orang yang bisa mencintaiku sebesar cintanya
kepadaku, dan aku memilih untuk tetap bersamanya, meninggalkan bunga-bunga yang
aku inginkan di belakang...
Begitulah
hidup. Ketika seseorang dikelilingi oleh cinta, lama-lama perasaan bahagia itu
pudar, dan dia tidak merasakan cinta sesungguhnya karena tertutup oleh
kebosanan.
Cinta
hadir dalam berbagai bentuk, bahkan dalam bentuk yang sangat kecil dan tidak
terasa. Bisa jadi, cinta hadir dalam bentuk yang sangat membosankan.
Bunga-bunga dan momen romantis hanya hal yang bisa dilihat dari kekuatan cinta.
Namun dibalik itu semua, ada cinta yang sebenarnya..
Pandangi
wajah pasanganmu jika Kau mulai merasa bosan. Pikirkan hal-hal yang membuatmu jatuh
cinta kepadanya dulu..
0 komentar:
Posting Komentar