![]() |
Sumber gambar: kompasiana.com |
Ternyata
Nadimu Tak Putus
Kusebut
engkau sampan karena kau pandai berlayar
Kusebut kau
burung karena kau pandai terbang
Kusebut kau
kuda karena kau pandai berlari kencang
Kusebut kau
bendera karena kau terus berkibar
Lalu apa
yang harus aku sebut? Hai pemuda?
Dimana
pijakan tulang kuatmu?
Kemana arah
darah merahmu mengalir
Sudah
putuskah nadimu?
Ketahuilah
pemuda berparas singa
Kekuatanmu
adalah saat ini
Masamu
konglomerat dunia
Kalau kau
melangkah, bumi ini takut dan terancam
Kapan kau
akan beradu?
Dunia ini
menunggu amukan semangatmu
Medan perang
disana..
Sudah panas
menggebu
Dialog ini
seakan tak putus, seperti nadimu
Lihat… lihat
…!!!
Jangan
menunggu dunia ini buta karenamu
Dunia ini
menunggumu, wahai pemuda.
Peciku Warna
Hitam
Apa yang kau
bilang jika aku berdiri?
Apa yang kau
bilang jika aku mendengkur?
Apa yang kau
bilang jika aku jatuh?
Apa pula
yang kau bilang jika aku mati?
Tegap
penghormatanku padamu pertiwi
Punah
kekuatanku padamu pertiwi
Mana pula
yang harus aku rasakan?
Aku tak tahu
Negeri ini
kehausan darahku
Darah muda,
katanya
Apa pula
bila darah ini terhenti mati?
Mati juga
semua kekuatanku
Serentak
jika darahku mengalir
Semangatku
berkobar api
Negeri ini
kembali tak kehausan
Karena peci
hitamku untukmu wahai pertiwi
Sumber: Dirgantini, mahasiswa jurusan bimbingan dan
koneseling islam fakultas dakwah dan ilmu komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya
Jika benar
kau ijinkan aku untuk membuka pintu kamarmu,
Setiap malam
pasti aku akan mengirimimu sepasang nyala lilin yang teduh
Satu nyala
dariku dan satunya lagi pesananmu
Kau
memintaku untuk mengambil nyala kita bersamaan
Ketika tuhan
masih sempat menatakan rapi pinjaman cerita untuk kita
Biarlah,
ingin kutaruh sebagai pengganti nyala kunang-
kunang kota
dalam canda petang yang pernah kita lalui malam itu
ketika
pertama kali aku memberanikan bercerita tentang
mataku yang
tersenyum melihat matamu
yang tak
tahu akan kau buang atau bahkan kau kubur sedalam-dalam
Semoga
ingatan rasa itu belum lupa
Dan
permohonanku pun tak begitu mewah,
Aku hanya
ingin menjadi spasi untuk menghindarkanmu sebelum titik
berkendara
pada seluas isi dan berdongeng lembut
untuk
berteduh menidurkanmu
kampusikippgri,
310110, 05.34 pm
Aku ingin
para nabi saja yang mengedit tulisanku,
Dan para
malaikat asyik meminum kopi sambil membaca cerpen-cerpenku
Lalu aku
ingin tidur nyenyak dalam telapak tangan bidadari pilihanku,
Sambil
melukiskan doa-doa kecil sebagai garis telapak tangannya,
Agar
sama-sama mengingat, satu sebagai creator dan
satunya lagi
member kanvas,
Kekal
bersama menemani satu menara,
sebagai
rumah berteduh hasil pertemuan yang saling,
hingga
selalu merindu, untuk tiba pada perpanjangan
kontrak
menginap di surga.
Sarangkatahati,
280210, 09.28 pm
0 komentar:
Posting Komentar